Pak Menteri, kami generasi milenial, pak.
Kami tidak suka diberitahu. Kami mencari tahu. Kami mencari di search engine atau mesin pencari untuk apa yang kami ingin tahu. Apa yang kami ingin kami mengerti. Bukan, bukan hanya dari guru di sekolah karena kami punya internet yang ada digenggaman kami.
Kami juga tak suka ceramah dan diceramahi. Kami mengantuk. Kami ingin tahu sendiri, di saat-saat privasi kami. Saat "me time" kami.
Pak Menteri, kami milenial, mencarinya hanya di dua tempat. Google Search dan Youtube. Kami suka Youtube karena kami generasi praktik. Visual dan animasi. Kami bisa mengetik di Youtube dan menemukan sesuatu.
Mungkin, bukan yang benar pak. Tapi kami lihat view-nya banyak. Yang suka banyak. Bagi kebanyakan kami, itulah kebenaran pak. Yang disukai orang-orang. Kami bisa berguru ngaji di sana. Kami yang galau mencari jatidiri bisa ketemu orang yang kami anggap tahu di sana.
Kami bisa jadi salah pak, tapi kami tak tahu mau ke mana. Karena kami hanya bisa menelusuri, menonton dan terus menonton dengan fitur 'Auto Play' yang menyala. Semakin lama semakin banyak dan semakin berbahaya untuk kami, kami kadang menjadi radikal karenanya.
Dari 33.400 kata Kementerian Agama, kami menonton yang lain pak, yang macam-macam pak. Yang judulnya heboh. Bombastis! Ramai. Yang kata teman kami seru. Yang kami tak pernah jumpa tapi komentarnya ramai, like-nya banyak, dan direkomendasikan teman kami pak.
Akun Kemenag pak, hanya 800 subscriber pak. Bagai butiran pasir atau malah mikroba di jagat Youtube. Jagat di mana kami mendewakan mereka yang banyak subscriber, yang kami suka karena kami merasa itulah yang dirujuk orang. Jagat di mana video asyik ber-viewer ribuan pak, bukan ucapan selamat Idulfitri dan sidang isbat dengan hanya segelintir views.
Isinya ngga kami banget pak. Padahal kami paling rentan di jagat maya pak. Bukan nenek-kakek kami yang mau naik haji dan membuka Yuotube untuk informasi pak. Mereka bertanya ngga ke 'Mbah Google' apalagi 'Oom Youtube', tapi pembimbing haji dan buku-buku agama Islam yang mereka baca dengan kacamata.
Bagaimana ya pak. Kapan pak ada konten menarik untuk kami? Kapan kami bisa jadi subscriber dan mendapatkan feed dari Kemenag yang asyik-asyik?
Kami juga enggak suka dicuekin pak. Kami orangnya rame suka ngobrol. Apalagi kalau sampai dua tahun tidak dijawab, hanya untuk bertanya. Kami bertanya melalui fitur komentar di video ustaz yang kami tonton, yang dijawab dengan link oleh teman-teman lain. Kami bertanya di sana, karena dijawab dengan mudah.