Lihat ke Halaman Asli

Ummu Alliwa

Semua penulis akan mati, kecuali karyanya yg abadi, yaitu karya yg membuat bahagia di akhirat.

Buruh, Bagaimana Nasibmu Kelak?

Diperbarui: 4 Desember 2019   08:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

 Sistem perburuhan yang ada saat ini masih menjadi polemik yang diibaratkan bagai benang kusut. Walaupun tanggal 1 Mei selalu diperingati sebagai Hari Buruh Nasional, namun kenyataannya tiap tanggal 1 Mei masih saja diramaikan dengan demo para buruh yang menuntut hak-hak mereka dipenuhi, terutama terkait upah buruh. Hal tersebut menunjukkan kesejahteraan buruh selama ini masih belum tercapai, bahkan banyak diantara mereka yang hak-haknya belum terpenuhi.

Beberapa waktu lalu Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) melakukan penolakan terhadap wacana Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) yang akan meninjau skema pengupahan terhadap buruh di kabupaten/kota terkait penghapusan UMK dan akan mengacu pada UMP. Padahal banyak daerah memiliki UMK jauh lebih tinggi daripada UMP. Tentu saja hal ini akan menambah beban hidup para buruh. Presiden KSPI Said Iqbal menilai bahwa wacana tersebut ngawur, bertentangan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan, dan secara sistematis akan memiskinkan kaum buruh (cnbcindonesia.com, 14/11/2019)

Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah menjelaskan bahwa sistem pengupahan saat ini masih mengacu pada Peraturan Pemerintah nomor 78 tahun 2015. Sehingga perbedaan UMK dan UMP selama ini merupakan upah sektoral yang telah direalisasikan berdasarkan regulasi (cnbcindonesia.com, 14/11/2019). Dalam istilah ilmu ekonomi, buruh memang dianggap sebagai sumber daya yang dimiliki manusia dan digunakan dalam proses produksi, sehingga buruh adalah input atau faktor pengeluaran atau biaya produksi. Seperti yang kita ketahui, prinsip ekonomi untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan menekan pengeluaran seminimum-minimumnya masih banyak dianut oleh pelaku ekonomi. Hal seperti itulah yang menyebabkan kesejahteraan buruh sulit untuk dicapai.

Islam sebagai agama rahmat bagi semesta alam, sangat memperhatikan hak-hak umat tidak terkecuali hak-hak pekerja/buruh. Faktor buruh tidak harus dianggap sebagai biaya produksi atau faktor pengeluaran, karena hal itu akan merendahkan derajat manusia sebagai wakil Allah di bumi. Seorang buruh yang menjual tenaganya untuk mendapatkan imbalan upah, sejatinya dia menjual sebagian dari apa yang dimilikinya, yaitu berupa tenaga atau keterampilan, dan bukan menjual dirinya. Maka tidak semestinya buruh dianggap sebagai faktor produksi atau biaya pengeluaran.

Sebegitu pentingnya masalah upah buruh ini, Islam memberi pedoman kepada para pihak yang mempekerjakan orang lain bahwa prinsip pemberian upah harus mencakup dua hal, yaitu adil dan mencukupi. Prinsip tersebut terangkum dalam sebuah hadis Nabi yang diriwayatkan Imam Al-Baihaqi, "Berikanlah gaji kepada pekerja sebelum kering keringatnya, dan beritahukan ketentuan gajinya, terhadap apa yang dikerjakan" (Anggalih Bayu, 2017).

Dari pemaparan Menaker diatas, tentu saja wacana penghapusan UMK dan akan mengacu pada UMP bukanlah solusi dari polemik perburuhan yang ada saat ini. Tetapi, sekedar "obat penghilang rasa sakit". Penyakitnya sendiri tidak hilang, apalagi sembuh. Karena sumber penyakitnya tidak pernah diselesaikan. Karena itu, masalah perburuhan ini akan selalu muncul dan muncul, seperti lingkaran "setan", karena tidak pernah diselesaikan. Jika memang benar-benar problem perburuan ini ingin selesai dan kesejahteraan buruh bisa terwujud maka tidak ada jalan lain kecuali harus kembali kepada penyelesaian mulia, yakni, penyelesaian dengan syariat Islam.

Oleh : Ulivia Ristiana, S.P.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline