Lihat ke Halaman Asli

Uray Andre Baharudin S. Tr. Pi

Saya seorang freelancer penulis, yaitu sebagai seorang profesional ghostwriter.

Janji Kampanye: Manis di Mulut, Pahit dalam Realitas

Diperbarui: 30 Juli 2023   12:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar ilustrasi by: istockphoto.com

Penulis: Uray Andre Baharudin S. Tr. Pi

Sebentar lagi, negara kita akan mengadakan ajang pesta demokrasi 5 tahun sekali. Lebih tepatnya pemilu serentak 2024 mendatang, dan atmosfer pemilu ini sudah semakin terasa saat ini di mana, para "politikus" yang akan bersaing mendapatkan kemenangan pada pemilu mendatang sudah mulai menebarkan pesonanya. Baik di real life maupun di medsos, apalagi pemilihan umum merupakan momen yang paling ditunggu-tunggu oleh masyarakat, saat di mana kita berharap mendapatkan pemimpin yang dapat membawa perubahan dan memenuhi janji-janji kampanyenya.

Dalam dunia politik, janji kampanye sering kali menjadi senjata utama para "politikus" untuk memperoleh dukungan dan kepercayaan rakyat. Namun, terlalu sering janji-janji manis tersebut hanya berakhir sebagai kata-kata kosong yang tidak sesuai dengan realitas yang kita hadapi. Inilah ironi dari dunia politik yang sering kali membuat rakyat merasa dikhianati.

Para calon pemimpin dalam kampanye seringkali menggunakan pendekatan yang persuasif dan menggoda untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat. Mereka berjanji akan menyelesaikan masalah-masalah yang ada, memberikan lapangan kerja, meningkatkan perekonomian, memperbaiki infrastruktur, dan sebagainya. Namun, seiring berjalannya waktu, janji-janji tersebut seringkali hanya tinggal wacana belaka.

Salah satu contoh yang paling mencolok adalah janji untuk memperbaiki sektor kesehatan. Saat kampanye, mereka berjanji untuk membangun rumah sakit modern, menyediakan peralatan medis terkini, serta memastikan akses kesehatan yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Namun, kenyataannya, kita terus melihat fasilitas kesehatan yang kurang memadai, antrean yang panjang, dan biaya yang semakin mahal.

Selain itu, janji untuk memerangi korupsi juga seringkali hanya berlalu begitu saja. Calon pemimpin yang berjanji memberantas korupsi dan memastikan transparansi dalam penggunaan anggaran seringkali menjadi koruptor itu sendiri setelah terpilih. Kasus suap dan korupsi terus berulang, dan masyarakat terus menderita akibat kejahatan yang dilakukan para pemimpin yang mereka pilih.

Tak hanya itu, janji-janji resolusi konflik dan memperbaiki ketidakadilan sosial juga seringkali terabaikan. Mereka berjanji akan menyelesaikan masalah sosial yang melanda masyarakat, seperti kemiskinan, ketimpangan ekonomi, dan diskriminasi. Namun, nyatanya kita masih melihat pemimpin yang lebih mementingkan kepentingan pribadi dan kelompoknya sendiri daripada masyarakat yang mereka wakili.

Jangan salah, bukan berarti tidak ada pemimpin yang memenuhi janjinya. Namun, mereka menjadi minoritas di tengah lautan pemimpin yang hanya pintar berjanji tetapi gagal dalam mengimplementasikannya. Kita sebagai masyarakat harus belajar untuk menjadi lebih cerdas dan kritis dalam memilih pemimpin. Jangan tergoda oleh kata-kata manis dalam kampanye, tapi perhatikan rekam jejak dan integritas calon pemimpin.

Pemilihan umum bukanlah sekadar pesta demokrasi, tetapi suatu tanggung jawab bagi setiap warga negara. Kita harus belajar dari pengalaman pahit dan tidak lagi terjebak dalam janji-janji manis yang tak berujung. Hanya dengan melihat bukti nyata dan melakukan evaluasi terhadap calon pemimpin, kita dapat memilih pemimpin yang benar-benar akan memperjuangkan kepentingan masyarakat.

Ingatlah, janji kampanye yang manis mungkin terdengar menarik, tetapi jika tidak diikuti dengan tindakan nyata, itu hanya akan menjadi kekecewaan yang membuat pahit dalam realitas kita. Masyarakat memiliki kekuatan untuk mengubah paradigma politik dengan menjadi pemilih yang cerdas dan kritis. Mulailah memilih pemimpin yang berintegritas, kompeten, dan benar-benar berkomitmen untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat, bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline