Tak terasa sudah hampir mendekati tahun ajaran baru. Beberapa sekolah pun mulai dibuka pendaftaran siswa baru. Dari jenjang terkecil hingga yang lebih tinggi. Para calon siswa berbondong menuju sekolah yang diminati.
Tidak seperti diriku. Lihatlah aku masih terlihat santai di rumah. Dua anakku yang tersisa masih belum bersekolah. Kerap ditanya beberapa sahabat, kerabat, juga tetangga dekat.
"Anaknya yang kedua sudah cukup umur kok enggak disekolahkan Mbak?" tanya salah seorang sahabat saat bertemu denganku.
"Anak keduaku belum mau sekolah. Adiknya pun belum cukup umur. Jadi tahun depan sajalah mereka bersekolah," jawabku kemudian.
Anakku yang kedua tahun ini menginjak usia lima tahun. Sedang adiknya baru akan genap tiga tahun. Mereka memiliki jarak usia yang tak terpaut beda. Namun memiliki keinginan begitu berbeda. Yang nomer dua masih betah di rumah. Sedang yang ketiga sudah tumbuh semangat sekolah.
Aku bagai berada dalam situasi yang penuh dilema. Anakku yang kedua memang telah cukup usia. Namun salahkah jika dia belum mau bersekolah? Jika aku paksakan bersekolah tahun ini, rasanya begitu tega hati ini. Sebab sekolah bukan untuk memaksakan keinginan orang tua. Namun lebih pada kebutuhan anak itu sendiri. Jadi jika aku memaksakan anakku, itu berarti betapa egoisnya aku sebagai ibu.
Sedangkan anak ketigaku yang sudah ingin bersekolah, namun belumlah cukup usia. Aku pun tak mengijinkannya. Jika aku masukan ke sekolah sekarang, mungkin dia bahagia karena dia memang menginginkannya. Tapi aku tak bisa menjamin, yakin tak akan bertahan lama. Sebab di usia ini anak masih labil.
Bagai menginginkan sesuatu, galau. Jikalau belum terlaksana akan merengek terus menerus. Tapi kalau sudah dituruti rasa bosan pun menyertai. Begitu pun dengan sekolah.
Disisi yang berbeda jikalau aku memaksa mereka berdua bersekolah tahun ini, seolah aku telah merenggut masa bermainnya. Anak seusianya seharusnya masih dalam dekapan Sang Bunda. Dan bermain adalah kebutuhan utama.
Jikalau bersekolah lebih dini, akan timbul perasaan tersakiti. Mungkin tak terlalu kelihatan namun sungguh dirasakan anak dalam alam bawah sadarnya.
Pada posisi ini aku memang harus berpikir seribu kali. Apalagi dalam mengambil keputusan, bukan hal yang mudah diputuskan. Sebab aku tak mau mengambil hak mereka sebagai seorang anak. Jikalau masih belum mau bersekolah. Tak masalah. Aku tak kan memaksakan. Dan jikalau ingin bersekolah dini pun tak kuijinkan.