Lihat ke Halaman Asli

Radikalisme, Ekstrimisme Musuh Kita Bersama

Diperbarui: 10 Agustus 2024   16:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi

Opini Ini Ditulis oleh Mudhafar Anzari. SH.MH, Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Aceh.

Mendikbudristek RI melaksanakan kegiatan TOT RAN PE (Rencana Aksi Nasional Penanggulangan Ekstrimisme) melibatkan Dosen MKMK dari seluruh PTN dan PTS Indonesia sejak tanggal 6-9 Agustus 2024 di Jakarta.

ToT RAN PE dimaksudkan sebagai upaya pencegahan penyebaran paham radikalisme ekstrimisme yang mengarah pada perilaku aksi terorisme di lingkungan Perguruan Tinggi, melalui keterlibatan civitas akademika sebagaimana tertuang dalam Perpres Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstrimisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme.

Peserta disajikan materi penguatan wawasan kebangsaan, pencegahan ekstrimisme berbasis keluarga, radikalisme kelompok paham ekstrimisme di perguruan tinggi, deradikalisme. 

ToT semakin menarik saat peserta di pertemukan langsung bercerita dan berdiskusi kepada pelatih  yang sudah banyak melatih anggota jihadis di berbagai negara, para eks-napiter, dan korban yang terpapar paham radikalisme.

Namun demikian, mereka yang dihadirkan ini telah insaf dan taubat kembali dalam pangkuan ibu pertiwi.

Motif apa, mengapa, bagaimana proses perekrutan, pembinaan anggota dan perilaku yang telah terpapar paham radikalisme, seperti perilaku mudah mengkafirkan, menolak Pancasila sebagai dasar bernegara, menolak perbedaan, mengasingkan diri dari lingkungan, ekslusif, menghalalkan darah yang tidak sepaham dengan kelompok ini. Alm. Buya Syafii Maarif menyebutnya sebagai "teologi maut".

Hal yang patut kita sadari selaku Dosen dan Pemangku kebijakan di Perguruan Tinggi adalah mahasiswa memiliki semangat muda berapi-api, motivasi tinggi mencari kebenaran tetapi lemah fondasi keagamaan, sehingga menjadi makanan empuk masuknya paham teologi maut ini. Bahkan, sekaliber Dokter pun korban paham teologi maut.

Faktor lain, seperti keluarga broken home, fatherless, ketiadaan family time, juga menjadi pemicu sehingga anak terpapar paham teologi maut. Hal ini diutarakan oleh korban dimana dirinya mencari apa itu Islam dari sumber linimasa sejak umur 16 tahun. 

Maka, kita sebagai orang tua kesibukan pekerjaan adalah tantangan bagaimana kita mampu memberikan waktu terbaik dan bermakna, bersama keluarga kecil nan penuh keceriaan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline