Tulisan ini semacam epilog dari ragam tulisan sebelumnya, juga refleksi dari kegiatan pertambangan yang, pernah saya dengar, ditambah pernah saya lihat sendiri yaitu penjelasan aktivitas pertambangan di Newmont Nusa Tenggara (NNT) di Batu Hijau, Sumbawa Barat, NTB. Dan mendengar lentingan cerita tak sedap dari kasus yang sempat heboh ditanah air, sekitar sepuluh tahun lalu. Apalagi kalau bukan Pencemaran Teluk Buyat yang waktu itu menyeret Newmont Minahasa Raya (NMR).
Tulisan ini ingin memberikan sudut pandang dan fakta terbaru mengenai aktivitas tambang oleh perusahaan multinasional Newmont di Indonesia. Berdasarkan pengalaman interaksi langsung saya dengan penduduk, masyarakat sipil/madani (civil society), pemerintah (kabupaten), akademik (via teman-teman akademisi) dan tentunya, Newmont sendiri. Lebih dari Empat aktor yang terlibat. Plus dari berita-berita internet yang saya riset mandiri.
Ihwal pertambangan mungkin teman-teman para pembaca sudah jelas. Ada potensi keuntungan –yang besar—dengan mengeksploitasi sumber daya alam yang ada. Kekayaan alam yang terpendam. Konsekuensi ini kemudian muncul pertimbangan “merusak” atawa “merubah” kondisi alam karena mineral bebatuan yang ada diambil. Tapi ingat, mengambil sumberdaya dengan analogi seperti itu, tentu bisa disamakan juga dengan mengambil tanah liat atau semen dan pasir untuk bahan baku bangunan. Kerukan demi kerukan terjadi kan?Lalu, what’s so special about mine? Ini dia.
Pertanyaan Kita Semua
Mungkin banyak informasi dan artikel mengenai aktivitas tambang. Tapi apapun yang muncul, dokumentasi yang ada maupun selentingan kabar yang beredar lumayan beragam. Ada sudut pandang positif, tapi lebih banyak yang negatif.
Isu yang diangkat juga tidak satu. Selain masalah lingkungan (tentu tentang dampak tambang yang katanya merusak) juga ada isu mengenai nasionalisme lewat pertambangan yang banyak dikuasai asing. Tulisan ini menyoroti isu lingkungan karena seperti yang kita tahu, pencemaran lingkungan merupakan isu dahsyat, terutama apabila katanya di lakukan oleh perusahaan tambang –asing pula. Konsumsi yang ngeri-ngeri sedap dan bisa memainkan opini masyarakat awam. Saya dulu yang termasuk di dalamnya.
Nah, pilah-dan-pilih informasi merupakan kewenangan dan hak kita. It is you to choose. Mau ambil sudut pandang mana. Khusus mengenai lingkungan, biasanya isunya pada saat proses dimana tambang beroperasi, misalnya limbah tailing, hingga apa yang terjadi setelah tambang resmi selesai (ingat, tambang adalah sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui).
Pertanyaan awal-nya,bagaimana sih tambang yang membuka lubang menganga di punggung bumi ini dapat kembali menjadi hijau dan asri sebagaimana semula. Adakah buktinya apabila perusahaan tambang mengatakan melakukan kegiatan reklamasi (penghijauan kembali) maupun pendampingan masyarakat dan kontribusi tanggung jawab sosial pada saat akan, sedang dan setelah selesai operasi.
Kedua, karena Newmont di Sumbawa merupakan lokasi baru dari Newmont yang dulu ada di Minahasa, maka laik kiranya kita membahas apa sih kondisi saat ini di Minahasa setelah “ditinggal”. Apalagi sempat heboh kasus pencemaran yang berbentuk “Penyakit Minamata” yang di-kambing hitam-kan ke perusahaan tambang. Apa iya datang, kerja, abis tu packing dan pergi begitu saja? Meninggalkan pencemaran?
Tanggung Jawab itu Jangan “Nanggung”
Untuk itu, saya ingin sedikit berfilosofis. Apa sih arti tanggung jawab menurut kamu? Menurut KBBI adalah “keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dsb”. Sepakat lah ya.
Lalu, apakah dengan mengatakan perusahaan A melakukan pencemaran, kamu bertanggung-jawab dengan pernyataan itu? Mikir kan? Hanya sekedar ngomong, dan belum yakin benar dengan itu. Alih-alih disuruh tanggung jawab, jawaban kita akan normatif dan melihat sterotype secara umum. Merujuk pada media yang ada dan asumsi berdasarkan kata sakti “katanya”.
Sementara, bagi perusahaan tambang internasional sekelas Newmont, saya yakin tanggung jawab itu hulu-hilir. A sampai Z. Sudah menjadi prosedur standar operasional. Pun di Indonesia, Newmont merupakan salah satu perusahaan multinasional yang menerapkan itu. Jadi, ini dulu yang saya pegang. Baru kita konfirmasi dengan praktiknya bagaimana. Apa benar se-ideal itu di lapangan?
Walau demikian, tentu, seperti yang selalu saya tekankan setiap kali ada perdebatan dan asumsi (negatif) mengenai kegiatan tambang, saya akan bilang “Saya pernah melihat sendiri. Apa sih yang lebih mendekati nilai kebenaran dibanding melihat dengan mata kepala sendiri dan merasakan langsung aktivitasnya?”
Ini faktanya yang akan kita kupas. Tanggung jawab Newmont seperti yang kita lihat pada saat ini di Newmont di Batu Hijau Sumbawa, NTB (NNT) yang saat ini masih operasi; juga tentu kita sandingkan juga dengan Newmont di Minahasa, Sulawesi Utara (NMR) yang saat ini sudah selesai.
Tanggung Jawab NNT
Reklamasi dan CSR (tanggung jawab sosial perusahaan) ke masyarakat bisa kita lihat di beberapa tulisan terdahulu saya. Sedangkan, untuk yang selesai beroperasi, mari kita lihat keadaan di Minahasa dan seperti apa tanggung jawab berikutnya dari Newmont. Juga sedikit pencerahan yang sangat-sangat perlu untuk kita semua mengenai aktivitas NMR yang katanya berakibat pencemaran.
Jadi, tanggung jawab ini komplit dan kompleks. Selama kurun waktu tiga belas tahun, data empirik menunjukkan sudah 144 Juta USD dana CSR keluar dari NNT. Jika di-rupiah-kan, maka angkanya kurang lebih 1,5 milyar rupiah. Wow. Dampaknya adakah? Ada. Dan jelas sekali. LPPM-UI mencatat kurang lebih 95% dari ekonomi lokal Kab. Sumbawa Barat bergantung pada operasi NNT. Lebih dari 6.300 pekerja tetap adalah warga lokal. Lebih dari 979,4 USD dikeluarkan untuk gaji karyawan pertahun.
Selain CSR yang disebutkan diatas, NNT juga memberikan dana hibah 46 juta USD (per-tahun 2010) untuk percepatan pembangunna infrastruktur di tiga kecamatan di lingkar tambang yaitu Maluk, Sekongkang dan Jereweh.Masalah kesejahteraan, itu datanya. Data lengkap lain ada disini. Sedangkan untuk lingkungan, secara langsung reklamasi berjalan paralel. Temali yang digunakan untuk penahan bibit yang ditanam di lereng pun juga ramah lingkungan. Serta diproduksi masyarakat sekitar. Reportase tentang ini saya kupas di tulisan terdahulu.
Juga penghijauan yang dilakukan saat ini berjalan paralel. Walaupun sepenggal foto mungkin tak dapat bicara banyak, karena angle yang terbatas padahal kalau pandangan kita perlebar (tidak sesempit memandang tambang) maka kelihatan tuh kanan kiri sudah ada hasil dan upaya reklamasi.
[caption id="" align="alignnone" width="600" caption="Pit tambang NNT Batu Hijau, Kamera biasa. Tidak kelihatan reklamasi kanan kiri"][/caption]
[caption id="" align="alignnone" width="857" caption="Pit tambang NNT Batu Hijau versi wide dari heli. Kelihatan penghijauan yg sudah dilakukan di bagian depan dan samping. Tutupan kembali hijau."]
[/caption]
Tanggung Jawab NMR
Di NMR, saya tidak (belum?) berkesempatan meninjau langsung. Apalagi, kasus yang sempat merebak beberapa waktu sudah hampir sepuluh tahun berlalu. Kasusnya adalah penyakit gatal di masyarakat Teluk Buyat dan juga ikan-ikan yang mati dengan asumsi ini adalah hasil dampak dari tailing limbah NMR di Teluk Buyat.Desa Buyat, kecamatan Ratatotok, Kabupaten Minahasa Tenggara adalah salah satu desa di lingkar tambang NMR.
Teluk buyat merupakan pangkalan dan akses ke laut masyarakat. Isu pencemaran karena ditemukan ikan yang mati dan ada penduduk yang kena penyakit gatal langsung mengarah ke NMR. Ini kasus menarik, karena terlanjut NMR terlanjur dihakimi oleh media massa dengan blow up kasus yang dibawa sebuah LSM mengatasnamakan masyarakat. Saya juga mendengar hal ini.
Kemudian proses hukum berjalan. Terbukti ternyata Majelis Hakim Pengadilan Negeri Manado memvonis bebas murni Terdakwa I PT. Newmont Minahasa Raya dan Terdakwa II Richard B. Ness dari tuntutan pencemaran lingkungan. Dalam Amar Putusannya pada tanggal 24 April 2007 Majelis Hakim Pengadilan Negeri Manado menyatakan bahwa Terdakwa I PT Newmont Minahasa Raya dan Terdakwa II, Richard Bruce Ness, tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak dan tuntutan jaksa penuntut umum.
Pengadilan menyatakan membebaskan terdakwa dari seluruh dakwaan dan tuntutan jaksa penuntut umum, menyatakan memulihkan hak Terdakwa I PT. Newmont Minahasa Raya dan terdakwa II Richard Bruce Ness dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabatnya, dan membebankan biaya perkara kepada negara. Clear sudah.
[caption id="" align="aligncenter" width="546" caption="Kasus Buyat Tutup. Perhatikan Gambar dikiri, Nelayan santai aja ke Laut"] [/caption]
Masih merasa kurang puas? Ah. Pengadilan di Indonesia bisa dibayar. Bagaimana dengan ini. Penelitian selama enam tahun tuntas sudah, bahwa dalam kurun waktu 2007-2012 pasca putusan tidak bersalah, NMR tidak melakukan kerusakan apapun. Ditunjukkan dari hasil penelitian yang dipresentasikan dihadapan semua stakeholders pada Panel Ilmiah Independen (PII) pada Sabtu, 19 Mei 2013 yang lalu.
Menteri Ristek pada waktu itu mengatakan jelas “Semua makhluk hidup, ikan, dan juga terumbu karang serta airnya tetap baik dan di bawah baku mutu”.Pendapat ini juga disyukuri oleh pemerintah setempat yang memang sejak awal yakin tak ada kerusakan maupun pengrusakan karena standard kinerja NMR yang sudah internasional dan sangat erat bekerjasam adengan Kementerian Lingkungan Hidup. Tak ada merkuri dan arsen. Para pakar baik dari dalam dan luar negeri serta pemerintah dan masyarakat sipil (civil society) yang terlibat sudah mengonfirmasi kebenaran tersebut.
Kemristek dan pemerintah juga membenarkan bahwa upaya penghijauan areal bekas tambang terbilang lancar dan sukses. Di lansir dari berita resmi Ristek, Penilaian dari Tim Penilaian Keberhasilan Reklamasi Hutan Bekas Tambang Propinsi Sulawesi Utara sendiri menunjukkan realisasi pelaksanaan penanaman telah mencapai 100%, realisasi jumlah tanaman 152,83 % (berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No.60/2009) dengan tingkat kesehatan tanaman 97,68 % serta persentase tanaman lokal 99,91 %.
Jadi, putusan itu tepat. Namun tak banyak yang tahu. Karena selain masyarakat kita yang demen sinetron, kisah David vs Goliath melawan “lalim” perusahan dan negara yang “besar” juga sentimen menghalangi nalar. Akhirnya berita yang lebih baru tidak digubris. Lebih nyaman dengan kungkungan kisah heroik masyarakat bernama LSM melawan “penguasa”. Alhamdulillah, saya pun bisa terbuka sedikit dengan melakukan riset internet dan pengalaman teman-teman yang ada disana, memberikan informasi yang lebih jelas.
Bahkan, dulu sempat ada berita penduduk desa yang relokasi dari desa karena tempat mencari nafkah tercemar dan lingkungan pedesaan menjadi sewaktu-waktu akan terkena wabah penyakit. Faktanya, ternyata mereka diiming-imingi kehidupan lebih baik dan akan mendapat ganti rugi. Saat ini, sebagian penduduk tersebut sudah kembali loh ternyata. Dan mereka malu katanya tergiur. Itu informasi dari teman saya yang berkunjung di bulan Februari 2013 lalu. Wow.
Beliau juga bertanya mengenai NMR mengapa tidak menyetujui tuntutan 15 milyar ganti rugi dari LSM yang mengatasnamakan masyarakat, yang nilainya kecil ketimbang biaya kasus yang hingga jutaan USD dan kontribusi sosial yang juga jutaan untuk pembangunan lokasi tambang pasca operasi berakhir? Alasannya tepat dan masuk akal karena NMR tidak mau membayar sepeser pun karena NMR memang bertanggung jawab dan tidak melakukan kesalahan yang merugikan. Prinsip yang dipegang teguh ini mendasari NMR tetap mencari keadilan pada waktu itu.
Lalu, apa kemudian terjadi, apakah karena “menang” maka kemudian setelah selesai, langsung sajapacking seperti yang saya sebut di awal? Ternyata tidak. Tanggung jawab perusahaan tambang tetap jalan. Ini yang menjadi inti tulisan saya.
Hari ini. Tanggung Jawab itu.
Bekas pit tambang menjadi obyek wisata yang menarik dan asri. Tidak terlihat bekas pertambangan dan “luka” yang dalam. Semua sembuh seperti sedia kala. Bahkan lebih cantik, jika kita menyebut Danau yang terbentuk oleh Pit tambang sebelumnya yang dulu bahkan tidak ada. Teluk pun semakin indah dan terawat, dengan ikan yang banyak bagi nelayan untuk mencari nafkah.
Staf NMR masih berada di Minahasa Tenggara (Mitra), bekas lokasi pertambangan. Bupatimenyampaikan apresiasi yang tinggi terhadap komitmen PT NMR dalam membangun Mitra yang telah disepakati hingga berakhirnya masa eksploitasi pada tahun 2018 mendatang. Sepuluh tahun setelah tambang berhenti dan program CSR masih terus berjalan. Misalnya bantuan Motor Sampah sebagaimana dilansir Manado News.
Jika dibandingkan, dampak yang sekarang, dengan nilai ekonomis tambang NMR (tambang emas) maka kelihatan kontribusi pembangunannya. Inga-inga, karena kita ngga ngomongin perihal “duit” maka tidak akan banyak saya bahas, toh saya tidak punya data angka yang valid dan terpecaya. Hanya ragaan yang terbentuk dari hasil reklamasi dan kontrol terhadap lingkungan, bahkan setelah sepuluh tahun dari penutupan tambang. Itu yang bisa kita lihat dan itu pula lah yang akhirnya bisa kita pertanggungjawabkan.
Oh ya, Sekitar 50 persen dari luas 443 hektar bekas tambang itu akan dijadikan sebagai kebun raya loh. Demikian info dari Kompas, Sabtu 6 Juli 2013. Dengar-dengar namanya mungkin kebun raya Soekarno. Nanti, saya kebayang deh, sebuah danau indah dengan vegetasi yang memesona dan hutan wisata yang rimbun nan hijau dengan fauna yang cantik. Tempat wisatawan menghabiskan waktu memanjakan mata dengan keindahan, berbagi dengan keluarga dan orang yang dikasihi. Penghasilan untuk pemerintah setempat dengan program eko-wisata yang berkelanjutan (sustainable). Ini konsep yang saat ini dibutuhkan. Dan NMR berencana mewujudkan itu sebelum kontrak karya selesai di tahun 2016 nanti. Wuih, pengen melihat nih saat ini prosesnya sudah seperti apa.
Pemerintah daerah sendiri berterimakasih dengan NMR selama ini berkontribusi untuk pembangunan wilayah dengn CSR nya. Aturan-aturan pembagian keuntungan tak perlu lah kita bahas disini karena bukan domain cerita di blog ini, yang pasti saya akan berikan pabila ada data yang saya dapat dikemudian hari.
Tanggung Jawab Newmont melalui NMR sampai sekarang masih berjalan. Seperti yang ditulis seorang teman yang saya kenal betul ngga bohong, nih delapan aspek kontribusi sosial NMR sampai hari ini :
1. Reklamasi Dikawasan bekas tambang, di lahan seluas 240,41 hektar yang telah di reklamasi, telah tumbuh 260.000 pepohonan yang terdiri dari berbagai jenis pohon yang bermanfaat secara ekonomi dan ekologi.
2. Flora & Fauna Hewan – hewan penghuni asli dulu nya di sekitar tambang telah kembali ke hutan hasil reklamasi terutama berbagai jenis burung dan serangga, bahkan hewan langka seperti monyet kerdil sulawesi (Tarsius) juga di temukan disini.
3. Rehabilitasi Hutan Bakau Bekerjasama dengan LSM dan masyarakat setempat, PTNMR melaksanakan kegiatan perlindungan dan pelestarian hutan bakau di kawasan pesisir Ratatotok dan Buyat. Hingga saat ini telah tertanam 50ribu pohon bakau di lahan seluar 5 hektar. 4. Pendidikan Bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Minahasa (tahun 2000) mendirikan Yayasan Minahasa Raya (YMR) berkomitmen di bidang ini meliputi penyediaan buku dan perpustakaan, pembangunan dan merenovasi gedung sekolah, biaya operasional, pelatihan guru-guru hingga pemberian beasiswa bagi siswa berprestasi dan tidak mampu. 5. Kesehatan Bersama Pemerintah Indonesia (tahun 2006) mendirikan Yayasan Pembangunan Berkelanjutan Sulawesi Utara (YPBSU) membangun Rumah Sakit Umum Pusat Ratatotok (RSUP) dan menghabiskan dana 66 milliar. Dimana rumah sakit ini memiliki fasilitas yang lengkap dan modern serta satu –satu nya didaerah ini. 6. Pariwisata PTNMR telah membangun kawasan wisata pantai di daerah Teluk Buyat dan Pantai Lakban dengan berbagai fasilitan penunjang nya. Dibukit Harapan Damai dibangun pondok dan aula serta monumen lambang simbol keselarasan hidup beragama di Sulawesi Utara 7. Alam Bawah Laut PTNMR menggagas program pengembangan habitat baru di bawah laut dengan pembuatan dan penempatan reefball di teluk buyat dan sekitar nya. Program reefball yang di lakukan oleh PTNMR merupakan program swasta terbesar didunia dengan menempatkan lebih dari 3.000 buah reefball di teluk totok dan teluk buyat. Hal ini menjadikan Teluk Buyat memiliki banyak titik penyelaman (30 titik selam) yang bisa di nikmati oleh para wisatawan 8. Kemandirian NMR mendirikan Yayasan Pembangunan Berkelanjutan Ratatotok Buyat (YPBRB) bersama masyarakat setempat (tahun 2008). Kegiatan nya antara lain mendirikan Taman Bacaan, Radio Komunitas, Rumah Pintar serta mendistribusikan bantuan kredit mikro.
Lengkapnya beserta gambar bisa dilihat disini.
Tidak tanggung-tanggung kan? selain CSR terus-terusan, juga lokasi tambang menjadi obyek wisata yang akan menambah daya tarik keindahan alam lokal Minahasa Tenggara. Kondisi sosial-ekonomi penduduk yang dulu bergantung di tambang pun sudah membaik, bekerja sama dengan Pemerintah daerah setempat. All is Well, pada intinya.
Tanggung Jawab Kita?
Lalu, apa tanggung jawab kita. Ketika mengatakan tambang itu merusak alam lingkungan, apa kita bisa menjawab, ketika ditanya solusinya apa. Dan bisa menanggung, ketika ditanya maukah berkontribusi?
Atau, bisa menunjukkan data dan fakta yang jelas, ketimbang “katanya”. Tanggung jawab adalah ketika kita mampu untuk melakukan sesuatu, dan memberikan kenyataan bagi pendengar pendapat kita. Jika tidak, maka silence is golden. Diam itu emas. Di agama saya juga mengajarkan, berbicara lah yang baik, atau diam. Juga melakukan “tabayyun”, konfirmasi agar tak menjadi fitnah. Ini harus terjadi di banyak hal dalam kehidupan. Jika tidak, maka carilah informasi. Mudah-mudahan saya bisa menjadi salah satu informasi itu. Amin.
Sementara, perusahaan tambang yang kamu tunjuk hidungnya, sudah melakukan itu. Tanggung jawab itu. Kita lihat saat ini,di bekas lokasi tambang NMR sudah menjadi sebuah situs alam nan indah. Danau yang aduhai, teluk yang tetap asri. Ikan yang melimpah untuk nelayan dan terumbu karang yang masih terjaga hingga kini. Fakta.
Tidak tanggung-tanggung, standard operasi tambang dengan disiplin dan memperhatikan keberlanjutan lingkungan sudah dijadikan “roadmap” sejak awal. Reklamasi tambang berlangsung paralel. Seperti yang kita saksikan di NNT, lingkar luar pit sudah hijau sementara paralel dengan kegiatan menambang mineral. Foto, yang kadang keliatan serem, tak melihat bahwa disekitar itu penghijauan berlangsung juga. Hal ini saya yakin terjadi di Buyat.
Sebelum operasi, saat operasi, dan sepuluh tahun sesudah pun hingga "kontrak karya" berakhir, ada tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang dilaksanakan. Selain memang sesuai aturan yang dijamin di kontrak karya, Newmont tentu punya alasan khusus, bahwa mereka hrus buktikan tanggung jawab dengan baik. Karena mereka akan mengeksplorasi lebih jauh. Ini salah satu mengapa kasus “NMR mencari keadilan” berjalan terus tanpa NMR mengganti rugi. Lha wong merasa tak salah kok. Justru kalau tuntutan diikuti, maka NMR bisa dicap memang bersalah.
[caption id="" align="aligncenter" width="585" caption="Pemandangan Hijau di Area Bekas Tambang. Perhatikan Danau yang terbentuk dari bekas Pit. "] [/caption]
Indahnya, luar biasa bukan. Saya yakin, kalau tidak diberi tahu kalau ini adalah bekas tambang, teman-teman nggak akan tahu dan hanya menikmati “sisi-sisi positif” dari bentang alam yang ternyata buatan ini. Namun ketika dikasih tau ini dulunya tambang, ah, jangan sampai keceriaan itu musnah dan berbalik lagi jadi hujatan. Padahal, bisa jadi dan memang harusnya benar, pembangunan yang dirasakan, khususnya oleh penduduk lokal adalah kontribusi dari operasi tambang itu.
Silakan kita ke sana untuk menanyakan langsung. Itu problemnya. Butuh konfirmasi ke penduduk lokal toh. So don’t be so sure kalau kamu ketemu link berita di internet yang kadang bias, kecuali disebutkan sumber terpercaya dan dinilai juga kebaruan dari berita tersebut. Jangan-jangan berita lama yang sudah ada temuan lanjutan yang berbeda.
Konfirmasi dan Kabarkan
Saya, mungkin pengecut. Kalau definisi keberanian adalah menghujat dan menuduh tanpa bukti. Atau, bukti yang prematur. Contoh mengenai dampak lingkungan, tak cukup hanya rentang waktu singkat. Enam tahun penelitian lingkungan yang melibatkan banyak pihak di Buyat mengkonfirmasi kebenaran tak ada kerusakan. Itu setelah kasus dinyatakan selesai. Sepuluh tahun untuk mengkonfirmasi kebenaran fakta relokasi masyarakat yang ternyata penuh iming-iming. Banyak hal.
Masalah “amerika” non amerika, masalah duit dan capital flight. Apalagi “atribut” itu yang sering menjadi justifikasi jika perusahan vs masyarakat, perusahaan (manajer) vs buruh, bahkan negara/pemerintah vs sebagian masyarakat, maka yang “Goliath” pastilah salah dan dia selalu menghadapi si kebenaran versi “David”. Padahal tak semua minoritas benar dan sebaliknya pula mayoritas benar. Bisa bolak balik tergantung kondisi. Komposisi “rakyat” ini selalu diwakilkan oleh segelintir, misal LSM, serikat buruh dst. Belum tentu rakyat itu tahu, hanya fait accompli sebagian pihak. Dua-duanya perlu kejernihan berpikir. Tak sebatas David vs Goliath.
Tapi saya berani bermimpi untuk mengkonfirmasi, untuk melihat dan mencari tahu bukan menyebarkan sesuatu yang belum pasti. Entah, seperti apa saya, tapi prinsip ini adalah “konstitusi diri” saya sejak mula. Jadi, saya nggak akan banyak omong kalau tidak punya data dan fakta yang cukup, minimal menyaksikan dan berdasarkan pengalaman, karena legal standing saya tentu hanya bisa disana.
Untuk itu, biarlah potret sumber data“sekunder” yang saya post di tulisan ini menjadi penanda bagi kita semua untuk sedikit percaya. Dan saya yakinkan, jika berkesempatan benar-benar menuju Buyat sana, teman-teman akan mendapatkan lebih dari sekedar obrolan. Fakta yang bicara dan mudah-mudahan, kembali melalui goresan tangan saya.
Saya tetap akan blak-blakan, mengabarkan apa yang ada. Jika tak sesuai dengan “informasi awal” yang saya kumpulkan ini, saya tak segan mengekspos lagi. Model penulisan saya ya begini. Saya juga termasuk blogger yang paling sering komplein kekecewaan. Mulai pengalaman belanja online, layanan restoran hingga event gathering yang tak memuaskan. Karena situs blog saya posisinya adalah pusat review. Produk barang dan jasa hingga ulasan kehidupan (life review). Catet.
Jika beberapa teman –dengan latar belakang masing-masing—banyak mengulas sisi pariwisata dan keindahan, saya malah belum menyelesaikan feature tersebut di tulisan saya. Pasti sih saya tulis tapi belakangan aja ah. Karena misi utama saya melihat aktivitas dan mengabarkan ke kalian semua pembaca. Minimal, teman-teman ada seseorang yang bisa dikonfirmasi perihal fakta lapangan. Tentu dari sudut pandang saya yang mendapatkan pengalaman.
Karena kadang saya berpikir, jika saja, jika, Newmont membuka tambang di tempat yang gersang, kumuh, tidak “eksotis”, mungkin tulisan keindahan akan berbeda. Menarik, apabila kehadiran tambang justru membuat sebuah tempat yang suram, tak banyak penduduk, gersang, tempat “jin buang anak” menjadi sebuah tempat yang indah, eksotis, tempat wisata dan penduduk sekitar menjadi banyak dan hidup sejahtera. Wah. Ngga ada yang bilang alam rusak, justru alam diperbaiki dan potensinya di ekspos duluan hehe. Luput kan dari pikiran kita?
Jadi, mari nanti kita berdiskusi (kembali), dan sebelumnya, mari berdoa agar kesempatan (ke Buyat) itu tiba.
noted : jika tidak disebutkan berbeda pada caption, semua gambar pada artikel ini masih berada pada url sumber aslinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H