"Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya. Imam (waliyul amri) yang memerintah manusia adalah pemimpin dan ia akan ditanya tentang rakyatnya." (HR. Al-Bukhri dan Muslim).
Situasi Ramadan dan Idul Fitri di tahun ini, sangatlah jauh berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Seluruh umat Islam harus menjalani puasa Ramadan dan merayakan Idul Fitri di tengah pandemik Covid-19 yang telah menyebar ke 210 negara, tak terkecuali Indonesia.
Suasana Ramadan tak kan lagi semarak dengan aktivitas ibadah yang sarat dengan berkumpulnya banyak orang (berjamaah), seperti buka puasa bersama, tarawih di masjid, pesantren kilat anak-anak dan remaja, dan sebagainya.
Tahun ini, semua aktivitas ibadah Ramadan dilakukan di rumah. Tak dapat dipungkiri pula, ada satu hal yang sangat dirindukan oleh kaum urban yang biasanya dilakukan minimal setahun sekali, yaitu aktivitas mudik ke kampung halaman untuk berjumpa dengan orang tua dan sanak-saudara. Lalu, bagaimana dengan aktivitas mudik Lebaran tahun ini? Apakah tetap akan dilakukan?
Survey yang dilakukan oleh Katadata Insight Center (KIC) kepada 2.437 responden di 34 provinsi,di antaranya 12% responden menyatakan akan tetap mudik meskipun dalam kondisi pandemi Covid-19. Dengan kata lain, diperkirakan 3 juta orang akan mudik Lebaran. Sementara itu, 4% dari responden menyatakan telah mudik terlebih dahulu.
Kelompok yang mudik awal didominasi oleh kelompok mahasiswa/pelajar sebanyak 39,4%, diikuti 23,1% karyawan swasta. Tidak sedikit, kelompok yang mudik awal berasal dari kalangan pedagang kecil/kaki lima, karyawan toko, warung makan, dan buruh pabrik (sumber).
Survey tersebut dilakukan sebelum penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Khususnya bagi pemudik awal, alasan yang dikemukan oleh kalangan pelajar/mahasiswa karena kebijakan sekolah/kampus untuk belajar secara online (dalam jaringan/daring), karyawan swasta dengan kebijakan WFH (Work From Home) atau karena dirumahkan/PHK, atau sepinya pelanggan sehingga memutuskan untuk pulang kampung.
Setidaknya dalam pikiran mereka, di kampung (daerah asal) tidak mengeluarkan biaya kontrakan dan biaya hidup yang besar sehingga pengeluaran dapat diminimalisasi meskipun dengan makan seadanya di kampung halaman.
Sebenarnya, tidak ada yang salah dengan tradisi mudik. Namun, dalam situasi pandemi saat ini tindakan mudik bisa memicu penyebaran virus Covid-19 menjadi lebih luas.
Oleh karena itu, untuk mengantisipasi terjadinya mudik Lebaran, Pemerintah Daerah (Pemda) sudah menyiapkan berbagai strategi untuk mencegah arus mudik dari kota ke daerah, baik di dalam pulau maupun antar pulau.
Seperti pernyataan pengamat kebijakan publik, Danang Girindrawardana, bahwa mobilisasi penduduk yang berjumlah besar dari satu daerah ke daerah lain berpotensi merusak konstruksi kesehatan ekonomi dan psikososial secara lebih massif di daerah (sumber).