Lihat ke Halaman Asli

JKT48 dan Hiperealitas Konsumtif

Diperbarui: 9 Januari 2024   14:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

JKT48 adalah grup musik idola yang terbentuk di Jakarta, Indonesia, pada tahun 2011. Aoyagi (1999) mengatakan grup idola adalah sekelompok orang yang dipromosikan oleh media (personalitas yang dipromosikan oleh media) yang menyanyi, menari, dan berakting di teater atau panggung, muncul di acara televisi, dan tampil di majalah atau iklan (Damasta & Dewi, 2020). 

Tidak hanya menari dan menyanyi, tetapi juga bakat dan penampilan lainnya (Ariyani, 2019). Mereka menjalin hubungan dengan menghasilkan barang seperti official merchandise, handshake, pemungutan suara, dan pemungutan suara untuk anggota grup idola 48 untuk berpartisipasi dalam kegiatan dianggap penting oleh manajemen untuk keberlangsungan grup idola 48.

Penggemar JKT48 memanfaatkan idolanya sebagai produk konsumen, dipengaruhi oleh berbagai media dan acara yang diselenggarakan oleh manajemennya. Pendekatan hiperrealistis ini mendorong mereka untuk berinteraksi, mendukung, dan mengembangkan idolanya sehingga meningkatkan perilaku konsumsinya. Media sosial dan acara meningkatkan perilaku konsumtif penggemar JKT48 karena mereka mendorong mereka untuk berinteraksi, mendukung, dan mengikuti perkembangan idola mereka. Selain itu, media sosial dan acara menciptakan ketakutan tertinggal atau FoMO (Fear of Missing Out), yang mendorong penggemar untuk menghabiskan banyak waktu dan uang untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka terhadap JKT48. 

Hal ini dapat menyebabkan situasi di mana idola menjadi terlalu populer, sehingga menyebabkan peningkatan konsumsi dan inefisiensi keuangan (Lestarina et al., 2017). Hal ini juga didukung oleh penelitian Yosephine dan Tia di tahun 2017 yang menyatakan bahwa para fans JKT48 (fanbase) cenderung bersikap konsumtif yang berlebihan. Data ini diambil dengan wawancara random sampling di Fanbase WANi JKT 48 Surabaya, salah satu responden bahkan pernah menggunakan sebanyak 70% gajinya hanya untuk sekedar membeli merchandise dan menonton konser. Tentunya, ini merupakan bentuk hiperealitas konsumtif yang dilakukan para fans JKT48 (Setiawan & Saraswati, 2017).

Tidak semua penggemar JKT48 memiliki pendapatan menengah ke atas, untuk itu perlu kiranya mengatasi hiperealitas konsumtif terhadap JKT48, sangat penting bagi kita untuk mengetahui dan menghargai batas pengeluaran kita sendiri. Menjadi penggemar bukan berarti harus kehilangan material. Hal pertama yang dapat dilakukan untuk menghindari perilaku konsumtif yakni mengatur keuangan dengan baik salah satunya menyiapkan anggaran keuangan sebagai acuan untuk kebutuhan finansial secara efektif dan realistis (Saraswati & Nugroho, 2021). Yang kedua yakni mengatur skala prioritas. 

Perlunya menentukan prioritas dalam kehidupan sehari hari agar mengetahui dan mengelola kebutuhan yang terjadi pada diri kita. Yang ketiga adalah menghindari perilaku konsumtif. Sepeti yang kita ketahui generasi z saat ini salah satu faktor terjadinya perilaku konsumtif adalah pembelian impulsif yang dilakukan secara berlebihan (Wulandari et al., 2022).

Sangat pentimg untuk memprioritaskan investasi untuk masa depan agar tidak terjadi perilaku konsumtif. Sehingga dapat menikmati kestabilan secara finansial dalam jangka panjang maupun pendek. Selain itu memulai menabung dengan teratur dan memilah dana dengan bijak. Hal ini dapat di imbangi dengan membuat aktivitas yang memungkinkan penggemar dan idola berinteraksi mengeluarkannya tanpa banyak uang, seperti percakapan online dan pertemuan virtual, dan lainnya. 

Ingatlah bahwa menjadi fans tidak hanya berarti menghargai dan mendukung idola kita, tapi juga memastikan bahwa kita berada pada jalur yang tepat (Setiawan & Saraswati, 2017)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline