Lihat ke Halaman Asli

UMU NISARISTIANA

Content Writer

Di Tengah-tengah: antara Bermanfaat dan Dimanfaatkan

Diperbarui: 6 Oktober 2022   13:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

"udah kapok jadi orang bermanfaat, ujung-ujungnya dimanfaatkan" Kira-kira seperti itulah isi whatsapp dari teman saya dua minggu yang lalu. Cukup panjang saya memikirkan kebenaran atas kesimpulan teman saya itu, paling tidak sampai pada pagi ini. Tapi apakah benar menjadi bermanfaat itu melelahkan? Sampai harus kapok dan merasa kesal? Setidaknya bagi saya pribadi, ada satu hal penting diantara bermanfaat dan dimanfaatkan yaitu kendali diri. Paling tidak kita harus kembali menyadari dua hal, yaitu: 

1.Manusia memiliki kendali atas pilihannya 

Sebelum membicarakan mengenai kendali, baiknya seseorang sudah mampu membangun batasan atau dalam istilah psikologi (ilmu jiwa) disebut dengan setting boundaries. Membangun batasan artinya memahami kata "cukup" bagi diri sendiri. Batasan dapat diaplikasikan dalam berbagai aspek kehidupan seperti pekerjaan, hubungan, keluarga dan konflik. "cukup" masing-masing orang itu berbeda berdasarkan karakter seseorang. Batasan dapat berupa hal fisik, emosi dan pandangan atas tingkat kenyamanan, kebutuhan dan selera seseorang. Kemampuan membangun batasan mempermudah seseorang untuk mengendalikan diri; kapan waktunya untuk menerima tanggung jawab baru, kapan waktu yang tepat untuk berhenti berharap, kapan waktu yang tepat untuk mengeksekusi tindakan. Memiliki batasan mempermudah kita dalam hal pengendalian diri, sebab kita memiliki alasan yang logis berdasarkan pertimbangan diri saat menerima atau menolak permintaan orang lain. Jika memang menerima, kita akan menerima dengan hati yang riang gembira. Namun, jika memang harus menolak, kita akan menolak tanpa ada perasaan bersalah. 

2.Manusia harus berani menyuarakan pilihannya 

Batasan hanya sekedar batasan jika kita tidak mampu menyuarakannya. Menegaskan batasan hendaknya dengan komunikasi persuasive dan asertif. Persuasive artinya komunikasi yang mampu membuat seseorang menerima kehendak atau pandangan kita. sedangkan asertif artinya komunikasi yang bersandar pada pemenuhan kebutuhan antara dua pihak. Kita tidak hanya mendengarkan dan menghormati kebutuhan orang lain, tapi juga mempertahankan kebutuhan, keinginan dan perasaan diri sendiri. Kemampuan berkomunikasi persuasive dan asertif ini mempermudah lawan bicara untuk mengetahui situasi dan kondisi diri kita. Saat menyuarakan pilihan kita, sebaiknya sadari bahwa manusia itu berhak untuk memiliki dan memilih pandangannya sendiri. Seseorang tidak diperbolehkan mengeksploitasi seseorang yang lain dengan memaksakan kehendaknya. 

Melalui pemikiran ini, saya berkesimpulan bahwa seseorang dapat bermanfaat tanpa perlu merasa dimanfaatkan jika kita mampu mengendalikan diri dan berkomunikasi secara persuasive dan asertif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline