Lihat ke Halaman Asli

Kesatuan Makna Wujud dan Ketiadaan

Diperbarui: 12 Agustus 2024   22:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Kesatuan Makna Wujud

Berbeda dengan pembahasan sebelumnya (Memahami Konsep Wujud), kali ini kita akan menganalisa terkait makna kata Wujud yang pada predikasinya apakah memiliki makna yang sama (Univokal), ataukah tidak.
Seperti yang telah kita ketahui, bahwa setiap kata memiliki makna yang berbeda-beda, tergantung pada predikasinya. Seperti kata "Bisa" yang bila di predikasikan terhadap ular maka berati "racun", dan bila di predikasikan kepada manusia maka berarti "mampu". Namun, apakah kasus kata "Bisa" itu sama dengan kasus kata "Wujud" dalam predikasinya?.  
Nah, persoalan di atas lah yang akan kita analisa bersama-sama dengan beberapa argumentasi. Penjelasannya adalah: jika makna wujud ekuivokal (makna yang berbeda), maka maknanya akan berbeda kalau berhubungan dengan wujud materi, dan begitu juga dikaitkan dengan wujud non materi maknanya pun berubah juga. Jadi makna wujud akan berbeda jika ia adalah wujud-mungkin (wujud yang keberadaannya bergantung kepada sesuatu yang lain), karena setiap kali wujudnya berbeda, maka berbeda juga maknanya.  
Nah, dalam kondisi seperti ini, jika kita memiliki  pengetahuan dan keyakinan bahwa jiwa manusia adalah non materi, lalu kita mengatakan: "jiwa manusia berwujud" maka kata wujud di sini yang menjadi predikat memiliki makna A. Namun, jika kita memiliki pengetahuan dan keyakinan bahwa jiwa manusia itu materi,  lalu kita mengatakan: "jiwa manusia berwujud",  maka kata wujud akan memiliki makna yang berbeda lagi, yaitu B. Akibatnya, pengetahuan dan keyakinan kita tentang jiwa manusia pun akan berubah. Sehubung dengan perubahan pada objek yang dituju, dan tidak mungkin juga kita predikatkan kata Wujud dengan suatu objek yang maknanya "ketiadaan". Karena itu bertolak belaka dengan hukum non-kotradiksi dalam akal kita, yang mengindikasikan ketidakmungkinan dua hal bertentangan (Ada dan Tiada) menyatu dalam satu objek. Sifat kontradiksi antara Wujud dan tiada itu terjadi secara hakikat, yang mana persoalan ini adalah sesuatu yang jelas dan gamblang, tidak ada keraguan sedikitpun di atasnya, karena kontradiksi  antara wujud dan tiada yaitu perkara yang hakiki menetapkan yang satu dan menegasikan yang lain.

Kata tiada hanya memiliki satu makna. Mungkin saja ada yang ragu dengan keunivokalan makna kata wujud, namun mustahil untuk ragu dengan keunivokalan makna kata tiada, karena jika kata tiada bermakna ekuivokal. Konsekuensinya adalah makna yang diberikan akan bersifat beragam sesuai dengan prediksi pada objeknya, dan hal ini memastikan adanya keragaman, dan perbedaan hakiki dalam ketiadaan mutlak. Kejamakan, keberagaman, dan perbedaan hanya ada dalam wujud dan keberadaan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline