Lihat ke Halaman Asli

UmsidaMenyapa1912

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

Konsep Khok Nong Na, Selamatkan Pertanian Thailand dari Perubahan Iklim

Diperbarui: 23 Mei 2024   16:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Dalam rangkaian Eastbound Batch 5 yang diselenggarakan oleh Fakultas Bisnis Hukum dan Ilmu Sosial (FBHIS) Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), juga terdapat kegiatan visiting lecturer yang dipaparkan oleh Asst Prof Dr Noopawan Phuengpa selaku dosen dari Burapha University Thailand di Aula KH Mas Mansoer Umsida, Senin (20/05/2024).

Manajemen Bencana Alam di Thailand

Dr Noopawan menjelaskan mengenai manajemen disaster yang telah dijalankan di negaranya oleh pemerintah. Sebelum itu Dr Noopawan memberikan gambaran kepada peserta seperti apa kondisi alam yang ada di Thailand.

"Thailand beberapa kali mengalami banjir, tanah longsor, kekeringan, gempa bumi, tsunami, gelombang panas, kebakaran hutan dan epidemi," jelasnya.

Disana, lanjut Dr Noopawan juga pernah terjadi kecelakaan kimia, namun menurutnya banjir adalah bencana alam yang paling besar pernah terjadi di Thailand dan membuat perubahan yang signifikan bagi kehidupan masyarakat bahkan mempengaruhi perekonomian negara.

Dr Noopawan juga memaparkan bahwa di negara gajah putih tersebut ada 2 musim muson, yaitu muson barat daya yang menghasilkan kelembapan hangat dari Samudera Hindia dan hujan deras di bulan Mei. Sedangkan muson timur laut yang membawa kondisi dingin dan kering serta curah hujan yang deras dimulai sekitar bulan Oktober.

"Siklon tropis diperkirakan akan terjadi mulai bulan Mei dan seterusnya. Berbagai wilayah di negara ini  dapat mengalami badai lokal (atau badai musim panas) selama bulan Februari hingga Maret. Badai lokal dapat terjadi di wilayah selatan dari bulan Maret hingga November dan di wilayah utara antara bulan April dan Oktober," paparnya.

Dengan perubahan musim tersebut beberapa wilayah di Thailand sangat rawan mengalami banjir. Selain itu mereka juga sering mengalami kekeringan yang cukup parah di beberapa waktu tertentu.

Hal ini menyebabkan dampak yang buruk untuk sektor pertanian. "Dampak dari banjir lebih banyak dari pada kekeringan, kami akan mengalami kerugian pada perdagangan, rumah, pabrik, mesin, kendaraan, jaringan komunikasi dan hewan ternak. Sedangkan untuk pertanian tergantung seberapa cepat banjir meluas, semakin ceat maka tanaman padi, tebu dan singkong akan mengalami kerusakan. Sehingga mendongkrak harga pangan melonjak naik," jelasnya.

Sebaliknya dampak kekeringan tergantung pada jenis tanaman petani, "Jika tanaman agroforesteri akan lebih tahan terhadap kekeringan dibandingkan tanaman ladang, meski hasilnya akan tetap menurun," ungkapnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline