Lihat ke Halaman Asli

Halim Malik

Pendidik

Eco-feminism (Salah Satu Perspektif Analisis Lingkungan) #3#

Diperbarui: 25 Juni 2015   19:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Walaupuneko-sosialis memandang masalah tersebut dari segi kapitalisme, eko-anarkis memandang dari segi struktur-struktur dominasi dan kontrol, eko-feminis memandang masalah dunia yang sakit (insane) secara ekologis terutama dalam patriarchy dan akibat-akibatnya (Mellor 1992; Shiva 1989; Merchant 1980; Plumwood 1993). Dari sudut pandang ini struktur-struktur penguasaan, penindasan dan kontrol yang menyebabkan masyarakat penuh persaingan (kompetitif), serakah dan eksploitatif. Masyarakat patriarchal akhirnya terbukti unsustainable, dan menyebabkan malapetaka lingkungan yang terbukti tidak dapat dihindarinya.

Jadi, perubahan yang menurut eko-feminis diperlukan adalah perubahan yang diwujudkan   dalam gerakan feminis, dimana struktur-struktur patriarchal ditentang dan diganti. Memang gerakan feminis, seperti gerakan-gerakan lainnya yang diuraikan dalam bab ini, mempunyai kelompok-kelompok dan penekanan-penekanan (strands and emphases) yang berbeda-beda dan bertentangan   (Williams 1989), dan tidak ada ruang untuk menggalinya secara terperinci di sini. Mereka yang hanya menganjurkanbahwa wanita harus didorong dan didukung untuk ’bersaing’ secara efektif dengan laki-laki di dalam struktur yang ada tidak memenuhi syarat   untuk masuk  di dalam gerakan eko-feminis untuk tujuan analisa ini, karena mereka hanya mempertegas kembali   nilai tatanan sosial, ekonomi dan politik yang ada. Termasuk yang penting sekali  adalah karya para penulis feminis yang menganjurkan bahwa analisa feminis membutuhkan pembangunan suatu masyarakat yang didasarkan pada prinsip-prinsip organisasional yang berbeda, berusaha untuk mengganti struktur kompetitif dengan struktur yang kooperatif; untuk menggantikan individualisme dengan benar-benar pembuatan keputusan bersama; dan untuk menghargai semua orang dan bukan mendukung dominasi, kendali/kontrol, penindasan dan eksploitasi sebagian kepada yang lainnya (khususnya   dalam hubungannya dengan gender). Feminisme seperti itu mengakui  pentingnya karakteristik yang secara tradisional yang berasal dari   wanita, seperti nurturing, pengasuhan, pertukaran/andi, masyarakat dan perdamaian paling tidak sama pentingnya (dan bagi kebanyakan penulis, lebih penting) dibandingkan karakteristik yang secara tradisional yang berasal dari  laki-laki seperti persaingan individu, penyerangan/kekerasan, penguasaan, eksploitasi dan perang.

Beberapa penulis eko-feminis mengambil  apa yang dapat dinilai sebagai posisi yang ekstrim, termasukilmu , shamanisme, sihir  , dan lain-lain, yang dapat mengasingkan banyak pendukung potensialnya (lihat Biehl 1991). Yang lainnya, seperti Vandana Shiva (1989) dan Mary Mellor (1992), telah berusaha untuk menjelaskan posisi feminis yang tidak begitu ‘ekstrim’ yang menunjukkan sangat pentingnya persoalan-persoalan gender dalam debat mengenai penyebab-penyebab krisis ekologi, dan apa yang perlu dilakukan untuk itu.

Posisi eko-feminis mengajukan dua buah  pertanyaan penting bagi mereka yang mengembangkan (developing) Green analysis. Satu adalah persoalannya mengenai bagaimana untuk menjamin bahwa apapun perubahan yang diprakarsai tidak mengabadikan (perpetuate) penindasan wanita atau struktur patriarki, tetapi benar-benar  membantu penentangan dan penjatuhan struktur-struktur seperti itu. Pertanyaan ini sebagai bagian dari pembahasan mengenai prinsip-prinsip keadilan sosial dalam pembangunan masyarakat. Persoalan lainnya adalah tingkat pengalaman-pengalaman, kesadaran-kesadaran, dan pandangan-pandangan dunia wanita menggambarkan  suatuparadigma alternatif yang di dalamnya tatanan sosial, ekonomi dan politik yang secara ekologis sustainable dapat dibangun dengan sukses. Kebanyakan penulis Green mengambil kedua persoalan dengan sungguh-sungguh (walaupun secara alami ada variasi tingkat pengakuan dan pembahasannya), sebagai akibatnya paling tidak ada elemen analisa feminis yang dimasukkan dalam banyak literatur/kepustakaan Green.

bersambung ke "eco Iuddism"

tulisan sebelumnya:

Eco-socialism

Eco-anarchism

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline