Lihat ke Halaman Asli

Ummu el Hakim

TERVERIFIKASI

Hanya seorang emak biasa

Membaca Masa

Diperbarui: 29 Desember 2019   21:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : pixabay.com/Myriams-Fotos

Hai, bagaimana kau menyulam kelam?
Apakah penamu masih tersisa tinta tuk sapa sang malam?

Kemarilah, aku masih terlarut dalam dekap penuh kenang
Sisa sinar dari balik pepohonan, seolah memberi ruang
Sekedar singgah, menemani mimpi yang hendak dituang

Dimanakah cawan rindumu?
Kukira malam kan membasuh pilu
Pun merenda titik semu
Hingga terurai ikatan sendu

Aku hanya mencoba memungut kata
Rembulanlah yang kan mengurai rasa
Hingga mimpi kau semai di selembar masa

Tetiba cahaya melampau batas senja
Seuntai asa menggamit usia
Pada helai daun pun setetes embun
Coba pahami getaran ilusi
Betapa semesta begitu lihai mencatat mimpi

Hingga detik berdetak
Denting pun terpelanting beranjak
Bertahap tinggalkan jejak
Tersandar pada ranting nan rapuh
Beradu abu pun peluh

Di antara riak sunyi
Tertulis romansa menuai janji pasti
Seketika rinai air mengalir
Mengiring hulu ke hilir
Terbesit benak mengintai khawatir
Betapa masa begitu cepat bergulir

Belum sempat kubaca
Semesta tlah bercerita
Hembus angin bercanda
Pada gunung dia berkata
Di sepenggal masa, terdiam menatap cita

Sapa cahaya itu pun kembali
Ucapkan seuntai mimpi sunyi
Saat semesta mencatat asa
Aku terhenyak membaca masa

Hingga tersadar, tinggallah usia yang tersisa
Dan sepenggal masa tak lagi bisa kubaca

Niek~
Jogjakarta, 24 Desember 2019




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline