Lihat ke Halaman Asli

Pendidikan Menurut Ibn Sina

Diperbarui: 3 Mei 2017   14:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

image" www.philonyc.com

Sebagai seorang filsuf, sufi, teolog, dokter, sastrawan, penyair dan banyak lagi, Ibn Sina memiliki banyak karya di berbagai macam bidang. Tidak heran jika banyak sekali sarjana yang berlomba-lomba untuk menuliskan pandangan-pandangannya dari berbagai macam sudut.

Tidak bisa dinafikan bahwa pemikiran para filsuf muslim banyak dipengaruhi oleh filsuf-filsuf Yunani, seperti Aristoteles, Plato, Socrates, dan lain-lain. Ibn Sina misalnya, secara gamblang mencurahkan ide dan gagasan filsafatnya dengan menyebut para filsuf dari Yunani tersebut.

Dalam dunia intelektualitas, ilmu pengetahuan tidak memiliki batasan, dengan siapa kita belajar karena yang terpenting adalah apa yang bisa kita dapat, dan apa yang bisa kita konstruksi ulang sehingga bermanfaat untuk umat manusia pada khususnya, dan makhluk hidup lainnya.

Penulis ingin mengulik hal yang paling mendasar dalam kehidupan manusia, yakni pendidikan. Ibn Sina merupakan salah satu filsuf fenomenal yang mencurahkan seluruh hidupnya untuk ibadah kepada Allah, dengan kata lain, apapun yang dilakukannya menjadi sarana untuk memanfaatkan potensi yang diberikan Allah untuknya.

Pada abad pertengahan, Ibn Sina menyatakan bahwa anak-anak yang berusia 6 – 14 tahun memang sebaiknya mendapatkan pendidikan dan pengajaran di maktabatau madrasah (sekolah). Dengan begitu, anak-anak tersebut akan belajar secara intensif dengan guru.

Ibn Sina sendiri menyebutkan beberapa materi pelajaran yang dapat diajarkan di madrasah, seperti: Al-Qur’an, Spiritualitas Islam, bahasa, literatur, etika Islami (akhlak), dan keterampilan. Beliau menganggap subjek-subjek tersebut dapat membantu mengembangkan potensi anak-anak di usia belia.

Meskipun hal tersebut dikatakan pada abad ke-11, namun faktanya masih relevan dan banyak dipraktekkan pada zaman sekarang. Masa itu, Ibn Sina juga menyusun kurikulum untuk maktab secara detail yang diklasikifkasi menjadi dua, yang pertama adalah untuk usia 6 – 14 tahun yang telah disebutkan diatas, yang kedua untuk usia 14 tahun ke atas.

Menariknya, Ibn Sina memberikan terobosan bahawa anak usia 14 tahun keatas sudah layak mendapatkan materi pelajaran seperti: reading, keterampilan, geometri, medis, literatur, public speaking, dan sebagainya.

Selama proses belajar, anak-anak tentu mengalami perkembangan yang berbeda, dan dapat menentukan minat untuk membangun karir di masa depan, begitu pendapat Ibn Sina. Dengan demikian, anak-anak tersebut mampu menjadi manusia yang mampu mengaktualkan potensi serta mengasahnya menjadi sesuatu yang menciptakan banyak manfaat yang dirasakan banyak orang.

Ibn Sina mengembangkan sebuah teori empiris yang dikenal dengan “tabula rasa” atau dalam istilah bahasa Inggris disebut “blank slate” (disambiguation).  Tabula rasa adalah sebuah epistemologi untuk membuktikan bahwa semua manusia yang terlahir ke dunia memiliki “nol pengetahuan” – sesaat setelah dilahirkan manusia mempersepsi keadaan sekitarnya, sehingga menjadi pengalaman dan pengalaman itulah yang membentuk pengetahuan.

Saat bayi lahir dan menangis, kemudian sang bayi meraba dada ibunya untuk mendapatkan ASI ekslusif, disaat itulah sang bayi memperoleh pengetahuan melalui pengalaman pertamanya ketika menyusu. Sang bayi memperoleh pengetahuan tentang rasa ASI dan meraasakan hangat dalam dekapan ibunya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline