ums.ac.id, SURAKARTA - Magister Ilmu Hukum (MIH) Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) mengadakan seminar nasional bekerja sama dengan Center of Economic and Law Studies (CELIOS), bahas kebijakan tranisisi energi.
Seminar nasional tersebut mengangkat tema "Meninjau Kebijakan Transisi Energi di Indonesia: Kapasitas Regulasi dan Ekosistem bagi Dunia Usaha", dilaksanakan secara hybrid di Ruang Seminar Gedung Pascasarjana UMS dan zoom meeting, Kamis (9/3).
Dengan menghadirkan para pakarnya yaitu Prof., Dr., Aidul Fitriaciada Azhari, S.H., M.Hum, Guru Besar di bidang Hukum Tata Negara, dan pakar bidang Ekonomi Prof., Dr., Anton Agus Setiawan, M.Si, serta Mhd., Zakiul Fikri, S.H., M.H peneliti dari CELIOS.
Wakil Dekan 3 Fakultas Hukum Dr. Muchamad Iksan, S.H., M.H., mengatakan penggunaan fosil sebagai sumber energi memang menghasilkan energi yang besar. Akan tetapi, di sisi lain juga menimbulkan dampak negatif yang luar biasa bagi lingkungan. Hal tersebut mendorong perubahan dengan menggunakan energi terbarukan.
"Dilakukan perubahan dengan energi terbarukan. Energi terbarukan yang harapannya tidak menimbulkan kerusakan alam yang besar di masa depan," jelas Dr., Muchamad Iksan.
Dia juga menyampaikan dari tahun 2006, perkembangan pemanfaatan energi terbarukan baru mencapai dua sampai tiga persen.
Prof., Dr., Aidul Fitriaciada Azhari yang juga merupakan Ketua Program MIH UMS mengungkapkan pengambilan tema ini dikarenakan bahwa isu ini jarang diperbincangkan, padahal menurutnya hal ini merupakan hal yang penting.
"Kita mengambil tema soal energi terbarukan karena ini memang menjadi sangat penting sekali, tetapi memang belum banyak diperhatikan," terangnya.
Menurutnya pembahasan seperti ini masih jarang dilakukan di perguruan-perguruan tinggi.
Dalam hal hukum, Rancangan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan (RUU EBT) yang mengatur tentang transisi energi, menghadapi persoalan dalam konteks power wheeling. Aidul Fitriaciada berefleksi apakah power wheeling ini pemisahan pelaku usaha dalam dunia energi, dengan power wheeling ini dibagi antara negara dan pelaku usaha.
"Yang dikhawatirkan sebenarnya kalau dibedakan seperti ini, maka akhirnya memberatkan masyarakat karena bagaimanapun terjadi proses liberalisasi-privatisasi kegiatan listrik (energi), yang seharusnya dikuasai oleh negara," jelasnya.