Lihat ke Halaman Asli

Unu Nurahman

Guru SMAN 1 Leuwimunding Kabupaten Majalengka dan Dosen Fakultas Ilmu Budaya Prodi Bahasa dan Sastra Inggris Universitas Sebelas April Sumedang

Tinjauan Kritis terhadap Islamofobia dan Sekulerisme

Diperbarui: 9 April 2024   12:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Itwitter.com

PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) menetapkan tanggal 15 Maret sebagai Hari Anti Islamofobia. Pada dasarnya hal ini merupakan pengakuan internasional terhadap kebenaran ajaran Islam yang penuh toleransi dan kedamaian. Teroris yang sesungguhnya adalah mereka yang membentuk dan meyakini Islamofobia.

 

Oleh: 

UNU NURAHMAN

GP SMAN 1 Leuwimunding Provinsi Jabar

Dosen Fakultas Ilmu Budaya Prodi

Universitas Sebelas April Sumedang

 

Tanggal 15 Maret yang berlatar aksi pembantaian mesjid Christchurch Selandia Baru dan menewaskan 51 orang muslim pada hari Jumat tahun 2019 ditetapkan oleh PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) sebagai Hari Anti Islamofobia. Hal ini memberi makna tersendiri bagi umat Islam karena pada hakekatnya merupakan pengakuan kebenaran ajaran Islam yang penuh kedamaian dan rahmat bagi sekalian alam.

Merujuk kepada Wikipedia, islamofobia adalah istilah kontroversial yang merujuk pada prasangka, diskriminasi, ketakutan, dan kebencian terhadap Islam. Terbentuknya Islamofobia  dilandasi opini bahwa Islam identik dengan terorisme dan extrimisme. Hal ini mulai diinisiasi oleh Negara Sekuler pada tahun 1980-an dan mencapai kulminasinya ketika tragedi WTC (World Trade Center) dan Pentagon tanggal 11 November 2001.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline