Lihat ke Halaman Asli

Produk Mudharabah Sebagai Solusi Investasi dalam Perekonomian Islam

Diperbarui: 20 Desember 2016   21:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Allah mengatur seluruh permasalahan yang berhubungan dengan pengembangan usaha bisnis, investasi dan pembagian keuntungan sehingga umat islam bisa menjalankan usahanya tanpa harus berkecimpung dalam riba dan dosa.

Di antara produk islam di dalam bidang ekonomi adalah mudharabah. Mudharabah secara umum adalah kerja sama antara pemilik dana dan pengelola modal untuk melakukan usaha tertentu dengan pembagian keuntungan bedasarkan nisbah ( Irma, 2011: 31)  

Mudharabah ini bisa menjadi salah satu solusi untuk bisnis skala kecil maupun besar, terlebih lagi untuk orang orang yang punya skill (kemampuan) dan pengalaman tetapi tidak punya modal, punya modal yang uangnya menganggur tetapi tidak memiliki skill (kemampuan) dan pengalaman tetapi juga menginginkan keuntungan, orang yang tidak punya kedua hal tersebut tetapi bisa di ajak bekerja dan bekerja sama.

Ketiga kekuatan ini apabila di gabungkan ingsaallah akan menjadi kekuatan yang besar untuk mendongkrak perekonomian islam. Bagaimana sebenarnya aturan al mudharabah dalam islam? Di dalam mudharabah al mudharib (investor) menyerakan maal (modal) kepada al amil ( pengusaha) untuk berusaha kemudian keuntungan di bagi kepada investor dan pengusaha dengan presentase  ( nisbah) yang di hitung dari keuntungan bersih.

Pengusaha tidak mengambil keuntungan dalam bentuk apapun sampai modal investor kembali 100% jika modslnya telah kembal, barulah di bagi keuntunganya sesuai prosentase yang di sepakati.

Di dalam mudharabah kedua belah pihak selain selain berpoternsi untuk untung, maka kedua belah pihak berpotensi untuk rugi. Jika tejadi kerugian maka investor kehilangan modalnya, dan untuk pengusaha tidak mendapatkan apa apa.

Apabilah terjadi kerugian, maka investor tidak boleh menuntut pengusaha apabilah pengusaha benar benar bekerja sesuai kesepakatan dan aturan, jujur dan amanah. Investor bisa menuntut pengusaha apabila ternyata pengusaha tafrit ( menyepelahkan bisnisnya dan tidak bekerja semestinya) seperti bermalas malasan, mengunakan modal tidak sesuai yang di sepakati bersama, ta’addi ( menggunakan harta di luar kebutuhn usaha) seperti modal usaha dipakai untuk membangun rumah untuk menikah dan lain lain.

Keuntungan yang di peroleh dalam akad mudharabah harus jelas. Misal untuk investor 70% dan pengusaha 30% , 50% - 50% hal ini harus di tetapkan dari awal akad. Tidak di perkenankan membagi keuntungan 0% - 100% atau 100% - 0%.

Besar presentase keuntungan adalah bebas, tergantung kesepakatan antara kedua belah pihak. Tidak boleh mengikut sertakan orang yang tidak terlibat dalam usaha dengan presentase tertentu. Misal si A adalah investor dan B adalah pengusaha. Si B mengatakan istri saya si C harus mendapatkan 10% dari keuntungan. Padahal istinya tidak terlibat sama sekali dalam usaha.

Apabilah pengusaha berhutang kepada investor. Misalkan 10 juta dan ternyata pembagian keuntunganya dia mendapat 15 juta maka 15 juta langsung di pergunakan untuk membayar hutangnya 10 juta. Dan pengusaha berhak mendapatkan 5 juta sisanya.

Akan tetapi jika pembagian keuntunganya hanya 8 juta, berarti hutang pengusaha belum terbayar seluruhnya. Pengusaha masih berhutang  juta kepada investor. Dan yang perlu di pertahankan dan ditekankan pada tulisan ini, dalam mudharabah, keuntungan di dapatkan dari prosentase keuntungan bersih dan bukan dari modal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline