Pemberantas korupsi Indoensia ditengarai para aktifias anti korupsi memasuki babak baru. Pasca prcepatan pemecatan 57 pegawai Komisi pemberantasan korupsi (KPK). Tepat tanggal 30 September 2021 mereka secara resmi dipecat. Mereka dipecat karena tidak lolos Tes Wawasan kebangsaan (TWK) di KPK. Sekarang mereka sebagian ada yang diangkat jadi ASN di Kepolisian.
30 September tahun 1965 adalah gerakan penculikan dan pembunuhan yang sebagiannya adalah pasukan cakrabirawa pengawal presiden waktu itu. Kini tanggal yang sama dijadikan untuk memecat pegawai KPK. Kalau dulu tanggal 30 September 1965 para jenderal TNI angkatan darat (AD) dibunuh, maka pada tanggal yang sama di tahun 2021, yang berbeda selisih 56 tahun para "jenderal" pemberantasan korupsi pun "dibunuh" karirnya di KPK.
Novel Baswedan dan kawan-kawan disingkirkan dari habitatnya yaitu KPK. Dugaan saya mungkin agar mata rantai penanganan kasus korupsi besar seperti kasus bansos tidak terungkap secara tuntas. Perburuan Harun Masiku selama ini sepertinya menemui jalan buntu, padahal ada bekas anggota penyelidik KPK yang mempunyai informasi bahwa tersangka Harun Masiku berada di Indonesia sebagaimana dikatakan dalam acara diskusi di televisi. Tapi karena sudah tidak ada wewenang lagi kemudian dirinya tidak bisa mengeksekusi untuk menangkap.
Harun Masiku lenyap seperti letnan satu Dul Arief selaku komandan lapangan pasukan penculik para jenderal pahlawan revolusi yang sampai kini tidak tentu rimbanya. Memang dalam operasi intelijen orang yang tahu banyak harus dihabisi setelah tugasnya selesai.
***
Kini walaupun KPK berhasil menangkap wakil ketua DPR Aziz Syamsudin merupakan angota legislatif dari partai pendukung pemerintah yang kini resmi sebagai tersangka kasus korupsi. Serta menangkap kasus yang diduga dilakukan kepala daerah, seperti di Probolingo dan Banjarnegara. Tapi mereka bukanlah dari partai penguasa pendukung pmerintah seperti harun Masiku.
Kini nasib 57 pegawai KPK yang oleh seorang mantan pimpinan KPK dikatakan adalah orang-orang yang penuh integritasmasuk menjadi ASN atas tawaran iKapolri untuk masuk menjadi ASN di Polri. Sungguh tidak masuk di akal orang telah gagal tes di KPK kemudian ditarik ke Polri. Ataukah ini sengaja untuk memindah orang-orang kunci di KPK yang mengetahui kasus korupsi besar orang berpengaruh yang juga pembesar negeri ini untuk tidak bisa diusut?
Mungkin upaya memindahkan para pecatan pegawai KPK menjadi ASN Polri adalah agar mereka terpisah dari habitat sesunguhnya yaitu KPK. Dimana mereka ahli dalam soal pemberantasan korupsi. Bandingkan apabila para pecatan KPK itu masuk menjadi ASN Polri maka ada kmungkinan akan mudah di kooptasi dan dihegemoni oleh kekuatan eksekutif.
Jadi sebenarnya penanganan korupsi di Indonesia pasca 30 September 2021 bisa diduga memiliki dua muka. Pertama, keras terhadap para koruptor dari pihak yang berseberangan dengan penguasa. Kedua, lembek terhadap koruptor yang dekat dengan kekuasaan. Terutama mandul terhadap pelaku korupsi dari partai penguasa. Seperti kasus Harun Masiku yang sampai sekarang tidak bisa diendus oleh KPK seperti hilang "ditelan bumi". Apakah kasus harun Masiku itu sengaja dilindungi atau memang dimatikan untuk tidak terungkap.
Ke depan dengan melihat gelagat ketidaknetaralan dalam penanganan korupsi kita bisa menduga bahwa penanganan korupsi akan melakukan "tebang pilih" dalam pemberantasan korupsi. Dimana tajam pada pihak berseberangan dengan partai penguasa sebaliknya tumpul apabila berhubungan dengan penguasa.
***