Lihat ke Halaman Asli

Ummu Rahayu

Engineer sekaligus Penulis

Bukan Mudah Mekarnya "Mawar Putih": Sebuah Perjalanan Asma Nadia

Diperbarui: 17 Juni 2015   11:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari lalu saya nonton Asma Nadia menjadi narasumber di salah satu televisi nasional. Rupanya, kita tidak bisa melihat masa kecil penulis best seller ini dari kehidupannya sekarang. Bisa dibilang, beliau memiliki perjalanan hidup yang kontras.

Namun, doa melalui nama asli Asmarani Rosalba ini terkabul. Rosalba, yang berarti Mawar Putih, kiranya tepat mencerminkan sosok anggun berdedikasi itu.

Koran Sayur


Sejak kecil, wanita dua anak ini memang suka membaca. Namun, aksesnya terhadap buku tidaklah seberuntung kebanyakan dari kita. Jika sekarang uang bukan masalah karena kita bisa membaca online, dulu mana ada fasilitas demikian.

Keterbatasan ekonomi keluarga tidak menghalangi minat baca perempuan berdarah Tionghoa itu. Teks-teks sudah akrab di kehidupannya sejak umur tiga tahun. Helvy Tiana Rossa lah yang menjadi ‘guru’.

Bersama kakaknya tersebut, beliau sering merubung sayur bawaan ibundanya. Bukan mengincar sayurnya, tetapi koran pembungkusnya. Dikencangkanlah kertas berita dan informasi itu lalu dilahap alias dibaca. Kadang mereka menemukan artikel penuh, kadang terpotong karena halaman berikutnya tidak ikut menjadi bungkus.

Sang Ibunda bertutur, awalnya, perempuan yang akrab dipanggil Rani tersebut hanya ikut melihat koran saja. Ia kerap meniru apa yang dilakukan kakaknya, padahal koran di tangannya terbalik. Rani kecil pun sering mendengarkan ocehan saudara sulungnya saat membaca.

Bimbingan ibu dan kebiasaan tersebut menjadikan kedua pendiri Forum Lingkar Pena ini sudah bisa membaca sebelum masuk Sekolah Dasar.

Diusir


Awalnya, cinta mereka terhadap buku seperti bertepuk sebelah tangan. Bersama kakak dan adiknya, ia kerap mengunjungi salah satu kios penyewaan namun hanya mampu melihat-melihat. Saking seringnya hanya menunjuk-nunjuk tanpa membayar, mereka semua diusir.

Asma kecil yang belum sekolah pun menangis dan ingin bisa menulis buku. Sang Kakak menguatkan, mengajak adiknya untuk bertekad menulis sebanyak buku di penyewaan tersebut. Hari itu mereka bercita-cita membuat tempat baca untuk seluruh anak Indonesia.

Asa tersebut tidak bisa disebut bau kencur. Terbukti, puluhan tahun kemudian, berdirilah perpustakaan gratis, Rumah Baca Asma Nadia. Hingga kini, terbentuk sekitar 140 cabang tersebar dari Sumatera sampai Papua. Rumah baca ini juga didirikan untuk Tenaga Kerja Indonesia di Hongkong.

Akibat Buku Bekas


Saat sekolah, kalau punya uang lebih, perempuan kelahiran Jakarta itu berburu di pusat buku bekas. Pernah dia berhasil mengoleksi serial namun tidak menemukan edisi terakhirnya. Ia dan kakaknya pun menciptakan ending masing-masing.

Ngamen

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline