Awal mula belajar di rumah karena Covid 19disambut antusias oleh para siswa karena tidak harus berangkat pagi ke sekolah. Selanjutnya mereka mulai menyadari bahwa anggapan itu adalah sebuah kesalahan, bahwa ternyata yang dianggap sebagai liburan bukanlah seperti yang dibayangkan, akan tetapi real torture berupa tugas-tugas yang bermunculan dan berentetan, satu belum selesai, muncul yang lain terus menerus tanpa diiringi penjelasan yang lengkap terkait dengan materi tersebut. Belum lagi tidak ada uang saku, ditambah lagi rasa kebosanan yang diam-diam menyelinap hingga siswa mulai merasa ini bukanlah sesuatu yang mereka inginkan.
Idealnya, belajar online itu dipersiapkan beberapa minggu atau beberapa bulan sebelum terlaksananya pembelajaran tersebut. Kenapa? Karena harus menyiapkan video pembelajaran, materi pembelajaran berupa file digital, tugas digital, dan design platform online learning. Tapi karena situasi Covid 19 yang berbeda, ini seperti menerjunkan parapendidikdi medan perang tanpa ada persiapan yang memadai.
Mereka harus berjuang di medan perang tanpa memiliki senjata lengkap untuk melancarkan aksinya, dimana peperangan itu pun datang secara tiba-tiba. Tiba-tiba pendidik harus merubah lesson plan yang telah disiapkan untuk satu semester agar sesuai dengan situasi belajar online, tiba-tiba pendidik harus terus berada di depan laptop dan HP untuk memantau situasi belajar anak didik dan mengoreksi begitu banyak tugas-tugas yang masuk, diiringi segala kerepotan di rumah karena sekarang anak-anak mereka yang semula beraktifitas di luar rumah, sekarang juga harus study at home dan mendapat tugas dari gurumereka sehingga peran bertambah, menjadi guru 'anak orang lain' dan guru 'anak sendiri'.
Lockdown di Sekolah & Kampus mengharuskan para pendidik terjun ke medan perang tanpa persiapan cukup sehingga tidak heran apabila terdapat kekurangan-kekurangan yang ditemukan dalam proses pembelajaran. Apalagi banyak para pendidik yang kurang familiar dengan teknologi-teknologi pendidikan yang mendukung pembelajaran online sehingga banyak ditemukan ketidak sempurnaan dalam proses pembelajaran. Tapi seiring waktu, para pendidik akhirnya bisa beradaptasi mulai dari menggunakan Zoomhingga Google Classroommeskipun dengan segala keterbatasan yang ada, meskipun belum tentu semua pendidik menerapkan itu dengan segala keterbatasan yang ada.
Pendidik yang tidak akrab dengan teknologi pendidikan akan merasa kesulitan berada dalam pusaran digital learning ini, sedangkan pendidik yang familiar dengan teknologi semacam itu belum tentu memiliki waktu yang cukup untuk mendesain materi pembelajaran online yang tepat. Apa yang dilakukan menteri Nadiem Makarim patut diapresiasi. TVRIdiharapkan dapat mengatasi permasalahan terkait solusi internet yang yang kurang tersedia dan memberi video ilustrasi pembelajaran yang interaktif.
Training bagi para pendidik untuk meningkatkan kualitas pendidikan selama wabah ini memang penting, terlepas dari tantangan yang muncul - apakah para pendidik punya waktu untuk belajar training di saat yang sama harus koreksi tugas-tugas siswa dan desain belajar online?
Karena situasi ini serba chaos atau berantakan, sehingga untuk berharap digital learning ini berjalan sesuai standard yang seharusnya kurang bisa memungkinkan untuk terjadi. Yah namanya juga musibah, mau tidak mau harus memahami segala keterbatasan yang ada, yang penting selalu belajar memperbaiki kualitas diri, mengevaluasi diri dan melakukan yang lebih baik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H