Lihat ke Halaman Asli

UmsidaMenyapa1912

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

Dosen Umsida Tanggapi Maraknya Budaya Serangan Fajar Hingga Saat Ini

Diperbarui: 27 November 2024   08:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Istimewa

Hari ini, rakyat Indonesia menggunakan haknya untuk memilih pemimpin yang menentukan nasib mereka di negeri macan Asia yang tertidur ini. Indonesia menggelar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024 pada Rabu, (27/11/2024).

Namun, ada satu fenomena unik yang sering, atau hampir terjadi di setiap pagelaran pesta demokrasi di negeri ini, namanya serangan fajar. 

Lihat juga: Peran dan Sikap Muhammadiyah Menyongsong Pesta Demokrasi 2024

Serangan fajar merupakan salah satu bentuk politik uang yang dilakukan di hari-hari terakhir menjelang pelaksanaan Pemilu atau Pilkada, misalnya pada H-1 malam atau hari H pada pagi hari.

Biasanya, hal ini dilakukan oleh timses paslon tertentu yang mendatangi warga sembari memberikan sejumlah uang dengan tujuan agar mereka memilih paslon yang didukung.

Serangan Fajar Sudah Lama Ada

Pakar hukum Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Dr Lidya Shery Muis SH MH MKN turut menanggapi fenomena tersebut.

“Sebenarnya fenomena serangan fajar bukan hal baru dalam kontestasi politik di Indonesia, terutama dalam Pilkada. Praktik ini sudah ada sejak lama dan cenderung semakin menjamur seiring dengan semakin kompleksnya persaingan politik,” kata ketua program studi Hukum Umsida itu.

Meskipun tidak ada data yang sangat akurat mengenai kapan pertama kali praktik ini muncul, imbuhnya, namun literatur politik dan pengalaman menunjukkan bahwa serangan fajar telah menjadi bagian dari budaya politik negeri ini.

Fenomena ini masih sering terjadi lantaran beberapa faktor. Dr Lidya menjelasan beberapa di antaranya, seperti:

  1.  Sudah tertanam kuat dalam budaya politik Indonesia, yang menunjukkan bahwa politik sering diidentikkan dengan materi dan kekuasaan.
  2.  Lemahnya penegakan hukum. Pelaku sulit untuk dijerat karena sudah dianggap budaya yang wajar saat pilkada. Hukuman yang diberikan tidak menimbulkan efek jera.
  3.  Rendahnya tingkat pendidikan pemilih membuat mereka rentan terhadap iming-iming materi.
  4.  Sistem politik yang belum matang. Sistem politik yang belum sepenuhnya demokratis dan partisipatif membuka peluang bagi praktik-praktik kotor seperti serangan fajar.

Tindakan yang Melanggar Hukum

Ilustrasi: Pexels

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline