Pekerja kesehatan pencapaian untuk kualitas pelayanan dan kualitas hidup Pekerja kesehatan adalah komponen yang penting dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang berkualitas (diperkira jumlah mereka diseluruh dunia adalah sekitar 35 juta, tahun 1998), pengakuan tersebut ditegaskan karena peranan mereka yang sangat penting dalam pelayanan kesehatan yang tidak hanya berhubungan dengan pencegahan penyakit tetapi juga berhubungan dengan upaya-upaya peningkatan dan perbaikan kesehatan fisik dan mental masyarakat. Pelayanan yang berkualitas tersebut hanya bisa diberikan oleh pekerja kesehatan yang berkualitas pula, yang artinya bahwa mereka adalah pekerja kesehatan yang terlatih dan memenuhi standar-standar profesionalisme yang telah ditetapkan dan juga memiliki dan mendapatkan kondisi-kondisi dan syarat-syarat kerja yang berkualitas. ILO (International Labour Organisation) dalam laporan mereka mengenai “Discussion at Joint Meeting on Term and Employment and Working Condition in Health Sector Reform, 1998”, mengatakan bahwa dampak dari reformasi sektor kesehatan adalah pada para pekerja kesehatan dan implikasinya terhadap pekerjaan dan upah, hubungan industrial, kondisi dan syarat-syarat kerja dalam pencapaian secara umum di sistem kesehatan dipandang dari hubungannya antara kebijakan kesehatan, kesehatan manusia dan ekonomi. Secara implisit dapat dikatakan bahwa reformasi sektor kesehatan hendaknya memperhatikan dan mempertimbangkan aspek-aspek yang tidak hanya pertumbuhan ekonomi tetapi juga perbaikan nilai-nilai sosial dan kemanusian, dan juga bagaimana kondisi dan syarat-syarat kerja para pekerja kesehatan yang diberikan haruslah mencerminkan dan menghormati prestasi dan kualitas profesionalisme mereka sehingga mereka mampu memenuhi tanggungjawab dan peran penting mereka dalam memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Karena didalam Konvensi ILO No. 149/1977 tentang Personel Keperawatan (Nursing Personnel) dikatakan di pasal 6 bahwa “persone keperawatan haruslah menikmati syarat-syarat dan kondisi kerja yang setidaknya sama dengan para pekerja lainnya di negara yang bersangkutan”, dan hal ini adalah: (a) jam kerja, yang meliputi aturan dan kompensasi kerja lembur, jam tambahan lainnya (diluar jam kerja) dan kerja shift; (b) istirahat (libur) mingguan; (c) cuti tahunan yang dibayar; (d) cuti pendidikan; (e) cuti maternitas; (f) cuti sakit); (g) jaminan sosial. Definisi Quality of Work Life Ada 4 hal yang mendasari definisi Quality of Work Life:
- Keselamatan kesehatan kerja dan lingkungan (occupational health Safety and Environment (OHSE);
- Jam kerja yang sesuai (suitable working time);
- Upah yang layak sesuai dengan kebutuhan hidup (apropriate salary – living wage);
- Pelatihan untuk peningkatan pengetahuan dan ketrampilan (Training to improve skills and knowledge);
- Keikutsertaan dalam proses pengembangan dan keputusan dalam perbaikan kualitas pelayanan tempat kerja (Participate in the planning process for the development quality of work and decision making)
Definisi tersebut merefleksi perlakuan pada para pekerja sebagai stakeholder perusahaan daripada sebagai beban biaya yang harus dikontrol. Definisi tersebut adalah juga suatu siklus pencapaian high quality workplaces, a good quality of working life for individual workers and his/her family, dan tentunya pada pencapaian high-quality organizational performance. Keselamatan kesehatan kerja dan lingkungan (occupational health Safety and Environment (OHSE) Para pekerja mempunyai peranan & kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan, dimana dengan berkembangnya IPTEK dituntut adanya Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan mempunyai produktivitas yang tinggi hingga mampu meningkatkan kesejahteraan dan daya saing di era globalisasi. Berdasarkan data dari UNDP, salah satu indikator kualitas SDM adalah Indeks Kualitas Hidup (Human Development Index =HDI) yang ditentukan oleh 3 faktor yaitu pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Pada tahun 2000, Indonesia berada pada urutan ke 109 dari 174 negara di seluruh dunia. Dikawasan ASEAN, Indonesia berada pada urutan ke 7 dari 10 negara diatas Kamboja, Laos, Myammar.Di era globalisasi dan pasar bebas AFTA 2003, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu pesyaratan yang ditetapkan dalam hubungan antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh anggota termasuk Indonesia. Ada 3 hal yang perlu diperhatikan dalam Occupational Health Safety and Environment (OHSE): 1. Lingkungan fisik tempat kerja
- Apakah tempat kerja sudah sesuai dengan kebutuhan pekerja dalam melaksanakan peran dan fungsinya?
- Apakah ada alat-alat perlindungan yang disediakan (kualitas dan jumlah yang dimiliki)?
- Akses atas informasi OHSE?
- Apakah pekerja terlindungi atas perlakukan/tindakan kekerasan dan stress di tempat kerja (workplace violence and stress – suicide, attack, beating, mobbing, bullying, harassment, kicking)
Seperti gambar dibawah ini yang diambil dari sumber: ILO, ICN, WHO, PSI – Workplace violence in the health sector, synthesis report 2002 (bisa didownload disini) 2. The attitude of management : - Apakah memiliki dan menerapkan kebijakan OHSE? - Ketersediaan sumber-sumber dan dukungan yang layak bagi pelaksanaan OHSE ditempat kerja? - Pencegahan dan perlindungan pekerja atas terjadinya pelanggaran OHSE ditempat kerja? Sakit, trauma, cacat, meninggal! 3. Training tentang keselamatan dan kesehatan kerja Jam kerja yang sesuai (suitable working time) Kerja dan kehidupan haruslah memiliki keseimbangan yang setara, kadang pekerja tidak peduli waktu hanya untuk mengejar kebutuhan setoran guna untuk mencukupi kebutuhan hidup. Akhirnya prinsip atas keseimbangan antara kerja dan menikmati kehidupan menjadi kabur (8 hours of work, 8 hours of rest and 8 hours of recreation) ILO sejak awal berdirinya telah menegaskan melalui Konvensi No. 1/1919 bahwa waktu kerja adalah 8 jam perhari, kemudian melalui UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 77 menegaskan bahwa jam kerja adalah 40 jam/minggu. Upah yang layak sesuai dengan kebutuhan hidup (apropriate salary – living wage) Upah menunjukkan penghasilan yang diterima oleh pekerja sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilakukannya. Bagi pekerja upah merupakan sumber utama penghasilan, dan upah juga merupakan satu-satunya sarana matapencaharian yang berdampak pada standar hidup para pekerja, status mereka didalam masyarakat dan jaminan ekonomi di masa depan. Bagi pengusaha, upah adalah biaya untuk penggunaan jasa tenaga kerja yang merupakan suatu komponen PENGELUARAN dari suatu bagian biaya produksi. Oleh karena sebagai bagian dari biaya tenaga kerja (produksi) upah mempengaruhi posisi manajemen peningkatan biaya produksi, efisiensi para pekerja dan kemampuan memperoleh keuntungan dari operasi perusahaan. Bagi Negara upah dapat menjadi tolak ukur atas kemampuan daya beli masyarakat yang menentukan tingkat yang tinggi arah dari ekonomi nasional. Makanya berapa besar upah para pekerja sektor kesehatan, khususnya perawat?
The vast majority of nurses would prefer to work in their home countries, if they could at least earn a living wage (PSI-UNISON Research for Migrant Health Care Workers “Who Cares?”) pernyataan ini disampaikan oleh para perawat yang banyak meninggalkan negaranya untuk menjadi tenaga kerja kesehatan di negara lain, bahwa bilamana upah mereka lebih baik dari negara dimana mereka bekerja saat ini mereka lebih memilih bekerja dinegara sendiri.
Upah menurut ukuran kehidupan (living wage), secara sederhana dapat dijelaskan bahwa upah yang diterima oleh pekerja hendaknya mencerminkan pemenuhan kebutuhan para pekerja dalam menghadapi kehidupan sehari-hari yang layak (decent life), ditentukan antara lain berdasarkan:
- Konsumsi makan sehari dengan cakupan gizi/diet yang seimbang;
- Pembelian kebutuhan-kebutuhan hidup lainnya (pengeluaran aktual rumah tangga untuk berbagai barang dan jasa);
- Perubahan-perubahan dalam biaya hidup – barang dan jasa (inflasi, kenaikan harga bahan dasar/minyak, dll);
- Biaya rumah/sewa rumah, transportasi;
- Tabungan
Pelatihan untuk peningkatan pengetahuan dan ketrampilan (Training to improve skills and knowledge) Skill dan training akan meningkatkan prestasi kerja para pekerja, dan tentunya akan membantu mereka dalam pencapaian tuntutan kualitas pelayanan (sebagai qualified workers). Skill dan training adalah merupakan bentuk investasi human resource bagi perusahaan, dimana perusahaan mampu memenuhi kepentingan produktifas dan kompetisi atas peningkatan tuntutan pasar (layanan). Pertumbuhan pelayanan kesehatan menunjukan peningkatan yang signifikan, dan sebagai dampak dari pertumbuhan itu bertumbuhlah pula “industri-industri kesehatan” nasional ataupun global (global health care). Karena pertumbuhan itu selain terjadi perubahan struktural sistem kesehatan terjadi pula perubahan pada tempat kerja dan tuntutan kualitas pelayanan (skill dan pengetahuan) yaitu melalui peningkatan teknologi diagnostik yang berpengaruh pada tuntutan ketrampilan baru dan spesialisasi. Keikutsertaan dalam proses pengembangan dan keputusan dalam perbaikan kualitas pelayanan tempat kerja (Participate in the planning process for the development quality of work and decision making) Banyak penelitian/studi menjelaskan bahwa komunikasi dan respect terhadap pekerja akan meningkatkan kepuasan ditempat kerja dan memberikan penilaian yang positif suasana lingkungan tempat kerja. Kondisi yang saat ini dihadapi adalah bahwa dimana manajemen mengambil keputusan sementara pekerja melaksanakan pelayanan kesehatannya dengan menggantinya dengan pengintegrasikan cara bekerja bersama dengan para pekerja atas keterlibatan dalam setiap pengambilan keputusan. Keterlibatan para pekerja dipandang penting dalam setiap pengambilan keputusan dikarenakan kepentingan dalam merekrut tenaga kerja baru dan mempertahankan ketrampilan pekerja (pekerja lama), mengurangi jumlah pekerja yang absen dan peningkatan kemampuan organisasi/institusi dalam menghadapi perubahan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan membuka peluang komunikasi yang efektif, keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan dan pemberian kesempatan peningkatan pendidikan dan ketrampilan setiap individu, mungkin para pekerja mengatakan bahwa kemungkinan tersebut adalah mustahil atau tidak mudah, tetapi keinginan yang kuat dari pemilik modal atau manajemen (rumah sakit/lembaga kesehatan) memungkinan pencapaian yang bersamaan produktifitas (business profit) and pencapaian tujuan, tingkat harapan dan keinginan atas kehidupan yang lebih baik para pekerjanya. Kualitas tempat kerja yang baik = kualitas hidup baik Kita juga percaya bahwa kehidupan layak (decent life) adalah kehidupan yang berkualitas dimana manusia mampau memenuhi kebutuhan hidup dan mendapatkan keseimbangan antara kerja dan kehidupan keluarga (pribadi). Menurut Abraham Maslow setiap individu memiliki kebutuhan-kebutuhan yang tersusun secara hirarki dari tingkat yang paling mendasar sampai pada tingkatan yang paling tinggi. Setiap kali kebutuhan pada tingkatan paling rendah telah terpenuhi maka akan muncul kebutuhan lain yang lebih tinggi. Pada tingkatan yang paling bawah dicantumkan berbagai kebutuhan dasar yang bersifat biologis, kemudian pada tingkatan lebih tinggi dicantumkan berbagai kebutuhan yang bersifat sosial. Pada tingkatan yang paling tinggi dicantumkan berbagai kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri. Pekerja Kesehatan adalah Human Resource Pekerja kesehatan adalah human resource, yang berarti bahwa mereka adalah manusia yang terdidik, memiliki ketrampilan yang berdasarkan pada standar-standar profesionalisme dan yang paling mendasar adalah mereka memiliki kebutuhan hidup. Menyadari nilai yang saling dimiliki antara kepentingan profit dan penghormatan akan martabat para pekerja tentunya bisa dicapai quality of work life and improve of services:
- mempertahankan daya saing dan mempertahankan brand-image perusahaan
- mendorong investasi domestik dan internasional ke dalam sektor pelayanan kesehatan;
- mendorong terjadinya perbaikan-perbaikan dalam produktifitas dan pembagian keuntungan;
- memastikan pencegahan dan penyelesaian konflik-konflik perburuhan secara adil;
- mempertahankan/menarik sumber daya manusia yang berkualitas
- mendorong upaya berbagi komunikasi dan informasi dalam pencapaian bersama harapan-harapan yang dimiliki (mengkorfirmasikan persamaan pandangan dan mempersempit kesenjangan yang ada)
Oleh karena peran profesional tidak harus menghambat pekerja kesehatan dalam hal ini khususnya perawat untuk memperbaiki taraf upah atas profesinya sendiri. Profesi kesehatan adalah profesi yang mulia, memperbaiki kualitas hidup dan menyelamatkan kehidupan, maka hendaknya jurang pengupahan antara profesi kesehatan disektor ini sangat tinggi, khususnya antara dokter dan perawat, dapat didekatkan sehingga pencapaian qualitas tempat kerja yang baik dapat dinikmati setara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H