Lihat ke Halaman Asli

Menakar Kemiskinan Kultural

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Seiring dengan berkembangnya jaman dan peradaban manusia standar kemiskinan suatu bangsa juga mengalami peningkatan, salah satunya yang digunakan dalam menakar hal itu adalah pendapatan per kapita per hari. Untuk Indonesia jika menggunakan standar bank dunia meningkat dari US $ 1 per hari menjadi US$ 2 per hari atau setara dengan Rp. 26.000,- per hari atau Rp. 780.000 per bulan  (tahun 2015 kisaran kurs US$ 1= Rp 13.000,-). Jika suatu  keluarga dengan seorang istri dan dua orang anak maka pendapatan seorang kepala keluarga setidaknya di atas Rp. 104.000,- per hari atau Rp. 3.120.000 per bulan jika tidak ingin disebut miskin.

Perkembangan terakhir berdasarkan laporan bank dunia yang masih menggunakan patokan US$ 1 per hari menunjukkan Indonesia berhasil menurunkan angka kemiskinan dari 24% pada tahun 1999 menjadi 11,4%  pada awal tahun 2013, namun tingkat penurunan kemiskinan mulai melambat, pada tahun 2012 dan 2013 kemiskinan turun hanya 0,5% tiap tahun terkecil dalam dekade terakhir ( bank dunia, oktober 2014).

di luar angka di atas ternyata banyak penduduk Indonesia hidup di atas garis kemiskinan dan rentan jatuh miskin, hal ini dapat dilihat dari banyaknya penduduk yang berhasil keluar dari kemiskinan namun masih sedikit di atas garis kemiskinan. Pada tahun 2013 sekitar 28 juta penduduk hidup di bawah Rp. 293.000,- per bulan, selain itu 68 juta penduduk hidup sedikit di atas angka tersebut, kejadian kecil bisa dengan mudah membuat mereka jatuh miskin, dan memang banyak keluarga keluar masuk dari perangkap kemiskinan. Berdasarkan data tahun 2010 hampir setengah penduduk miskin tidak miskin pada tahun sebelumnya.

Kalau menggunakan perangkap standar kemiskinan di atas US$ 2 per hari maka angka diatas akan bisa jadi jumlah penduduk miskin menjadi dua kali lipat dari laporan bank dunia itu dan tentunya yang sedikit di atas batas garis kemiskinan juga mengalami kondisi yang masih rawan jatuh kembali kebawah garis kemiskinan.

Di lihat dari gejala penyebab kemiskinan kita banyak tahu bahwa ada dua kategori yang bisa dipahami, yakni penyebab struktural dan penyebab kultural.  Penyebab struktural merupakan penyebab eksternal dari penyandang kemiskinan itu sendiri yang merupakan ketiadaan akses/ kesempatan untuk mengakumulasikan basis kekuasaann sosial misalnya modal, aset, tanah, perumahan, peralatan, kesehatan, sumber keuangan, jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan,  kesempatan tersebut seolah-olah tertutupi bagi masyarakat miskin.  Kemiskinan struktural ini  terjadi adanya sumber daya ekonomi, politik, dan teknologi dikuasai oleh sebagian kecil orang saja, sebagian yang lebih besar terpinggirkan akibat pada sistem ekonomi yang berlaku di suatu negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline