Lihat ke Halaman Asli

Berita UMS

Dikelola oleh Bidang Humas Universitas Muhammadiyah Surakarta

Rupiah Melemah Pengaruhi Ekonomi Indonesia, Ini Kata Pakar Ekonom UMS!

Diperbarui: 25 Juli 2024   09:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok Humas UMS

ums.ac.id, SURAKARTA - Merespon fluktuasi nilai tukar Rupiah, Guru Besar Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Prof. Dr. Anton Agus Setyawan, SE., M.Si., membahas kondisi ekonomi di Indonesia dan memberikan sarannya.

Anton Agus Setyawan mengungkapkan saat ini, kurs Rupiah berada di level Rp16.170 per US Dollar. Pelaku bisnis mengeluh, karena harga impor beberapa bahan baku industri mengalami kenaikan, sehingga biaya produksi pun turut melambung.

"Faktor eksternal menjadi penyebab utama melemahnya kurs Rupiah beberapa bulan terakhir. Faktor eksternal yang dianggap paling berpengaruh pada pelemahan Rupiah adalah meningkatnya angka inflasi Amerika Serikat," papar Anton Agus Setyawan yang juga Dekan FEB UMS, Selasa, (23/7).

Kondisi geopolitik global yang tidak pasti, lanjutnya, juga menyebabkan pelemahan Rupiah. Situasi perang Ukraina-Rusia yang tidak kunjung usai dan memanasnya tensi konflik di Timur Tengah membawa perekonomian global mengalami perlambatan. Secara umum, situasi geopolitik global mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dunia.

"Faktor eksternal dari sisi ekonomi makro di level global tahun 2024 menunjukkan perlambatan dari 2,7 persen, pada 2023 menjadi 2,4 persen pada tahun ini. Kecenderungan suku bunga tinggi karena peningkatan risiko ekonomi menyebabkan biaya pinjaman lebih tinggi. Dampaknya, investasi baru secara global juga mengalami perlambatan," ungkapnya.

Menurutnya, meskipun dalam kondisi stabil, kondisi makro ekonomi Indonesia sejak awal tahun tidak mampu menopang pertumbuhan ekonomi. Surplus neraca perdagangan terus mengalami penurunan, walau tidak mengalami defisit.

"Kementerian Keuangan menyebutkan, defisit APBN tahun 2024 diperkirakan mengalami pembengkakan menjadi Rp609,7 triliun atau 2,7 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Sebelumnya, defisit APBN 2024 direncanakan sebesar Rp522,8 triliun atau 2,29 persen dari PDB," ujar Guru Besar Ilmu Manajemen FEB UMS itu.

Anton memaparkan pembengkakan defisit dikarenakan dua hal. Pertama, kombinasi pendapatan negara, yakni Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), pajak, dan bea cukai, mengalami kontraksi pada semester pertama tahun 2024. Selanjutnya, terjadi peningkatan kenaikan belanja negara hingga 9,3 persen. Berdasarkan fakta tersebut, APBN 2024 tidak dapat memberikan stimulus pada pertumbuhan ekonomi nasional. Aspek kedua yang juga menyebabkan kurs Rupiah melemah adalah intervensi Bank Indonesia yang tidak mampu menahan fluktuasi kurs Rupiah.

"Pelemahan kurs Rupiah berdampak secara langsung pada pemerintah dan sektor swasta. Pelemahan kurs Rupiah secara otomatis berarti naiknya hutang luar negeri pemerintah berbentuk US Dollar. Perencanaan untuk belanja pemerintah pun harus disesuaikan. Hal itu menjelaskan informasi dari Kementerian Keuangan tentang belanja APBN yang mengalami kenaikan. Sementara pada sektor swasta, pelemahan Rupiah berdampak pada industri dengan bahan baku impor atau importir yang mendatangkan barang-barang konsumsi," terangnya.

Potret neraca perdagangan Indonesia, tambahnya, kini menunjukkan surplus selama 49 bulan berturut-turut, sejak Mei 2020. Secara akumulatif, angka surplus neraca perdagangan Indonesia mencapai US$ 157,21 miliar. Pada Mei 2024, neraca perdagangan Indonesia mencatatkan surplus sebesar US$ 3,56 miliar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline