Lihat ke Halaman Asli

Di Balik Doa dan Usaha: Mengapa Kehidupan Tak Selalu Sesuai Harapan?

Diperbarui: 2 Desember 2024   14:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di Balik Doa dan Usaha: Mengapa Kehidupan Tak Selalu Sesuai Harapan? (Sumber: Desain pribadi)

Banyak di antara kita yang suka mengeluhkan kehidupan yang dianggapnya serba susah. Padahal mereka sudah bekerja keras. Bahkan dia sangat rajin beribadah, baik yang sunnah apalagi yang wajib. Sholat lima waktu berjamaah di masjid tidak pernah ditinggalkan. Sholat sunnah Dhuha dan Tahajud pun bahkan diperlakukan seperti sholat wajib. Puasa Romadhon, tak pernah ditinggalkan. Bahkan puasa sunnah Senin-Kamis diperlakukan seperti puasa wajib.

Dalam pandangannya, ibadah yang dilakukan selama ini tidak linier atau tidak berbanding lurus dengan realitas hidup yang serba susah. Padahal mereka berharap dengan ketaatannya beribadah, doa-doanya pun makbul. Dan hidupnya berkecukupan dan bahagia.

Sebaliknya, banyak yang tidak beribadah, bahkan senantiasa bermaksiat dan melakukan kezaliman diberi kesuksesan luar biasa. Hartanya berlimpah, karirnya moncer, usahanya selalu sukses, dan hidupnya sangat bahagia.

Ketaatan beribadah kepada Allah Ta'ala memang kenyataannya banyak dikaitkan dengan urusan dunia. Bahkan banyak di antara kita yang  beribadah karena mengejar dunia.

Hal ini tidaklah salah. Sebab sebagaimana Alloh Ta'ala berfirman dalam Surah Hud ayat 15 artinya: ""Barang siapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, pasti Kami berikan (balasan) penuh atas pekerjaan mereka di dunia dan mereka di dunia tidak akan dirugikan."

Namun dalam surah yang sama ayat 16 Allah Ta'ala mengingatkan yang artinya: "Itulah orang yang tidak memperoleh (sesuatu) di akhirat kecuali neraka, dan sia-sialah di sana apa yang telah mereka usahakan (di dunia) dan terhapuslah apa yang telah mereka kerjakan."

Inilah alasan kenapa Abdurahman bin Auf sering menangis ketika mendapatkan kenikmatan duniawi. Sahabat yg mulia ini khawatir bila kenikmatan di dunia saat ini merupakan nikmat akhirat yg disegerakan. Hingga kelak di akhirat tak didapatkan lagi nikmat-nikmat itu.

Karenanya, luruskan lagi niat-niat kita  beribadah kepada Allah Ta'ala. Dhuha, Tahajud jangan diukur dengan bertambahnya rizki, kesuksesan usaha, melejitnya karir, dan hidup yang berlimpah materi.

Kalau ukuran kesuksesan duniawi ini karena banyaknya Dhuha, Tahajjud, dan Sedekah. Tentulah orang kafir tak ada yg sukses.

Luruskan Niat, sempurnakan usaha, tambah yg wajib dg sunnah lainnya utk menutupi kekurangan yg wajib. Dengan niat begitu maka Insya Allah balasan untuk akhirat kita tetap ada dan urusan dunia dipermudah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline