Ilustrasi - mengonsep bisnis (Shutterstock)
Bisa jadi situasi ini pernah kita alami, coba-coba usaha atau usaha coba-coba?
Jika kamu dari latar belakang orang yang "cukup makan dan cukup tidur", kamu lebih memiliki jiwa bisnis dan petualang berbeda dengan pedagang di pasar tradisional. Kamu lebih banyak melakukan pertemuan-pertemuan kecil di mana dan kapan pun kamu mau, juga mengedepankan komunikasi interaktif, membangun kepercayaan dan kesepakatan yang sehat. Namun jika terbalik, celakalah kamu yang mabuk akan nama besar orang tuamu! #cubitan pedas tanpa bekas
Dari ribuan usaha perorangan, rumah-tangga atau UKM yang ada saat ini, hanya beberapa saja yang "selamat" melewati 2 tahun awal masa-masa kritis selebihnya rontok sebelum tahun pertama oleh seleksi alam. Banyak orang memulai usaha karena dorongan emosional dibanding rasional, ini terjadi dan banyak di sekitar kita. Tanpa disadari modal dan waktu banyak terbuang dengan hasil yang 50:50 lebih mengandalkan faktor keberuntungan, semuanya lebih pada keterpaksaan.
Di sela-sela gerimisnya hujan, Raka Okre berbagi cerita...
Jika kamu memang niat memulai sebuah usaha, apa pun itu jenis usahanya jangan terburu-buru untuk dikerjakan. Duduk dan bersantailah sejenak untuk menguraikan beberapa pertanyaan kecil di bawah ini:
• Seberapa bergairahnya saya ingin memulai sebuah usaha?
• Apakah saya mencintai jenis usaha ini?
• Berapakah modal usaha yang saya miliki? Dalam bentuk apa?
• Apakah saya memiliki kecakapan di bidang ini?
• Sanggupkah saya melakukannya sendirian?
• Jika saya bermitra, dapatkah mereka diandalkan?
• Apa yang akan saya jual; produk, kemasan, desain, konsep ataukah gabungan di antaranya?
• Jenis usaha yang saya jalani ini pionir ataukah follower?
• Bidikan pasar saya; premium, middle ataukah low-end?
• Bagaimana jalur distribusi, monitoring dan kontrolingnya?
• Seberapa banyak kompetitor saya? Ada di mana? Dan apa yang membuat usaha mereka menjadi pilihan konsumen?
• Berapakah prosentase market share yang dapat saya ambil?
• Siapkah saya menghadapi tekanan kerja? Bagaiamana caranya saya melewati?
• Dan yang terakhir, dapatkah saya menjaga semangat kerja ini dan tetap mencintainya?
Jika sudah mantap, lihat lagi urutan pertanyaan di atas, mungkin saja ada yang terlewat atau tidak tertulis. Ini dilakukan bukan untuk membuat kamu ragu memulai awal yang baru, melainkan untuk menumbuhkan minat, tanggung-jawab dan penghormatan atas hasil kerja kerasmu...Oh ya jangan lupa untuk menikmati tiap momennya ya.
"Daripada hanya menjadi penonton dan menduga-duga, mungkin ada baiknya menjadi layang-layang dan masuk di dalam lingkaran badai...."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H