Lihat ke Halaman Asli

Relawan Berpolitik adalah Agen Deparpolisasi

Diperbarui: 12 Maret 2016   12:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Relawan berpolitik itulah Agen Utama deparpolisasi yang sedang dibicaraan orang akhir-akhir ini. Istilah deparpolisasi ini menjadi hot news, awalnya mencuat dari ungkapan Sekretaris DPD PDI Perjuangan DKI Jakarta yang juga Ketua DPRD DKI Jakarta, tidak lama setelah Gubenur DKI Jakarta Basuki T Purnama alias Ahok memilih temannya yaitu "Teman Ahok" sebagai tim yang akan menjalankan "roda perpolitikan" untuk mengusungnyamenjadi Balongub, Cagub dan seterusnya di DKI Jakarta pada Pilkada 2017.

Singgungan tentang deparpoliasi ini juga dipicu oleh berbagai macam tulisan, komentar kasar dan keras di media sosial (medsos) oleh para Relawan Ahok yang tidak rela kalau jagoannya diusung oleh Partai. Perilaku yang dianggap tidak sopan yang dilakukan oleh Relawan Ahok  kepada partai adalah ketika Ahok memberi tenggang waktu sekitar seminggu kepada  PDI Perjuangan untuk menentukan sikap mengusungnya sebagai Cagub dan Djarot Syaiful Hidayat sebagai Cawagub (sebagaimana kondisi saat kini).

Berjalannya waktu Relawan Ahok tidak rela dan ingin mengusung sendiri jagoannya melalui jalur independen. Media sosial pun ramai dengan berbagai celotehan. Adapun yang menjadi akar kontroversi pada tahap ini antara lain Relawan Ahok memaikan medsos sebagai alat untuk curi strart kampanye dengan metode standar dalam perpolitikan yaitu promosi, agitasi, provokasi, argumentasi, empati, dan menyerang partai politik umumnya sebagai sarang banditlah, koruptorlah, gratifikasi, dan sebagainya. Sebaliknya para kader partai pun kemudian balik menyerang melalui posting-posting , komentar, tanggapan, dan balasan atas ekspresi relawan tersebut juga dengan promosi, agitasi, provokasi, argumentasi, empati, dan menyerang Relawan Ahok sebagai jongoslah, pekerja harianlah, relawan sogokan, disokong bos besar, dan sebagainya.

Perbantahan pun hingga menyinggung dan mengarah ke potensi konflik SARA. Keduabelah pihak antara Kader Partai dan Relawan sudah saling menyakiti, menimbulkan ketegangan sosial, hingga nada ancaman-ancaman yang memberikan gambaran akan terjadinya disintegrasi antar umat beragama, antar suku, antar ras dan isme masing-masing.

Dari uraian sekilas di atas dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya antara kader partai politik dengan relawan tertentu, dalam konteks ini tidak jauh-jauh bed kontennya:

  1. Strategi. Kader politik memiliki militansi dalam menegakan kebijakan strategi politik untuk mencapai cita-cita yang digariskan bersama. Demikian pula Relawan Tertentu juga militan dalam menegakkan strategi kebijakan untuk memenangkan jagooannya. Jadi deparpolisasi itu secara hakiki tidak ada bedanya bilamana gerakan partai disandingkan dengan gerakan relawan. 
  2. Organisasi. Partai Politik memiliki organisasi yang standar misalnya memiliki AD-ART. Relawan yang bersifat permanen juga memiliki organisasi yang standar. Kecuali Relawan yang sifatnya Ad Hock (sementara/ segelaran).
  3. Orang-orang. Mereka yang terlibat dalam partai maupun sebagai relawan sama-sama memiliki militansi dan motivasi yang kuat untuk mencapai targetnya.
  4. Biaya. Biaya partai maupun biaya relawan sama-sama ditanggung dengan gotong-royong.
  5. Legalitas. Dalam hal inilah yang membedakan Kelompok Relawan dengan Partai Politik dalam mengambil peran di dalam penyelenggaraan negara. Partai politik secara legal diatur oleh Peraturan Hukum dan Perundang-undangan dan memiliki peran lebih besar dalam mempengaruhi dan menentukan kebijakan pemerintah. Sedangkan Kelompok Relawan tidak memilik peran sekuat partai politik. Maksimal jadi "pembisik".

Dus, dalam pandangan saya ketika Kelompok Relawan dalam menjalankan pergerakannya mengikuti kaidah, norma, dan etika sosial yang masuk akan sehat dan santun, maka tidak akan menimbulkan masalah bagi masyarakat dalam berbangsa dan bernegara. Namun ketika Kelompok Relawan dalam melakukan kegiatannya memicu konflik sosial, melanggar etika dan norma yang dihargai , masyarakatbangsa dan negara, maka harus dilawan.

Akhirnya, munculnya pernyataan "deparpolisasi harus dilawan" adalah karena dipicu perang opini, sanjungan, pembanggaan pada tokoh tertentu yang dilakukan Kelompok Relawan tertentu dengan serta-merta diikuti oleh pernyataan-pernyataan menjelekkan, menyudutkan, merendahkan, emcurigasi, mendeskreditkan Partai Politik yang telah memiliki andil besar dalam proses tegaknya negara dan bangsa. 

Yang pasti relawan yang tidak rela disebut berpolitik sesungguhnya adalah politisi juga yang sedang memaikan politiknya untuk mencapai keinginan sejatinya. So deparpolisasi sejatinya merupakan ekspresi halus seorang relawan yang sedang berpolitik. Jadi ada tidaknya deparpolisasi  tergantung Anda dalam memberikan makna kata itu. Kecuali Negara melarang adanya partai politik? Maka  adanya Kelompok Relawan  adalah organisasi tanpa bentuk (OTB) yang punya militansi. Adanya dalam ketiadaan  alias organisasi " siluman". MERDEKA!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline