Oleh Dr Anita Puji Astutik SAg MPdI
Umsida.ac.id - Berawal dari fenomena yang terjadi di tengah masyarakat, maraknya isu gerakan anti nasionalisme menjadikan kerusakan tatanan sosial di komunitas masyarakat. Hal ini menggugah masyarakat Indonesia yang berwawasan kebangsaan melakukan gerakan untuk mengantisipasi adanya aksi radikal tersebut.
Menurut Klandermans, gerakan sosial adalah epifenomena dari perubahan sosial dan dari kerusakan tatanan sosial serta kerusakan pertalian yang berhubungan dengan perubahan sosial yang didasari oleh beberapa faktor yang muncul di dalam komunitas masyarakat.
Lihat juga: Ahli Lingkungan Umsida Tanggapi Maraknya Polusi Udara
Gerakan-gerakan radikal selama ini mencoba membuat metamorfosa dengan merekrut mahasiswa sebagai kalangan terdidik. Dengan cara ini, mereka memberikan kesan bahwa gerakan radikal yang hanya dipegang oleh masyarakat awam kebanyakan akan luntur dengan sendirinya. Pola rekrutmen mahasiswa oleh kalangan radikal di kampus menjadi perhatian khusus bagi beberapa pimpinan perguruan tinggi sehingga beberapa pimpinan perguruan tinggi melakukan tindakan pencegahan gerakan radikal, tak terkecuali di perguruan tinggi Muhammadiyah/Aisyiyah.
Penegasan komitmen kebangsaan Muhammadiyah perlu mendapatkan respon aktif dari seluruh penyelenggara dan insan akademika untuk mewujudkan internalisasi sikap wawasan kebangsaan. Seluruh aktivitas pembelajaran di lingkungan perguruan tinggi Muhammadiyah/Aisyiyah harus dapat menjunjung dan menguatkan misi tersebut dengan mengintegrasikan ke dalam kegiatan intra maupun ekstra kampus.
Lihat juga: Inovasi Pendidikan Inklusi Berkilau di SD Muhammadiyah 01 Candi
Pemberian materi kemuhammadiyahan diupayakan untuk membentengi mahasiswa terhadap pengaruh ideologi, khususnya radikal. Meskipun materi kemuhammadiyahan telah diberikan dalam mata kuliah sebagai penguatan ideologi, akan tetapi tidak semua mahasiswa akan mempunyai wawasan kebangsaan yang sama terhadap negara, bahkan materi kemuhammadiyahan hanya dipandang sebagai formalitas teori mata kuliah yang harus diampu. Oleh karena itu, perlu adanya peninjauan terhadap kurikulum Al Islam dan Kemuhammadiyahan yang seharusnya digunakan sebagai acuan untuk memperoleh pengetahuan, pemahaman mengembangkan keahlian, dan mengubah apresiasi sikap serta nilai- nilai wawasan kebangsaan, serta pendorong penyebaran radikal.
Hal ini dikarenakan konsep Negara Pancasila sebagai Darul 'Ahdi Wa Syahadah merupakan hasil dari Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar tahun 2015 perlu ditambahkan dalam kurikulum AIK III. Melihat dari historis Kurikulum AIK, Majelis Dikti PP Muhammadiyah telah melakukan rekonstruksi kurikulum Al Islam dan Kemuhammadiyahan III (AIK III) dengan memasukkan materi nilai-nilai kebangsaan. Sinkronisasi antara materi AIK dengan perkembangan pemikiran Muhammadiyah mendorong tim kurikulum AIK Universitas Muhammadiyah Sidoarjo untuk mengintegrasikan materi Darul 'Ahdi Wa Syahadah dalam Hidden Curriculum AIK III di Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.