Lihat ke Halaman Asli

UmsidaMenyapa1912

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

Perjalanan Prof Sutarman dari Keluarh

Diperbarui: 20 Desember 2024   10:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Istimewa

Satu lagi dosen Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) yang berhasil meraih gelar guru besar di bulan Desember ini. Ia adalah Prof Dr Ir Sutarman MP yang merupakan dosen program studi Agroteknologi. 

Lihat juga: 13 Teknologi yang Bisa Digunakan Petani Milenial Menurut Dosen Umsida

Dosen yang biasa disapa Dr Tarman ini menjadi guru besar Umsida di bidang Mikrobiologi Kesuburan dan Kesehatan Tanaman, sebuah pencapaian yang lahir dari perjuangan panjang, dedikasi tanpa henti, dan pengabdian mendalam kepada ilmu pengetahuan.

Dr Tarman Bercita-cita Jadi Guru

Dr Tarman merupakan sosok yang lahir dan besar di dalam lingkungan keluarga yang cukup sederhana. Saat kecil ia mengenyam pendidikan di sekolah negeri dari SD hingga SMA.

Siapa sangka, dosen yang saat ini menjadi guru besar Umsida itu ternyata memiliki cita-cita yang cukup sederhana, yakni menjadi guru agar segera bisa bekerja dan membantu keluarga.

Pada tahun 1984 dengan segala keterbatasannya, Dr Tarman memberanikan diri untuk  melanjutkan mimpinya ke jenjang pendidikan tinggi. Dengan tekad dan takdir Tuhan, membawanya ke jurusan ilmu pertanian di Universitas Lampung.

"Awalnya saya berharap masuk ke pilihan kedua, tapi ternyata diterima di pilihan pertama. Sebagai anak dari keluarga miskin, saya berpikir keras bagaimana bertahan hidup," kenang Dr Tarman.

Meski penuh tantangan, ketertarikannya di bidang mikrobiologi yang tumbuh sejak SMA semakin menguat. Dengan tekad baja, ia menyelesaikan studinya dalam waktu 4 tahun, dari hanya 20 mahasiswa yang berhasil lulus tepat waktu dari angkatan sebanyak 200 orang.

Korbankan Karir untuk Pendidikan

Setelah lulus pada tahun 1988, ia menjadi asisten dosen di sebuah perguruan tinggi swasta di Lampung sebagai langkah awal perjalanan karirnya. Namun, tanggung jawab keluarga memaksanya berpikir realistis.

 "Saat itu, penghasilan dosen tidak mencukupi untuk keluarga, apalagi orang tua saya sakit-sakitan," ujar Dr Tarman.

Ia kemudian bekerja di Jakarta, meski bukan keinginannya. Di sela kesibukan, Dr Tarman melanjutkan studi S2 di Universitas Brawijaya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline