Lihat ke Halaman Asli

Kisah Cinta si Pria Lugu (2): Balasan Puisi Cinta

Diperbarui: 25 Juni 2015   22:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Puisi Cinta dapat dilihat di sini.

Tiga hari yang penuh dengan kesalahan membuat adonan bolu kukus – dan karenanya omelan Emak – laksana panas setahun sirna oleh hujan sehari dengan kedatangan sepucuk surat, dari Dita!!! Tanpa mempedulikan tangannya yang masih berlepotan adonan bolu kukus, Adit berlari ke kamar dan membaca.

Teruntuk Adit,

Dagidugadog-dagidugadog-dagidugadog … jantung Adit bekerja keras.

Terima kasih atas puisimu yang amat “memujaku”, sungguh amat “menyentuh” dan membuat aku “tersanjung ke langit terbawah”.

“Dita mengerti isi puisiku!” sorak hati Adit.

Aku tak punya rangkaian kata yang pas untuk menyatakan apa yang kurasakan setelah membaca puisimu tapi aku memang tak bisa lupa dengan …

sorot matamu yang selalu menghantuiku di malam-malam gelap dan sunyi

Mata Adit berkejap-kejap. Hidungnya mulai bergerak-gerak sendiri.

kumismu yang, hm … laksana ilalang yang setiap hari kau lalui bersama Buli

Adit mendekat ke cermin dan memandangi kumisnya yang hidup segan mati tak mau. Hidungnya mengembang kayak kue bolu Emak setelah lima menit dikukus.

suara tawamu yang mampu membuat anak-anak tak lagi bisa berceloteh

“Ha ha ha … Ha ha ha …” Merekah bak bolu kukus setelah sepuluh menit.

tubuhmu yang bulat keras laksana Buli, sungguh membuat hati dan tubuhku “bergetar” keras sekali!

Adit menepuk-nepuk dadanya. Begh…begh…begh… Hidungnya sudah mencapai ukuran maksimal yang bisa dicapai manusia biasa.

Sungguh…sungguh “bahagia” gadis yang mendapatkan puisi “seindah” puisimu. Semoga kau mengerti!

Memang ada beberapa bagian yang perlu Adit pikirkan dengan keras untuk memahami maknanya. Kata-kata dalam tanda petik mendapat perhatian terbesarnya dan menambah dagidugadog-nya. Tak lama kemudian, “Emak!!! Emak!!!” Teriakan dahsyat dan tiba-tiba itu menjatuhkan adonan kue bolu kukus dari tangan Emak.

Emak bakal dapat mantu! Emak bakal dapat cucu! La … la … la …

Adonan yang baru saja diangkat Emak terjatuh kembali. Melihat Emak cuma melongo, Adit menyodorkan surat sang dewi.

Emak membacanya dan hanya dapat menghela nafas panjang.

(Bersambung ke bagian akhir)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline