Ditulis Oleh Seorang siswa
Heruna seorang gadis yang tinggal di Dea terpencil. Perempuan yang usianya beranjak 17 tahun itu keluar dari pintu rumahnya yang sudah reot, mencoba membawa impiannya sampai ditempat yang nyata. kakinya yang panjang menapak pada lembabnya rumput pagi penuh embun angin pagi yang segar menghembus melalui kulitnya yang coklat bak sawo matang. rambut keritingnya terayun-ayun ditiup oleh semilirnya angin, hidungnya yang kecil menghirup aroma basah dari rerumputan yang bergoyang, seraya berkata"wahai matahari, kau begitu bersinar cerah dan cerahkanlah masa depanku." dengan senyum dari bubur tebalnya, ia memulai hari bergegas langsung ke sekolah dengan berjalan kaki.
Sesampainya di Sekolah tempat ia menimba ilmu dan memproses keinginannya, Heruna menyapa orang-orang yang ia temui tepat di depan gerbang yang warnanya lusuh memudar karena cuaca. Dia menelusuri lorong-lorong kelas yang banyak kaca, namun terlalu tinggi untuk mengintip kedalam. haruna pun masuk ke dlaam kelas yang catnya sudah tak sama lagi dengan warna aslinya bercampur tinta-tinta dari tangan kreatif siswa-siswi. Duduk dibangku yang kayunya habis beberapa sisinya karena telah di makan rayap dan usang dimakan waktu, seketika pelajaran pun dimulai, guru menjelaskan secara aktif dan siswa-siswi secara fokus mendemgarkan dengan seksama yang guru sampaikan. diesla-sela waktu sibuk pelajaran haruna menggambar tokoh-tokoh anime faforitnya. mimpinya menjadi komikus dan kuliah di Jepang tak kandas walapun ia bukan datang dari keluarga kelas sosial atas maupun menengah. berusaha membuat prestasi - prestasi gemilang dan selalu berdoa yang ia miliki saat ini.
Keseharian Haruna jalani dengan khawatir akan mimpinya tak menjadi nyata. Namu sang ibu terus mendukung dan memberikannya semangat seraya berkata "berdoa dan berusahalah, Tuhan itu meaha mendengar," Haruna pun mencoba melapangkan hatinya, memotivasi diri dan memberikan stimulus terhadap fikiran dan hatinya dengan hal hal positif dengan tetap yakin bahwa mimpinya akan ada pada genggamannya. Ditengah rasa gundah yang pasang surut didalam hati, dengan dipenuhi rasa takut yang tank pernah larut, Haruna terus berusaha agar hasil gambarnya lebih baik dan mencari prestasi untuk menrbangkannya menjadi mahasiswi di Jepang.
Pagi yang terik di bulan Agustus, Udara menyekap diruang kelas. Tiba-tiba guru datang membawa berita seolah malaikat menghembuskan angin dari surga. Guru itu berkata kepada Haruna," Nak, Kamu ikut olimpiade sain pada pada tanggal 17 Agustus, Pemerintah mengadakan beasiswa kuliah keluar negeri bagi pemenang olimpiade tersebut." Haruna terkejut dengan mulut yang menganga dengan rasa kaget dan hati yang begitu mengebu-gebu, suasana senyap beberapa detik lalu pecah oelh suara yang sontak berkata ya.
Sepulang dari sekolah, Haruna belajar pagi dan mala tak kenal lelah dan waktu, sampai dihari tepat akan dilaksanakannya perlombaan tersebut diawali dengan upacara bendera, ketika bendera ditarik untuk dikibarkan, semua peserta melakukan penghormatan, paduan suara menyanyikan lagu Indonesia raya dengan semangat merayakan kemerdekaan seolah seperti kembali ketahuan 1945. para peserta upacara mendengarkan secara khidmat alunan nyanyian dengan penuh rasa bangga kepada negara Indonesia serta para para Pahlawan. Setelah usai upacara tibalah saat perlombaan dimulai, Haruna dengan hati yang cemas siap mengerjakan semua soal yang diluar nalar hingga menuras otaknya, dengan perasaan yakin dan percaya diri, Haruna menyelesaikan semua soal-soal tersebut. Selesai mengerjakan soal-soal yang sulit, bel pun telah berbunyi pertanda waktu pengerjaan telah usia, Haruna pun keluar ruangan dan turun untuk keruang istirahat dan sambil makan, makanan yang telah disiapkan oleh panitia pun kini sudah habis disantapnya, dengan perasaan yang sumeringah.
selama dua jam menunggu tibalah untuk pengumuman hasil, tiba-tiba suara mic mengelegar memalui pengeras suara, memanggil para peserta . Pengumuman pun dimulai. Nama-nama pemenang pun dipanggil satu persatu, Jantung Haruna berdengup kencang seolah tempo tinggi pada piano. begitu Nama Haruna tersebut pada posisi ke tiga, Khayalan Haruna melayang tinggi terbang ke Jepang sebelum dirinya. Haruna menaiki podium terlampau nahagia hingga air mata bercucuran dengan penuh haru, saat disampaikan akan hadiahnya, ternyata beasiswa ke luar nNegeri hanya diberikan bagi peserta pemenang utama, pikiran haruna terhenti dean imajinasnya yang telah pergi langsung kandas dibawa angin, Haruna bersedih dengan rasa kecewa sepanjang tahun sampai kelulusannya.
Haruna menyelesaikan sekolahnya dengan rasa sedih, kemudian ia melanjutkan hidupnya dengan melamar pekerjaan disebuah penerbit milik perusaahan jepang, tak disnagka kepala bagian personalia perusahaan tersebut tertarik dengan gambar-gambar yang dibuat Haruna, kepala bagian personalia tersebut berkata,"Apakah anda bersedia bekerja dikantor pusat kami di Japang? disana anda akan sekaligus mendapatkan pendidikan pengembangan pembuatan komik", dengan rasa senang hati Haruna menerimanya karena Haruna percaya kesempatan tidak akan datang dua kali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H