Lihat ke Halaman Asli

Uray Arulsyah Muhammad

Buruh Penulis Konten

Perasaan Semu Hak Asasi Manusia

Diperbarui: 31 Maret 2023   14:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Membaca buku Tragedi Westerling (2014) membuat hati ini gelisah ingin mencurahkan semua isi hati seputar hak-hak belaka. Buku tersebut menceritakan bagaimana pembantaian Westerling sang pemimpin Depot Speciale Troepen yang membunuh ribuan rakyat sipil di Sulawesi Selatan pada Desember 1946 hingga Februari 1947. Pasalnya, isu hak asasi manusia hari ini yang disangkut pautkan dengan sistem demokrasi selalu laku menjadi bahan pembahasan.

Seperti pada kasus Sam Rainsy, salah satu pendiri Partai Penyelematan Nasional Kamboja (CNRP) yang tidak diizinkan pulang kembali ke Kamboja sebelum menyelesaikan semua masalahnya atas kasus yang berlapis sejak 2015. Kasus tersebut sesungguhnya pertentangan antara dia sebagai pihak oposisi dengan Perdana Menteri Kamboja Hun Sen yang terkenal sebagai diktator megalomaniak. Banyak masalah yang terjadi didalamnya hingga menimbulkan ujian stabilitas politik di Kamboja.

Dengan itu Sam Rainsy pun memutuskan untuk berkunjung ke kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ketika berada di Indonesia, dua hal tercatat sebagai topik utama pembicaraan kunjungannya yaitu demokrasi dan hak asasi manusia. Namun jika isu ini ditarik mundur kebelakang dengan sudut pandang lain, pertanyaannya apakah Indonesia bisa merasakan nilai murni dari hak asasi manusia itu sendiri?

Dikutip dari E-paper Kompas edisi 15 November 2019, Sam Rainsy mengatakan bahwa ia terkesan dengan praktik demokrasi dan iklim kebebasan di Indonesia. Tentu ketika dia menyatakan hal tersebut, yang terlintas adalah praktik hak asasi manusia di Indonesia bekerja. Pada dasarnya hak asasi manusia itu sudah ada sejak manusia dilahirkan, dan disitulah bagaimana prinsip-prinsip atau norma-norma standar perilaku manusia yang dilindungi secara hukum di dunia bekerja.

Jika menjawab pertanyaan dari paragraf pembuka diatas, masyarakat di Indonesia sesungguhnya dapat merasakan apa itu hak asasi manusia, tetapi hal itu tidak sepenuhnya dirasakan. Mengapa demikian, dalam suatu tatanan negara hak asasi manusia lah sebagai salah satu takaran stabilitas politik dan demokrasi negara. Menilik masalah yang terjadi di Kamboja, Indonesia pun sesungguhnya sedang tidak stabil jika dilihat dari kerja hak asasi manusia.

Pernyataan tersebut bisa dikeluarkan jika teriring keseimbangan dalam melihat suatu peristiwa dari permasalahan, hak asasi manusia bisa ditegakkan jika manusia sendiri sadar dengan antonim hak-hak tersebut, yakni kewajiban. Jika masyarakat bijaksana dalam melihat hak dan kewajiban, tentunya masyarakat bisa menyatakan bahwa Indonesia sedang stabil tatanannya.

Nah, masyarakat di Indonesia jarang sekali melihat kewajiban itu, yang selalu dijunjung tinggi ialah hak asasi manusia tanpa menyadari asasi itu sendiri sebagai kewajiban. Memang benar tidak akan bisa sepenuhnya merasakan ini, namun seharusnya itu kembali lagi kepada masing diri masyarakat yang bisa menanggulangi hal tersebut dengan menyetarakan hak dan kewajibannya sebagai manusia.

Walaupun Indonesia saat ini sedang banyak menyimpan kisah kelam kasus pelanggaran hak asasi manusia, masyarakat sepertinya perlu terus mendorong dan optimis kepada para pengambil kebijakan yang terkait bahkan negara sebagai wadahnya agar dapat diselesaikan dengan baik, serta menindak semua pelaku pelanggar hak asasi manusia di masa lalu. Para pelaku pelanggar hak asasi manusia di masa lalu harus tetap ditindak agar stabilitas politik di negara tetap baik seperti yang telah digambarkan.

State of Law Theory yang dikemukakan oleh Immanuel Kant (1724) menyatakan bahwa negara bertujuan untuk melindungi hak asasi dan kewajiban warga negara. Dalam hal ini ia menjelaskan bahwa stabilitas dalam bernegara tidak hanya dilihat dari hak asasi manusia, tetapi juga dilihat dari kewajiban masyarakatnya sebagai warga negara. Dua hal ini sesungguhnya yang harus ditaati oleh seluruh masyarakat, bukan hanya hak asasi saja jika ingin negara baik-baik saja.

Kembali melihat masalah yang terjadi di Kamboja, bahwa negara sejatinya sebagai wadah pelaksanaan hak asasi manusia, dan negara bisa tidak mengakui atau melindungi hak asasi manusia seseorang jika tidak dianggap sebagai warga negara. Hal itulah yang dirasakan Sam Rainsy atas kasusnya, berkat itu fokus hal ia datang ke Indonesia adalah mencari tahu bagaimana hak asasi manusia di Indonesia bekerja. Namun disisi lain seperti pada pokok pembahasan, bahwasannya hak asasi bisa bekerja dan dilihat dengan baik jika kewajiban itu juga terpandang. Artinya hak asasi dan asasi sebagai kewajiban itu sendiri tidak dapat dipisahkan dari ruh manusia dan negara sebagai wadah pelaksanaannya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline