Lihat ke Halaman Asli

Untung Wahyudi

Penulis Lepas di Beberapa Media Cetak dan Online

Sepotong Doa untuk Anak Bangsa

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judul: Doa untuk Anak Cucu

Penulis: W.S Rendra

Penerbit: Bentang Pustaka, Jogjakarta

Cetakan: Pertama, 2013

Tebal: 194 Halaman

Peresensi: Untung Wahyudi

Nama W.S Rendra bukanlah nama asing dalam jagat sastra Indonesia. Namanya sangat legendaris dengan karya-karyanya yang berkualitas dan memukau. Tidak hanya bahasa dan diksinya yang apik, tetapi pesan-pesan yang terkandung dalam karya-karyanya juga mampu meluluhkan jiwa pembacanya. Tak heran, jika beberapa karya puisinya sering menjadi bahan ajar atau bahan naskah lomba puisi dalam berbagai event.

Penyair yang memiliki nama lengkap Willybrondus Surendra Bhawana Rendra Brotoatmojo ini telah menerbitkan sejumlah buku puisi. Menurut data di Wikipedia.com, ada sekitar 12 judul buku puisi yang telah diterbitkan. Antara lain Balada Orang-Orang Tercinta, Blues untuk Bonnie, Sajak Sepatu Tua, dan beberapa judul lainnya.

Di antara beberapa buku yang telah terbit, ternyata ada beberapa puisi Rendra yang belum diterbitkan. Doa untuk Anak Cucu yang diterbitkan Bentang Pustaka adalah buku yang berisi puisi-puisi Rendra yang belum pernah dibulikasikan, baik di media atau buku. Buku yang didedikasikan untuk anak cucu bangsa ini memuat sejumlah puisi dengan beragam tema. Dari masalah nasionalisme, budaya korupsi, cinta kepada sang Pencipta, hingga rekam jejak kerusuhan Mei 1998 silam.

Sajak Bulan Mei 1998 di Indonesia adalah judul puisi Rendra yang menggambarkan tragedi yang pernah terjadi menjelang reformasi. Di saat sejumlah aktivis meneriakkan reformasi untuk melengserkan pemimpin Orde Baru yang berkuasa lebih dari tiga puluh tahun. Dalam sajak ini, Rendra begitu jelas melukiskan tentang bagaimana perjuangan anak bangsa, para aktivis untuk sebuah perubahan. Di saat mayat-mayat bergelimpangan dan darah bercampur mesiu senapan petugas yang menguar di udara.

Mari kita lihat petikan sajak tersebut: Aku tulis sajak ini di bulan gelap raja-raja/Bangkai-bangkai tergeletak lengket di aspal jalanan/Amarah merajalela tanpa alamat/Ketakutan muncul dari sampah kehidupan/Pikiran kusut membentur simpul-simpul sejarah (halaman 20).

Rendra juga dengan penuh satire menggambarkan sosok para politisi dalam sajaknya berjudul Politisi Itu Adalah. Dalam sajak ini, Rendra menggambarkan bagaimana sebenarnya sifat para politisi dengan aneka tipu dayanya. Politisi yang hanya pandai berbicara pada saat kampanye demi meraih simpati rakyat. Tetapi, janji tinggal janji. Begitu mereka duduk di kursi singgasana pemerintahan, mereka semua lupa dengan janji mereka.

Para politisi berpakaian rapi/Mereka turun dari mobil langsung tersenyum atau melambaikan tangan/Di muka kamera televisi mereka mengatakan bahwa pada umumnya keadaan baik, kecuali adanya unsur-unsur gelap yang direkayasa oleh lawan mereka/Dan mereka juga mengatakan bahwa mereka akan memimpin bangsa ke arah persatuan dan kemajuan (halaman 27).

Apa yang ditulis oelh Rendra dalam sajak tentang politisi itu memang benar adanya. Di zaman sekarang, tak ada seorang pun politisi yang tidak bermanis-manis wajah dan lidah. Mereka dengan begitu cerdiknya berbicara hingga berbusa-busa. Bahkan, sebagian ada yang menyerang lawan politiknya dengan membabi-buta. Semua dilakukan demi menarik simpati sesaat menjelang kampanye pemilihan legislatif atau pemilihan presiden.

Sajak-sajak Rendra yang ditulis pada medio 1998 ini masih sangat relevan dengan keadaan sekarang. Bahwa wajah para politisi, dari dulu hingga sekarang memang demikian adanya.

Sajak-sajak religius Rendra dalam buku ini juga mampu menyejukkan jiwa pembaca. Lewat sajak-sajak yang antara lain berjudul Doa, Gumamku, ya Allah dan Tuhan, Aku Cinta pada-Mu, Rendra ingin mengajak pembaca untuk meresapi kata-kata penuh makna yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Rendra menggambarkan bagaimana manusia seharusnya bersikap dan mengabdi pada sang Pencipta. Bahwa manusia adalah makhluk lemah yang tak sepantasnya untuk bersikap pongah.

Allah menatap hati/Manusia menatap raga/Hamba bersujud kepada-Mu, ya Allah!/Karena hidupku, karena matiku (Doa, halaman 5).

Kumpulan sajak setebal 100 halaman selain berisi sajak-sajak berkualitas hasil karya penyair yang memiliki julukan Si Burung Merak ini, juga dilengkapi biografi singkat WS. Rendra. Baik tentang masa hidupnya (Rendra meninggal dunia pada 2009), perjalanan kepenyairannya, hingga seputar karya-karyanya yang berkualitas dan melegenda yang banyak menjadi rujukan penyair-penyair muda dewasa ini. Selamat membaca! (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline