Lihat ke Halaman Asli

UmsidaMenyapa1912

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

Menghadirkan Allah dalam Setiap Aksi: Filosofi Dzikir Muhammadiyah

Diperbarui: 17 Januari 2025   12:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dosen Umsida

Oleh: Kumara Adji Kusuma

(Dosen Universitas Muhammadiyah Sidoarjo dan Wakil Ketua Majelis Tabligh PDM Sidoarjo)

 Dzikir, yang sering dipahami sebagai aktivitas spiritual yang hanya melibatkan lisan, dalam kenyataannya memiliki makna yang jauh lebih dalam, terutama dalam tradisi Tasawuf dan gerakan Muhammadiyah

Dzikir dalam konteks Tasawuf

Fenomena dzikir dalam dunia tasawuf memiliki kedudukan yang sangat penting dan merupakan salah satu inti dari praktik spiritual (riyadhah) dalam rangka mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah. Dzikir merupakan salah satu jalan utama dalam tasawuf untuk mencapai maqam-maqam spiritual seperti fana (lebur dalam kehadiran Allah) dan baqa (kekal dalam cinta Allah). Para sufi seperti Abu Yazid al-Bustami, Al-Ghazali, dan Ibnu 'Arabi menekankan pentingnya dzikir sebagai media penyucian hati (tazkiyatun nafs) untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Dalam praktiknya di dunia tasawuf, terdapat beberapa metode dzikir. Dzikir Sirr (Dzikir Khafi), yakni dzikir yang dilakukan secara tersembunyi dalam hati tanpa suara. Ini sering dipraktikkan dalam tarekat tertentu, seperti Tarekat Naqsyabandiyah. Kemudian Dzikir Jahr: Dilakukan dengan suara keras, biasanya dipraktikkan dalam bentuk kelompok seperti Tarekat Qadiriyah atau Syadziliyah. Serta  Dzikir dengan Hitungan, dilakukan oleh beberapa tarekat menggunakan alat seperti tasbih untuk menghitung jumlah dzikir tertentu yang biasanya diajarkan oleh mursyid (guru spiritual) untuk meningkatkan level spiritual murid.

Pada sebagian besar kalangan sufi, dzikir dilakukan secara kolektif. Dzikir berjamaah atau majelis dzikir merupakan tradisi penting dalam tarekat, di mana komunitas tarekat berkumpul untuk bersama-sama mengingat Allah. Ini menciptakan suasana spiritual yang mendalam dan energi kolektif.

Namun, sebagian ulama non-sufi mengkritik beberapa bentuk dzikir yang dianggap bid’ah atau berlebihan, terutama yang menggunakan ritual tertentu seperti musik atau tarian dalam dzikir hadrah. Namun, para sufi menjelaskan bahwa bentuk-bentuk dzikir ini adalah cara untuk menyalakan cinta kepada Allah dan bukan semata ritual kosong

Dzikir dan Muhammadiyah

Masjid An-Nur Umsida

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline