Takdir Hidup Istimewa
Mungkin, ada yang mengira masa tuanya berbalut derita. Tersebab masa muda yang kelabu. Nyatanya, justru ia paling berkecukupan di antara empat bersaudara. Bahkan, kondisi ini mengundang kecemburuan saudara-saudaranya.
Ketika kami, anak-anaknya butuh biaya, si kakak sang pelaut menjadi penyelamat. Perekonomian ditopang oleh si kakak yang berkiprah di laut Eropa.
Lalu, saat si kakak pensiun, apa ayah melarat? Tidak.Kami, anak-anaknya, bergantian menyokong kehidupannya. Tak repot memikirkan agar dapur tetap mengepul. Bahkan, si bungsu rutin mengirimkan uang jajan. Si sulung mengisi bensin motor dan si tengah kerap membelikan cemilan. “Ck ck ck. Keren euy.”
Aku sempat bertanya-tanya. Apa rahasianya? Apa amalan unggulan ayah? Apa yang membuatnya selalu cukup? Pendidikan tak tinggi, karir tak cemerlang. Namun, hidup selalu berkecukupan.
Jawaban kutemukan dari orang-orang di sekelilingnya. Di luar rumah ia di kenal rusuh. Namun, di hadapan orang tua suaranya tak pernah meninggi. Bahkan, saat nenek sakit, beliau yang merawat dengan telaten. Dari memandikan, menyuapi makanan hingga membersihkan kotorannya. Semua ditanganinya sendiri. Tak hanya nenek, kakek pun mendapat perlakuan yang sama.
Bakti ayah pada orang tua tak kaleng-kaleng. Meskipun lelaki, terampil merawat orang tua hingga akhir hayatnya. Berkat baktinya, orang tuanya berlimpah kasih sayang diusia senja. Bahkan hingga menutup mata. Bakti pada orang tua yang tanpa batas, menjadi kunci keberkahan hidup ayah. Kami anak-anaknya pun kecipratan.
Bersambung ...
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI