Lihat ke Halaman Asli

Ummu Fatimah

Do the best

Lagi-Lagi Aborsi, Apa Kabar Moral Generasi?

Diperbarui: 10 Februari 2024   23:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : Pexel.com

Warga Ciracas pada awal bulan Nivember lalu dikejutkan oleh penggeledahan pihak berwenang di sebuah salon kecantikan (5/11). Polisi berhasil menemukan tulang belulang yang diduga kuat milik janin hasil aborsi pada tangka septik (humas.polro.go.id, 3/11). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia menunjukkan tingkat aborsi mencapai 228 per 100 ribu angka kelahiran hidup (hellosehat.com)

Aborsi sebagai kegiatan menghilangkan nyawa janin bukan karena alasan medis yang mengharuskan terjadinya aborsi termasuk dalam tindak kejahatan pembunuhan. Tindakan ini dapat dikategorikan sebagai tindakan tidak moral karena bertentangan dengan nilai kemanusian, religi dan sosial. Hanya saja, moralitas generasi muda saat ini mengalami degradasi yang ditunjukkan oleh banyaknya kejahatan dan kriminalitas termasuk aborsi di tengah masyarakat.

Moralitas hakikatnya adalah pandangan terkait standart baik buruk perbuatan yang dilakukan oleh manusia. Sayangnya paradigma masyarakat tentang standart mulai memudar seiring dengan masuknya pemahaman sekulerisme di tengah masyarakat. Sekulerisme adalah paradigma berpikir utuk memisahkan kehidupan manusia dengan agama kecuali aktivitas ibadah yang sifatnya pribadi saja. Artinya setiap individu berhak menjalankan aktivitas kehidupannya sesuai dengan kehendaknya masing masing. Paradigma ini membuat narasi kebebasan atau liberalisme berperilaku merajalela dan menjadi kebudayaan di masyarakat modern saat ini.

Cara pandang liberalism membuat standart kebenaran diantara setiap individu berbeda beda. Sehingga dalam kehidupan masyarakat standart kebenaran atau moralitas menjadi hal yang tidak penting bahkan tabu untuk dibicarakan. Cara pandang seperti ini lambat laun akan menghancurkan masyarakat itu sendiri, karena setiap individu berasa berhak untuk melakukan semua keinginannya bahkan ketika hal tersebut adalah tindakan kriminal sekalipun.

Contohnya saja, jika aktivitas aborsi dimaknai sebagai sebuah hak yang dimiliki seorang ibu atas tubuhnya dan kehendaknya untuk menjadi seorang ibu. Maka, akan banyak ibu atau Wanita yang melakukan aborsi sehingga akan menimbulkan berbagai dampak membahayakan seperti turunnya angka kelahiran, kehilangan atau kekosongan generasi, kesehatan reproduksi ibu yang terganggu dll.

Hal ini membuktikan bahwa sekulerisme liberalism tidak mampu membentuk masyarakat yang bermoral dengan paradigma yang dimiliki. Sehingga ketika masyarakat menginginkan hadirnya generasi yang bermoral maka perlu adanya paradigma yang dengan jelas membedakan benar dan salah. Standart kebenaran pada dasarnya harus memenuhi tiga hal yaitu rasional, menentramkan hati, dan sesuai dengan fitrah atau kodrat manusia. 

Ketiga hal ini menjadi standart untuk menemukan siapa yang berhak memberikan starndart pada kehidupan manusia. Berdasarkan standart tersebut dapat disepakati bahwa manusia memiliki pengetahuan yang terbatas sehingga tidak mampu menentukan standartnya sendiri. Oleh karena itu, diperlukan Dzat yang memiliki pengetahuan tanpa batasan apapun. Dzat ini tidak mungkin makhluk melainkan Tuhan semesta Alam. Islam sebagai agama yang diturunkan oleh Dzat Pencipta, Pemilik dan Pengatur Alam Semesta  memiliki paradigma yang jelas terkait standart kebenaran.

Sederhananya kebenaran dapat disimpulkan segala hal yang sesuai dengan tuntunan Pencipta, sedangkan hal yang salah adalah segala hal yang tidak sesuai dengan Pencipta. Konsep ini di dalam Islam bukan hanya dipahami secara personal tetapi juga diajarkan di instansi pendidikan. 

Selain itu, paradigma ini menjadi landasan setiap individu dan juga masyarakat dalam menjalankan aktivitas di lingkungan sosial. Sehingga lingkungan masyarakat tersuasanakan dengan standart moralitas baik di dunia nyata ataupun dunia maya. Berdasarkan paradigma ini juga penegakan hukum berlaku di tengah  masyarakat. Hukum bukan dibuat oleh wakil rakyat yang notabene adalah manusia, tetapi merujuk pada aturan Pencipta sehingga hukum bukan buatan manusia. Dengan hukum seperti ini, aktivitas yang tidak sesuai dengan perintah Pencipta menjadi aktivitas pidana yang wajib dijatuhi hukuman sesuai dengan kadarnya masing masing.

Paradigma ini jika diaplikasikan di tengah masyarakat dan didukung oleh paradigma politik akan membangun ekosistem moralitas yang kuat di tengah kehidupan. Hanya saja, dibutuhkan paradigma politik Islam yaitu politik untuk mengurus urusan rakyat bukan sekedar jabatan semata. 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline