Nabi Muhammad adalah sosok Nabi sekaligus Rasul yang pantas untuk diagungkan. Kiprahnya dalam menyebarkan agama Islam diakui oleh banyak kalangan, termasuk nonmuslim. Tak sedikit tokoh di luar Islam yang mengagumi sosok Nabi terakhir yang diutus oleh Allah untuk memperbaiki akhlak manusia. Dalam bukunya 100 Tokoh Paling Berpengaruh dalam Sejarah, Michael H. Hart menempatkan Muhammad dalam urutan pertama sebagai orang paling berpengaruh sepanjang sejarah.
Salah satu bentuk atau cara mengagungkan Nabi Muhammad adalah dengan merayakan kelahirannya yang jatuh pada bulan Rabiul Awal. Pada bulan ini, umat muslim di dunia lazim merayakan Maulid Nabi dengan membacakan shalawat secara berjemaah. Lantunan shalawat yang dipersembahkan kepada Kanjeng Nabi Muhammad pecah dan sanggup membuat dada membuncah. Kerinduan umat Islam terhadap sosok Sang Nabi terungkap lewat lantunan shalawat yang diiringi dengan tabuhan rebana yang membahana.
Namun, sebagian umat Islam yang mengaku sebagai Ahlus Sunnah wal Jamaah (Aswaja) kerap membidahkan tradisi Maulid Nabi yang lazim dirayakan setiap bulan Maulid tiba. Mereka menganggap, perayaan kelahiran Nabi tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah saw.. Bahkan, menurut mereka, hal tersebut tidak pernah dipraktikkan oleh para sahabat.
Menolak Wahabi adalah buku yang mengupas berbagai hal tentang wahabi dan penyimpangan ajaran yang selama ini mereka gunakan untuk menyerang umat Islam, termasuk perihal peringatan Maulid Nabi. Benarkah tradisi Maulid Nabi yang selama ini lazim dirayakan oleh umat Islam tersebut bidah?
Sayid Ahmad Zaini Dahlan menjelaskan, Rasulullah saw. mempunyai hak untuk diagungkan dan dimuliakan. Di antara bentuk pengagungan kepada beliau adalah bergembira pada malam Maulid Nabi, pembacaan maulid, memberi makan orang-orang yang turut merayakan Maulid Nabi, dan kebaikan-kebaikan lainnya yang dilakukan oleh masyarakat. Penulis menyatakan, selama praktik dalam peringatan Maulid Nabi tidak menyimpang dan mengedepankan kebaikan, maka peringatan tersebut sah-sah saja di lakukan.
Merayakan Maulid Nabi atau bulan kelahiran nabi bukan berarti kita mengagungkan Sang Nabi atau menyifati beliau dengan salah satu sifat ketuhanan. Sebaliknya, peringatan tersebut sebagai bentuk rasa syukur umat Islam karena Allah telah menghadirkan sosok Nabi Muhammad yang berhasil membawa ajaran agama yang sarat dengan kebaikan dan perdamaian. Kehadiran Sang Nabi adalah pelita bagi kehidupan manusia yang sebelumnya diselimuti kegelapan dan kebodohan.
Ada banyak praktik ibadah atau tradisi yang dianggap bidah oleh kaum Wahabi. Sebut saja seperti maulid nabi, tawasul, istighasah, hingga ziarah makam nabi. Penulis buku ini mengupasnya dengan begitu detail sehingga pembaca bisa memahami berbagai hal tentang paham wahabi yang selama ini kerap melancarkan serangan kepada umat Islam sendiri. Biasanya, orang yang tidak sepaham dengan kaum wahabi, akan dianggap bidah atau sesat.
Dalam bukunya Fiqih Tradisi, Ahmad Bisyri Syakur menjelaskan, perayaan Maulid Nabi adalah salah satu cara efektif untuk mengumpulkan masyarakat Muslim dan memberikan nasihat kepada mereka agar dapat lebih semangat meneladani kehidupan Rasulullah saw. dan para sahabat untuk kehidupan mereka sekarang. Ahmad Bisyri menambahkan bahwa, maulid dalam bentuknya yang sekarang lazim dilaksanakan memang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah saw., namun bukan berarti termasuk hal bidah, jika dalam rangkaian acara Maulid Nabi tidak ada pekerjaan haram atau maksiat.
Terbitnya buku Menolak Wahabi diharapkan bisa menambah pengetahuan pembaca tentang berbagai penyimpangan ajaran Aswaja. Dalam buku yang banyak dijadikan rujukan dan pengajian di pesantren ini, Sayid Ahmad melancarkan bantahan atas pandangan-pandangan keliru yang dibangun oleh kaum Wahabi.
DATA BUKU:
Judul : Menolak Wahabi