Lihat ke Halaman Asli

UPKHB FHUNAIR

Unit Pusat Kajian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Airlangga

Pola Penyelesaian Sengketa Konsumen Pada Transaksi Elektronik

Diperbarui: 29 Juni 2021   11:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dengan berkembangnya teknologi pada masa kini transaksi elektronik di Indonesia meningkat pesat dalam satu dekade terakhir khususnya pada masa pandemi Covid-19 karena dinilai mudah dan cepat. Dengan meningkatnya hal tersebut tentu membuat potensi terjadinya suatu sengketa antara konsumen dengan pelaku usaha semakin meningkat pula. Dalam rangka pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi, Pusat Kajian Hukum Bisnis  Fakultas Hukum (FH) Universitas Airlangga (Unair) yang diketuai oleh Dr. Zahry Vandawati Chumaida, S.H., M.H melakukan program Pengabdian Masyarakat (PengMas) yang diketuai oleh Dr. Bambang Sugeng Ariadi Subagyono., S.H., M.H., wakil ketua  Dr. Zahry Vandawati Chumaida, S.H., M.H, sekretaris Dr. Trisadini Prasastinah Usanti, S.H., M.H dan bendahara Dr. Indira Retno Aryatie S.H., M.H. Penanggung jawab dalam Sie Acara dibagi menjadi berikut, moderator Fiska Silvia R.R, S.H., M.M., LL.M., notulensi Dr. Mas Rahmah, S.H., M.H. LL.M., Perizinan Dr. Ghansham Anand, S.H., M. Kn., registrasi Kukuh Leksono Suminaring Aditya S.H.,LL.M. Selanjutnya untuk Sie Perlengkapan Gianto Al Imron, S.H., M.H, Sie Publikasi dan luaran Dr. Agung Sujatmiko, S.H., M.H. dan Dian Purnama Anugerah, S.H., M.Kn., LL.M.

Dalam kesempatan ini Program Pengabdian Masyarakat (PengMas) ini dilakukan secara virtual melalui media Zoom Meeting yang dihadiri sekitar 120 peserta diantaranya peserta dari Yayasan At Tohirin yang berasal dari masyarakat desa Masangan Kulon Peterongan Sidoarjo dengan mengangkat topik pola penyelesaian sengketa konsumen pada transaksi elektronik dengan dihadiri 2 narasumber yakni Drs. Muhammad Said selaku anggota komisi kelembagaan dan kerjasama Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) dan (Can. Dr.) Bambang Pujiono, S.Pd., S.H., M.H. selaku anggota BPSK Kediri.

“Dengan maraknya kejadian di media sosial dimana ketika konsumen melakukan jual beli melalui media elektronik atau e - commerce ternyata barang yang diperolehnya tidak sesuai dengan yang ditawarkan” ungkap Kepala Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Airlangga. Oleh karena itu melalui PengMas ini diharapkan memberikan edukasi dalam hal penyelesaian sengketa konsumen Pada Transaksi Elektronik.

Dalam webinar ini Drs. Muhammad Said menjelaskan bahwa Undang-Undang perlindungan konsumen yang berlaku saat ini dinilai masih banyak memiliki kelemahan. Dalam era globalisasi sekarang maka tidak sedikit ditemui pelaku usaha yang berasal dari luar negeri yang memasarkan barangnya di online shop di Indonesia, maka apabila terjadi sengketa pelaku usaha yang berada di luar negeri ini pastinya dapat dimintai pertanggungjawaban, namun terdapat kendala yakni undang-undang perlindungan konsumen di Indonesia hanya terfokuskan pada pelaku usaha dalam negeri saja sedangkan untuk pelaku usaha di luar negeri Undang-Undang ini tidak menjangkau apabila terjadi sengketa. Kemudian terkait dengan arti dari konsumen yang dimaksud dalam UU perlindungan konsumen. Dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Perlindungan konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Berdasarkan ketentuan tersebut maka dapat dimaknai bahwa konsumen yang dimaksud adalah konsumen akhir. Melihat perkembangan zaman sekarang maka hal ini menjadi susah untuk membedakan antara konsumen akhir atau bukan. Maka, disini dinilai bahwa perlu dilakukannya revisi terkait Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

Untuk meminimalisir adanya kerugian bagi konsumen, maka konsumen dituntut untuk lebih teliti dan memperbanyak literasi antara pihak konsumen dan pelaku usaha. Literasi ini dapat berupa:

  1. Literasi Pra-Transaksi
  2. Literasi Proses Transaksi
  3. Literasi Pasca Transaksi atau Purna Jual 

Khususnya dalam literasi pra transaksi, konsumen haruslah benar-benar jeli untuk memastikan segala hal terkait dengan barang yang akan dibeli sampai dengan proses pembayaran dan pengiriman. Pelaku usaha berkewajiban untuk memberikan informasi yang benar terkait dengan hal yang ditanyakan oleh konsumen. Hak Konsumen diatur dalam Pasal 4 UU Perlindungan Konsumen khususnya huruf e, b, f untuk literasi pra transaksi dan Pasal 5 huruf a. Sedangkan kewajiban pelaku usaha diatur dalam pasal 7 UU Perlindungan Konsumen.

Meskipun UU Perlindungan Konsumen belum mengatur tentang penjualan online, hal ini telah diatur dalam UU ITE dan Peraturan perundang-undangan lain. Dalam Pasal 65 UU Perdagangan mengatur bahwa pelaku usaha haruslah menyediakan data/informasi secara lengkap dan benar, khususnya juga cara kirim, pembayaran, dll. kemudahan PP No 71/2019 Tentang penyelenggaraan elektronik dalam Pasal 22 ayat (1) mengatur penyelenggara wajib memberikan rekam jejak elektronik. Rekam jejak dilakukan untuk melakukan penegakan hukum, penyelesaian sengketa, verifikasi, pengujian, dan pemeriksaan lainnya. Namun, banyak ditemui kasus bahwa konsumen tidak mempunyai rekam jejak elektronik dan konsumen juga kurang waspada terhadap barang yang akan dibeli padahal apabila konsumen tidak bertanya kepada pelaku usaha dan langsung membeli suatu barang hal ini berarti konsumen telah setuju dengan semua kebijakan pelaku usaha, walaupun ternyata hal tersebut nantinya merugikan dia.

Hal lain yang perlu diperhatikan terkait adanya klausula baku dalam perjanjian. Konsumen dapat melaporkan terkait klausula baku yang mungkin dapat merugikan konsumen ke BPSK meskipun masih dalam pra transaksi. Walaupun sudah dalam tahap setuju maka perjanjiannya masih sah namun untuk klausula bakunya dapat dimohonkan ke BPSK dan nantinya akan ditindak lanjuti. Perkembangan teknologi blockchain akan mengharuskan konsumen untuk memahami smart contract karena pada masa yang akan dating penyelesaian sengketa dapat dilakukan secara online.

Ketika hal tersebut diatas terjadi maka muncullah sengketa konsumen. (Can. Dr.) Bambang Pujiono, S.Pd., S.H., M.H. menerangkan bahwa sengketa konsumen, adalah sengketa antara pelaku usaha dan konsumen yang menuntut ganti rugi atas kerugian yang didapat dari konsumsi barang/jasa dari pelaku usaha. Sengketa konsumen menjadi wewenang dari BPSK. Dengan maraknya potensi sengketa konsumen pada masa pandemi ini BPKN melakukan penyelesaian sengketa secara Online Dispute Resolution (ODR). Alur persidangan dalam BPSK baik konvensional maupun elektronik pada intinya sama saja. Namun, banyak terjadi Ketika melakukan permohonan eksekusi di pengadilan pelaku usaha melakukan perlawanan di pengadilan dan konsumen biasanya tidak ditemani oleh pengacara jadi tidak ada yang membelanya, sehingga 80% putusan BPSK dibatalkan oleh pengadilan. Maka dari itu perlu dikuatkan peran dan fungsi BPSK untuk melakukan penetapan putusannya agar tidak mudah dipatahkan untuk menerapkan fungsi pengawasan dan penerapan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline