Lihat ke Halaman Asli

Hamil Tanpa Derita

Diperbarui: 25 Juni 2015   02:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Status FB seorang teman malam ini begitu memiriskan hatiku. Temanku ini dalam keadaan hamil dan kepayahan di kereta, berharap ada seorang perempuan muda yang mau merelakan tempat duduknya untuk ia duduki. Sayangnya, sang nona mengacuhkannya dan bergeming karena merasa kursi itu adalah haknya semata.

Aku jadi teringat dengan pengalaman dua kehamilanku dulu,  hampir 14 tahun dan 11 tahun yang lalu.

Mungkin buat sebagian teman tidak akan menjadikan hal ini sebagai sesuatu yang istimewa. Apa sih luar biasanya wanita hamil? Baru akan luar biasa bila pria yang hamil. Bukan begitu?

Tapi biarlah aku mencatatnya sebagai suatu pengalaman pribadi, karena aku belum pernah mendokumentasikannya baik dalam bentuk tulisan, juga foto. Sekaligus berbagi padamu, kawan....

Hamil anak pertama.

Dalam usia kehamilan 6 minggu, aku mengalami pendarahan yang mengharuskanku untuk bed rest. 2 minggu tak ada perubahan berarti dan aku tetap blooding, membuatku mengambil keputusan untuk memeriksakan diri pada dokter yang berbeda.  Baru kutemukan jawabannya: aku hamil kembar 3. Seleksi alam di dalamnya mengakibatkan hanya satu janin yang bertahan dan 2 lainnya melepaskan diri dalam bentuk darah itu. Subhanallah.

Pada bulan ke 5 dokter sudah memvonis bahwa aku tidak bisa melahirkan secara normal dan harus menempuh jalan sectio karena placenta previa, dan saat usia kehamilan 32 minggu mengalami pendarahan sehingga bayi harus segera dikeluarkan. Anak lelakiku lahir saat aku baru saja ‘nujuh bulan’, ritual acara saat seorang ibu memasuki usia kehamilan 7 bulan, dan aku bahkan belum menyiapkan selembar popok pun untuk anakku.

Hamil anak kedua.

Pada usia kandungan 5 bulan aku harus masuk rumah sakit karena penyakitku yang lain, saluran esophagus-ku menyempit. Aku harus di-endoscopy dan saluran makanan yang menyempit itu ditiup untuk membesarkannya agar makanan atau minimal minuman bisa melaluinya. 4 bulan berikutnya asupan makananku hanyalah makanan cair serupa susu yang harus aku konsumsi 3 kali sehari atau kapan saja bila lapar. Nyaris tak ada makanan padat yang bisa aku konsumsi karena tak akan bisa melalui saluran sempit itu. Kalau kupaksakan, itu hanya untuk memuaskan lidah, karena makanan itu akan keluar dengan sendirinya saat aku tidur atau rebah, dan keluarnya melalui saluran mana yang tengah terbuka. Bila mulutku terkatup saat tidur, maka makanan itu akan keluar melalui hidungku. Terbayang? Tak usah dibayangkan.

Dokter kandunganku harus memvonisku untuk sectio kembali karena melihat kondisiku. Dan saat tindakan dilakukan, tim menyertakan satu dokter lagi yang biasanya tak perlu diikutkan dalam proses kelahiran caesar, internist.

Kawan...

Mau tahu apa yang kurasakan pada kehamilanku itu?

Aku nyaris tak merasakan penderitaan apapun. Kehamilan pertama dan kedua-ku itu tidak menimbulkan rasa sakit apapun untukku. Aku hanya mengalaminya, tanpa merasakan sakitnya. Aku bisa bercerita banyak tentang pengalaman kehamilanku, tapi tak bisa berbagi tentang bagaimana rasanya.

Hamilku benar-benar kebo!

Itu julukan bagi ibu hamil yang tidak merasakan beban, kerepotan, kesulitan, kesakitan atau apapun bentuk penderitaan selama kehamilannya. Itu yang terjadi padaku.

Aku tidak mengalami apa itu yang disebut ngidam, aku tidak mual, tidak mengalami kelelahan yang berarti, tidak merasa berat dengan membuncitnya perut dan bertambahnya berat badan, tidak mengalami apa yang biasanya terjadi pada trimester pertama kehamilan seorang ibu. Aku masih tetap mengendarai mobil (baca: menyetir sendiri) sampai usia kehamilanku 8 bulan (Hey, itu bukan hobby, tapi hanya karena aku merasa biasa saja) dan sudah menyetir kembali 2 minggu setelah melahirkan.

Aku bahkan mencari dimana rasa sakit yang kata beberapa teman akan begitu terasa saat dokter menyuntik tulang belakang dalam posisi membungkuk seperti udang untuk anestesi saat akan operasi.  Tak kutemukan.

Aku hanya terpaksa mengganti hak sepatu yang biasanya 7 dan 9 cm itu menjadi cukup 3 cm saja.

Kawan...

Kesimpulanku dari semua itu adalah: hamil itu nikmat!

Itu saatnya orang memperhatikan kita secara lebih. Orang menjadi lebih ramah ke kita. Orang tak kenal pun bisa tiba-tiba menyapa dan bertanya: hamil anak keberapa,bu? Berapa bulan, bu? Ahaaay.. Bukankah itu hal menyenangkan?

Sempat aku berfikir, kenapa Tuhan begitu baik padaku? Ia memberiku aneka pengalaman dan kejadian pada kehamilanku, namun meringankanku dari rasa sakit yang harusnya timbul selama kehamilan. Ia beri kemudahan untukku dan anakku dengan ASI yang melimpah. Alhamdulillah, mengingat apa yang menjadi asupanku selama 4 bulan terakhir, rasanya tidak mungkin aku memiliki stok ASI dihamilku yang kedua.

Apakah mungkin karena aku pernah memberikan tempat dudukku pada seorang ibu hamil saat aku dalam perjalanan ke kantor dalam sebuah bus? Mungkin benar karena itu ya? Karena rasanya aku tidak banyak berbuat baik pada orang, jadi satu-satunya kebaikanku pada seorang ibu hamil, sangat begitu ku ingat. Soalnya perbuatan baikku yang lain, eng-gak-a-da-la-gi-ha-ha-ha.. (ini ekspresi yang keliru, harusnya malu, bukan terbahak)

So, sahabatku Reni....

Aku jadi kasihan pada nona itu. Kalau saja dia pernah mendengar cerita ku ini, dia mungkin akan merasa beruntung bila dia rela membagi kursinya padamu, karena siapa tahu, Tuhan menyimpan sebuah keringanan untuknya nanti bila dia tengah mengalami apa yang sedang kau alami saat ini.

Karenanya, tak apa kan bila aku membaginya pada kawan lain tentang cerita ini, agar tak segan memberi kursi bagi ibu hamil di kendaraan umum. Kalaupun balasannya tidak untuk dirimu, siapa tahu mungkin untuk istrimu, atau calon istrimu, atau kakak/ adik perempuanmu, atau keponakan perempuanmu, atau perempuan yang kau kasihi, siapapun itu ;-)

Catatan Tuhan komplet kok, walau hanya untuk sekadar kebaikan kecil seperti itu.

Kepadaku, Tuhan memberikan variasi pada kehamilanku, tanpa menyertakan rasa sakitnya untukku. Untukmu, insya Allah Ia akan memberikan keringanan juga, entah untuk bagian yang mana. Percayalah.

Selamat berbuat baik untuk ibu hamil....

uniqqo@cibubur, 25.01.11

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline