Patah Hati Bisa Berakibat Gangguan Jantung
Patah hati merupakan kondisi metaforsa yang dipakai untuk menjelaskan sakit emosional atau penderitaan yang mendalam yng dirasakan oleh seseorang sesudah kehilangan orang yang dicintai, baik secara kematian, perceraian, putus hubungan, terpisah baik secara fisik maupun penolakan cinta. Kondisi patah hati juga bisa terjadi akibat kehilangan pekerjaan, perubahan karir maupun definisi sebelumnya. Patah hati yang berlarut-larut akan menimbulkan kondisi stress baik secara psikis maupun fisik. Kondisi stress psikis akan menyebabkan tubuh melepaskan hormon kortisol yang berlebihan dan menyebabkan gangguan irama sirkadian pada sistem otak, sistem saraf otonom dan sistem kardiovaskuler.
Beberapa respon atau sikap saat stres meliputi:
- Mudah marah
- Bimbang
- Menyendiri
- Menangis
- Sulit tidur atau tidak bisa tidur
- Kepikiran terus menerus
- Mencari pelampiasan seperti konsumsi alkohol, obat terlarang, merokok dan makan makanan tak sehat
Adapun tanda orang mengalami stres meliputi:
- Sakit kepala
- Mual atau sakit perut
- Gangguan pencernaan
- Nafas pendek
- Nyeri otot
- Jantung berdebar-debar
Kondisi stress kronis dapat memicu seseorang mengalami masalah kesehatan jantung yang biasa dikenal dengan sindrom patah hati. Sindrom patah hati (kardiomipati takotsubo) merupakan suatu penyakit jantung yang memiliki manifestasi menurunnya fungsi ventikerl secara akut yang dipicu oleh kondisi stress baik fisik maupun emosional yang bersifar sementara dan biasanya membaik dalam jangka waktu beberapa hari atau beberapa minggu. Beberapa penelitian menjelaskan bahwa sindrom patah hati dikaitkan dengan stres psikologis atau fisik. Insidensi kardiomiopati takotsubo ditemukan dengan orang yang rentan terhadap stres. Beberapa faktor risikonya meliputi:
1. Faktor hormonal
Wanita yang telah pascamenopause rentan mengalami stres emosional karena menurunnya kadar esterogen yang mempengaruhui tonus vasomotor melalui upregulation dari sintase nitrit oxide (NO). Esterogen juga mengurangi vasokontriksi yang dimediasi oleh katekolamin dan mengurangi respon simpatetik terhadap stres pada wanita pascamenopause. Kadar estradiol yang rendah juga meningkatkan abnormalitas dinding ventrikel kiri.
2. Faktor Genetik
Polimorfisme gen adrenergik mempengaruh fungsi reseptor dan signalling yang ditemukan pada pasien takotsubo kardiomiopati. Prevalensi kejadian kardiomiopati takotsubo tidak mengenai pada semua orang yang mengalami stress, sehingga kuat dugaan bahwa faktor genetik juga berperan disini.
3. Penyakit Psikiatri dan Neurologis
Hasil penelitian diluar negeri menunjukan bahwa prevalensi gangguan cemas dan depresi didapatkan lebih tinggi pada kardiompati takotsubo daripada sindrom koroner akut. Penyakit neurologis seperti stroke, peradarahan subarachnoid dan kejang sering ditemukan bersamaan dengan takotsubo kardiomiopati.