Senin, tanggal 4 Desember 2017, Desa Birawan telah memateraikan Perdes Perlindungan Pesisir dan Laut Desa Birawan. Setelah Proses assitensi pada tanggal 29 November 2017 di Bagian Hukum Pemda Flores Timur, yang diikuti oleh Kepala Desa Birawan dan Perangkat Desa, BPD Birawan, Missol Baseftin dan penulis, Perdes ini ditetapkan bersamaan dengan Perdes KIBLA, Perubahaan Perdes BUMDes No 6 Tahun 2014, serta Perdes Pungutan Desa. Draf Perdes sebelum diassitensi dan ditetapkan, telah didahului dengan sosialisasi ke masyarakat untuk mendapatkan masukan dari masyarakat. Setelah penetapan ini akan dilakukan kegiatan sosialisasi perdes-perdes yang telah ditetapkan ini.
Perdes Perlindungan pesisir dan laut dilakukan melalui proses restorasi ekosistem terumbu karang dan konservasi penyu, sesuai dengan cakupan kewenangan Lokal berskala Desa yakni di Bidang Konservasi Terumbu Karang dan Perlindungan Penyu.
Perdes ini merupakan hasil refleksi masyarakat Desa Birawan yang tertuang dalam komitmen pada tanggal 1 Juni 2017 dalam kegiatan Seminar Budaya dengan Tema " Birawan Menuju Pembangunan Desa Berbasis Budaya Ekologis". Refleksi warisan Budaya tentang Lokasi Pantai Bese Wewe ( ada yang menyebut dengan Baso Wewe ) sebagai ruang dialog Kosmic, ruang yang harus dikhususkan sebagai tempat ikan bertelur, kini telah menjadi ruang yang dilindungi. Kelompok Konservasi Terumbu Karang telah melakukan pemagaran lokasi ini dengan memasang tali berpelampung. Lokasi seluas 3800 m3 ini menjadi areal steril. Masyarakat Lewotobi dan dari luar dilarang untuk melakukan aktivitas penangkapan ikan di lokasi ini, termasuk saat air laut surut.
Berkaitan dengan perlindungan penyu, cakupan hukuman perdes sebatas hukum administrasi saja, tidak menghilangkan unsur pidana. Jika ada masyarakat yang tetap melakukan aktivitas penangkapan penyu, pengambilan telur penyu maka tetap diproses hukum pidana. Berkaitan dengan nilai tradisi yang harus tetap dipertahankan, pengambilan penyu setelah bertelur harus diputuskan dalam Musyawarah Desa dan tertuang dalam Berita Acara. Dengan adanya perdes ini maka unsur Tradisi tidak dihilangkan tetapi juga serentak meredam upaya ekspolitasi penyu secara berlebihan.
Dalam tuturan Tradisi, Penyu yang datang bertelur dipandang sebagai " Lewo Tapi Tere"kampung yang memangil. Untuk seruan panggilan ini, Tradisi di Lewouran dan di Lewotobi harus tetap dipertahankan sebagai bagian utuh dari proses pemuliaan Nilai Relasi Kosmic. Mewujudkan Seruan Tradisi ini yang harus diputuskan dalam Musyawarah Desa menegaskan bahwa ritual ini menjadi keputusan bersama dan harus dikomunikasikan dengan baik tentang nilai luhur di balik pengorbanan ini. Jika tidak dapat dikomunikasikan dengan baik kepada generasi muda dan pihak luar maka orang akan melihat sebagai sesuatu yang bertentangan.
Penetapan Perdes ini menegaskan bagaimana Desa dengan Kewenangan Lokal Berskala Desa telah mampu mengemas struktur nilai-nilai tradisi sebagai landasan dalam membangun Desa dengan segala khasana sosial budaya dan pendidikan masyarakat. ......
Uran Oncu
Penulis dan Pengamat Warisan Budaya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H