[caption id="attachment_411514" align="aligncenter" width="300" caption="Logo World Water Day 2015 (http://www.unwater.org/worldwaterday)"][/caption]
Pentingnya Air untuk Kehidupan
Penyediaan air bersih merupakan perhatian utama di banyak negara berkembang termasuk Indonesia, karena air merupakan kebutuhan dasar dan sangat penting untuk kehidupan dan kesehatan umat manusia. Konservasi sumber daya air dalam arti penghematan dan penggunaan kembali (reuse) menjadi hal yang sangat penting pada saat ini. Hal ini disebabkan oleh beberapa masalah yang berkaitan dengan ketersediaan air bersih seperti penurunan muka air tanah, kekeringan maupun dampak dari perubahan iklim. Pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan didasarkan pada prinsip bahwa sumber air seharusnya digunakan sesuai dengan kuantitas air yang dibutuhkan. Prinsip pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan dapat digunakan untuk mengidentifikasi alternatif sumber air yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia.
Dengan pesatnya pertumbuhan penduduk berimplikasi pada peningkatan permintaan akan tempat tinggal, dan sebagai konsekuensinya adalah permintaan air bersih bertambah. Dalam kondisi seperti ini, alternatif sumber air seperti pemanfaatan air hujan perlu dipertimbangkan sebagai pilihan menarik yang murah, sehingga dapat mengurangi konsumsi air bersih.
Studi Kasus
Sebagai studi kasus, Saya akan mengambil salah satu contoh yang pernah Saya lihat dan rasakan sendiri yakni keadaan dimana ketika kita harus benar-benar menghargai keberadaan air dan tidak boleh kita sia-siakan seperti yang mungkin kita lakukan selama ini (merujuk pada orang-orang yang memiliki akses cukup mudah terhadap air bersih, termasuk Saya sendiri).
Lokasinya berada Desa Purwodadi, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Ketika itu Saya pernah ikut melakukan survei bersama teman-teman yang rencananya akan melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di desa tersebut dan kami menginap disana selama beberapa hari (Saya hanya ikut survei, karena kebetulan Saya melakukan kegiatan KKN dilokasi yang berbeda).
[caption id="attachment_411518" align="aligncenter" width="640" caption="Contoh Penampungan Air Hujan Tradisional (http://kabarhandayani.com/air-telaga-jadi-tumpuan-warga-ngloro-menghemat-air-bak-pah)"]
[/caption]
Desa Purwodadi ini termasuk daerah yang kekurangan air. Tanahnya berupa tanah karst yang tidak bisa menyimpan air. Ketika musim kemarau datang, maka akan terjadi kekeringan. Untuk memenuhi kebutuhan air saat musim kemarau, warga setempat membangun suatu Penampungan Air Hujan (PAH). PAH ini fungsinya untuk menampung air hujan pada saat musim penghujan. Nah, air inilah yang digunakan warga untuk memenuhi kebutuhan akan air minum dan berbagai kebutuhan rumah tangga lainnya saat musim kemarau.
Namun, ketika air di PAH ini habis, maka warga harus membeli dari truk tangki, seharga Rp 100.000,00 sebanyak 5,000 liter. Bagi yang tidak mampu, maka harus mengambil dari sumber mata air kali sureng sejauh 2 km dari pemukiman warga.
Ya, kebetulan disana terdapat sumber mata air yang cukup besar tetapi letaknya jauh dari pemukiman. Warga yang memiliki kendaraan, mungkin terasa sedikit lebih ringan. Tetapi bagi warga yang tidak memiliki kendaraan, maka mereka harus berjalan kaki. Baik menggunakan kendaraan maupun berjalan kaki tetap tidaklah mudah untuk proses pengambilan air tersebut. Karena disana merupakan daerah pegunungan karst jadi jalannya berbatu dan naik turun.
[caption id="attachment_411522" align="aligncenter" width="452" caption="Warga Mengambil Air dari Sumber Mata Air (Dok. Kamase)"]
[/caption]
Kegiatan KKN yang dilakukan teman-teman Saya merupakan tahapan yang kedua, tahapan yang pertama dilakukan setahun sebelumnya. Tahapan pertama tersebut adalah pembangunan sistem pengangkatan air menggunakan tenaga matahari.
Tahapan pertama ini telah dilakukan dengan pencapaian yang sangat baik. Namun permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat Desa Purwodadi belum sepenuhnya terselesaikan. Karena belum terdapat komponen penting lainnya seperti: sistem pendistribusian air, pemberdayaan komunitas lokal untuk merawat dan memanajemen sistem, dan belum terbentuk program peningkatan capacity building masyarakat.
Disini Saya tidak membahas tentang teknologi pengangkatan air menggunakan tenaga matahari. Jika memang ingin belajar dan tahu lebih banyak sistem pengangkatan air menggunakan tenaga matahari, silahkan bisa membacanya website resmi pelaksana kegiatan KKN tersebut yakni Komunitas Mahasiswa Sentra Energi (kamase.org).
Jadi untuk tahapan kedua kegiatan KKN adalah melakukan peningkatan kapasitas sistem distribusi air, pendampingan dan pemberdayaan komunitas lokal untuk merawat dan memanajemen sistem, dan peningkatan capacity building masyarakat.
Sumbangan Gagasan
Dari studi kasus diatas, disini Saya mencoba untuk mengkombinasikan beberapa teknologi yang cukup sederhana untuk membuat sistem penampung air hujan (PAH) yang lebih terintegrasi, disertai dengan sistem pendistribusiannya. Sistem ini biasanya disebut dengan Rainwater Harvesting System (sistem pemanenan air hujan).
Rainwater Harvesting
Rainwater Harvesting (RWH) atau Pemanenan Air Hujan merupakan metode atau teknologi yang digunakan untuk mengumpulkan air hujan yang berasal dari atap bangunan, permukaan tanah, jalan atau perbukitan batu dan dimanfaatkan sebagai salah satu sumber suplai air bersih.
Komponen sistem rainwater harvesting
Sistem RWH umumnya terdiri dari beberapa sistem yaitu: area penangkap air hujan, saluran air hujan yang mengalirkan air hujan dari tempat menangkap hujan ke tangki penyimpanan, filter, reservoir, saluran pembuangan, dan pompa.
Area penangkap air hujan merupakan tempat penangkap air hujan dan bahan yang digunakan dalam konstruksi permukaan tempat penangkapan air hujan mempengaruhi efisiensi pengumpulan dan kualitas air hujan. Bahan-bahan yang digunakan untuk permukaan tangkapan hujan harus tidak beracun dan tidak mengandung bahan-bahan yang dapat menurunkan kualitas air hujan. Umumnya bahan yang digunakan adalah bahan anti karat seperti alumunium, besi galvanis, beton dll. Gambar di bawah ini menunjukkan skema ilustrasi sistem RWH dengan menggunakan atap dan permukaan tanah.
[caption id="attachment_411528" align="aligncenter" width="640" caption="Gambar Skema Ilustrasi RWH Atap dan Permukaan Tanah (http://journal.um.ac.id/index.php/teknologi-kejuruan/article/viewFile/3024/408)"]
[/caption]
Sistem pengaliran air hujan biasanya terdiri dari saluran pengumpul atau pipa yang mengalirkan air hujan yang turun di atap ke tangki penyimpanan. Saluran pengumpul atau pipa mempunyai ukuran, kemiringan dan dipasang sedemikian rupa agar kuantitas air hujan dapat tertampung semaksimal mungkin.
Filter dibutuhkan untuk menyaring sampah (daun, plastik, ranting, dll) yang ikut bersama air hujan dalam saluran penampung, sehingga kualitas air hujan terjaga. Dalam kondisi tertentu, filter harus bisa dilepas dengan mudah dan dibersihkan dari sampah.
Tangki alami (kolam atau dam) dan tangki buatan merupakan tempat untuk menyimpan air hujan. Tangki inilah yang nantinya disebut dengan Bangunan Penampung Air Hujan (PAH).
1. Bak pemasukan air : fungsinya untuk menampung air.
[caption id="attachment_411533" align="aligncenter" width="318" caption="Gambar Bak Pemasukan Air (http://123.231.252.9/index.php/hasil-litbang/329-bangunan-penampung-air-hujan-pah)"]
[/caption] 2. Bak akuifer buatan
Air dari bak pemasukan selanjutnya akan memasuki bak akuifer buatan, yang dibagi dalam banyak partisi, dengan batas partisi berupa panel, sebagian tidak berlubang dan sebagiannya lagi berlubang yang diisi ijuk. Di antara dua batas partisi secara berturutan sengaja diisi misalnya dengan material kerikil, pasir kasar, pasir sedang, puing bata merah, arang batok atau kayu, seonggok batu gamping atau dolomit (untuk di daerah hujan asam namun tidak diperlukan di daerah karst) dan ijuk.
Disyaratkan bak tersebut tidak boleh bocor dan harus tertutup rapat. Secara tipikal bisa berukuran panjang 13 m atau lebih, lebar 5 m dan kedalaman 2,5 m, (1,5 m tertanam didalam tanah, 1 m muncul di permukaan tanah) di mana antar bak berturutan diberi panel berlubang untuk penghantaran aliran air.Konstruksi bisa berupa batu bata yang diperkuat dengan jala-jala tulangan besi dalam plesteran untuk dinding luar dan beton bertulang untuk dasar. Untuk lebih menjamin kekedapan konstruksi beton bertulang.
[caption id="attachment_411535" align="aligncenter" width="328" caption="Gambar Bak Akuifier Buatan (http://123.231.252.9/index.php/hasil-litbang/329-bangunan-penampung-air-hujan-pah)"]
[/caption]
Konsep Distribusi Rainwater Harvesting
Konsep distribusinya seperti pada proses distribusi air dari PDAM ke rumah-rumah warga, tetapi arah distribusinya di balik. Untuk RWH, air hujan dari penampungan sementara pada setiap rumah warga di alirkan ke suatu tempat yakni penampungan utama, dengan ukuran yang lebih besar tentunya.
Pada penampungan sementara, air hujan dari atap rumah dikumpulkan melalui saluran pengumpul, kemudian masuk ke tangki ukuran kecil, dimana di tangki tersebut terdapat mekanisme penyaringan air. Sehingga air yang masuk ke tangki telah bebas dari kotoran seperti debu, kotoran burung atau yang lain, daun-daun, ranting, dan sebagainya.
Selanjutnya air yang tertampung dapat digunakan langsung oleh warga, atau dapat dialirkan menuju ke penampungan utama. Di penampungan utama terdapat proses penyaringan air yang lebih kompleks untuk menghasilkan kualitas air yang lebih bersih, bahkan dapat untuk digunakan sebagai air minum. Air dari hasil olahan penampung utama ini kemudian di distribusikan kembali kerumah-rumah warga untuk keperluan sehari-hari.
Berikut adalah contoh ilustrasi konsep distribusi rainwater harvesting yang dapat diterapkan:
[caption id="attachment_411537" align="aligncenter" width="544" caption="Gambar Skema Sistem Distribusi RWH (http://cif.org/noms/2011/24_-_Rainwater_Harvesting_Design.pdf)"]
[/caption]
Kesimpulan
Hal penting yang harus digarisbawahi adalah bahwa rainwater harvesting system ini dapat di adaptasi dan di implementasikan pada berbagai sektor, seperti pemukiman, perumahan, dan perkantoran. RWH juga harus disertai dengan sistem filter air atau penyaringan yang memadai. Dan untuk sumber airnya bukan hanya dapat berasal dari hujan, tetapi dapat berasal dari sungai atau sumber air lainnya yang tidak dapat digunakan secara langsung sehingga memerlukan proses penjernihan atau pemurnian lebih dahulu.
Jadi sesuai dengan tema Hari Air Sedunia tahun 2015 yaitu Water and Sustainable Development, dan kita kaitkan dengan intensitas hujan yang sangat melimpah di Indonesia. Sudah selayaknya mulai dari sekarang air hujan yang melimpah tersebut untuk mulai dioptimalkan pemanfaatannya.
Dengan pengolahan yang sederhana, air hujan dapat digunakan sebagai salah satu sumber air bersih. Contoh penerapan seperti yang sudah dijelaskan diatas akan sangat membantu masyarakat untuk memenuhi kebutuhan air bersih secara mandiri dan berkelanjutan.
Saat ini teknologi rainwater harvesting sudah semestinya disosialisasikan kepada masyarakat luas, mengingat di Indonesia banyak terdapat wilayah yang mengalami kekurangan air bersih. Pemerintah juga harus secepatnya mengeluarkan konsep yang jelas dan peraturan yang mengatur segala sesuatu tentang implementasi rainwater harvesting di Indonesia secara massal. Cara seperti ini merupakan suatu tindakan positif dalam rangka pengelolaan sumber daya air. Karena alam sudah memberikan segala yang manusia butuhkan, tinggal bagaimana manusia itu sendiri mengelolanya secara baik dan benar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H