Mungkin, uang receh tidak terlalu berharga buat orang-orang yang kaya, tapi bagiku uang receh adalah masa depanku yang besar!
Aku terlahir di pulau garam, tepatnya di pedalaman kota Sumenep. Asin-manisnya hidup masih lebih banyak asinnya, sehingga pada tahun 2010 awal pertama masuk kuliah di surabaya, perubahan drasti sangat saya rasakan. kalau waktu di desa, uang receh Rp. 100,00 itu sangat berharga. tetapi di kota-besar khususnya di surabaya pada waktu itu, uang receh sering saya temui di jalan-jalan , depan toko dan di angkotan umum.
melihat uang yang seolah-olah tidak dicintai atau tidak dibutuhkan, aku merasa terhina. Sambil kuambil uang receh yang kutemui di jalan perempatan menuju kampusku, hati yang tak pernah keras suaranya seperti berteriak. "kenapa yang kecil itu tidak pernah mendapat tempat yang layak?"
sampai di kos, kuambil uang receh di saku celanaku. Ada tiga uang receh, satu Rp. 100,00 dan dua Rp. 200,00. kugenggam tiga uang receh tersebut dengan sangat erat, sambil kupejamkan mata. "Uang kecil untuk masa depanku yang besar!"
kubuka mataku pelan-pelan, dipojok kamar kosku ada celengan uang yang kubeli pertama kali saat sampai di Surabaya untuk menabung uang receh kembalian saat membeli sesuatu dan uang receh yang kudapat di jalanan. sampai hari celengan yang berbentuk tabung sudah nyaris penuh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H