Lihat ke Halaman Asli

Adakah yang ingin menjadi Janda?

Diperbarui: 24 Juni 2015   22:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Suatu pagi saat berbelanja di pasar bersama suami tak sengaja terdengar suara seorang ibu, “Ati-ati lho guyon karo rondo!” Artinya “ Hati-hati lho bercanda dengan janda.”

Sepertinya itu adalah perkataan yang dilontarkan ibu-ibu pedagang sayur kepada temannya yang sama-sama sedang berjualan. Biasanya kalau pembeli tidak akan berkata sekeras itu. Malu. Tapi namanya juga di pasar, sudah menjadi hal yang biasa jika mengobrol segamblang itu, apalagi sesama pedagang.

Sekilas saya melirik suami yang hanya mengangkat alis dan tersenyum, lalu bergegas pergi membawa barang belanjaan, sedangkan saya mengikuti sambil menggendong si kecil.

Janda adalah seorang perempuan yang sudah menikah tapi tidak lagi mempunyai suami, mungkin karena kematian, bercerai, atau ditinggal pergi begitu saja. Menurut saya tidak ada satu pun wanita, yang masih baik akal dan hatinya tentu, yang bercita-cita jadi janda. Saat menikah pasti tidak ada dalam angan-angan bahwa saya akan menjadi janda. Walaupun pada kenyataannya kalau dia tidak meninggal terlebih dulu, pastilah si suami yang akan terlebih dahulu menghadap Illahi.

Janda bukan hal yang aneh dalan masyarakat. Sejak jaman baheula janda sudah ada. Tapi entah kenapa janda identik dengan hal-hal yang tidak pantas. Apalagi kalau masih muda sudah menjanda. Kata orang-orang mah janda kembang euy...

Ketika seorang wanita menjadi janda merupakan saat –saat yang sulit untuknya. Apalagi kalau dia sangat mencintai si suami. Kesulitan makin terasa jika suami adalah tulang punggung keluarga yang meninggalkan banyak anak dan masih kecil-kecll. Kita tidak berbicara tentang wanita yang menikah dengan seorang laki-laki kaya dan sudah tua. Saat suami meninggal dia akan hidup senang bergelimang uang warisan yang banyak dikisahkan di sinetron-sinetron.

Begitu besar beban yang harus ditanggungkarena kepergian suami. Meski dalam beberapa kasus perceraian istri yang mengajukan gugatan untuk berpisah. Beban mental dan moral harus dipikul selain juga beban materi untuk menjadi orang tua tunggal bagi anak-anaknya. Tidak ada wanita yang benar-benar siap saat menghadapi perceraian.

Belum lagi ditambah anggapan negatif dari masyarakat bahwa janda adalah perusak rumah tangga orang. Bahkan ketika si janda akhirnya menikahi seorang laki-laki bujangan, maka rasa-rasanya mulut gatal kalau tidak ikut berkomentar.

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan status janda, yang perlu dibenahi adalah persepsi dan cara pandang masyarakat kita. Tidak semua janda adalah perebut suami orang dan tidak semua suami mau direbut oleh janda (lho?).

Daripada mendeskritkan status janda wanita lain lebih baik berusaha agar suami betah di rumah dan terhindar dari godaan di luar. Jadilah istri shalihah yang menyenangkan bila dipandang, betutur kata lemah lembut, dan mematuhi perintah suami. Dengarkan keluh kesahnya dan tentramkan hatinya. Jangan mudah terpengaruh dengan cerita suami-suami yang suka berbuat ini-itu diluar. Sehingga jadi berpikiran buruk dan memicu pertengkaran yang tidak perlu.

Jadikan rumah adalah tempat istirahat yang tenang dan hangat bagi suami. Semoga suami-suami kita tidak tergoda diluar karena kita sudah lebih dulu ‘menggodanya’ di rumah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline