Skripsi memang menjadi kata yang spesial bagi mahasiswa. Mendengarnya saja, sudah terbayang perjuangan yang tidak mudah. Mulai dari berlama-lama di depan komputer mengetik, ataupun berkeliling perpustakaan mencari referensi, sampai berburu jadwal dosen pembimbing dan menyiapkan mental menghadapi sesi bimbingan, hehehe. Tidak terasa, sudah 13 tahun yang lalu masa-masa itu terlewati.
Skripsi adalah tugas penutup yang menyeluruh. Ia adalah manifestasi pemikiran hasil kolaborasi dari seluruh ilmu yang didapat selama kuliah bertahun-tahun. Sebuah karya yang dihasilkan sebagai sumbangsih ilmu.
Kini muncul isu, bagaimana jika skripsi tidak diwajibkan sebagai syarat kelulusan. Bagaimana dampaknya kira-kira ya. Mari kita bahas.
Sisi Positif
Kita bayangkan dulu, jika kuliah tanpa skripsi. Skripsi memang membutuhkan effort yang luar biasa bagi mahasiswa, setidaknya itu yang saya alami. Ia akan membutuhkan perjuangan dari segala bentuk. Pemikiran, waktu, dana, tenaga yang dikeluarkan untuk menyelesaikannya tidak sedikit. Maka jika skripsi tidak perlu dibuat, jelas akan ada penghematan luar biasa. Saya sendiri menghabiskan waktu kuliah hingga mencapai waktu maksimal, yakni 7 tahun. Separuh dari waktu itu, hanya untuk skripsi. Materi pekuliahan sendiri selesai dalam waktu 3.5 tahun, asumsinya 6 bulan cukup untuk skripsi, namun ternyata meleset.
Seperti yang saya sampaikan di atas, tentu saja tidak ada skripsi akan memangkas banyak hal, waktu yang diperlukan mahasiswa untuk meneyelesaikan studinya bisa jadi lebih cepat. Menghemat waktu akan membuat mahasiswa segera lulus dan segera terjun ke masyarakat untuk segera berkarya dan berdaya. Dana dan tenaga yang dibutuhkan untuk mengerjakan skripsi pun bisa dialokasikan untuk yang lain. Hemat dan Praktis.
Sisi Negatif
Meski tidak adanya skripsi meringankan mahasiswa, namun belum tentu tidak memberikan sisi negatif pula. Skripsi mendorong mahasiswa mengkolaborasikan seluruh ilmu yang didapatnya menjadi sebuah penelitian yang melahirkan sumber pengetahuan baru yang bisa bermanfaat untuk masyarakat. Jika hal ini ditiadakan, maka seperti menghasilkan mahasiswa yang mandul akan ilmu. Tidak produktif. Kampus akan kehilangan nilai-nilai penelitian dan kontribusi keilmuannya pada masyarakat.
Untuk mahasiswanya sendiri, mereka menjadi kurang mendapat tantangan. Skripsi sendiri bukan hanya tulisan dalam kertas yang dijilid, ini mungkin nilai dari skripsi yang dibuat melalui pemesanan pembuatan skripsi. Skripsi adalah proses, dan proses ini yang akan membentuk mahasiswa menjadi manusia-manusia yang lebih tajam dalam berpikir, lebih tangguh dalam berjuang, dan lebih matang dalam mengambil keeputusan. banyak hal yang akan dilewati, yang tidak akan didapatkan mahasiswa ketika ia melewatkan proses ini.
Menapaki berbagai perpustakan untuk mencari referensi literatur dan mengolahnya menjadi pengetahuan baru yang bermanfaat, membuat wawasan keilmuan mahasiswa semakin luas. Melakukan penelitian baik secara kualitatif ataupun kuantitatif beserta segala prosesnya akan menambah pengalaman, interaksi sosial yang lebih luas pula karena melibatkan subjek penelitian. Kesabaran dalam meramu dan mengolah bahan literasi, hasil penelitian, serta masukan dosen pembimbing adalah nilai positif lainnya yang tidak kalah penting dalam membentuk mahasiswa menjadi lebih kokoh.
Maka, saya termasuk yang menyayangkan, jika skripsi tidak lagi diwajibkan. kalaupun iya, harus ada tugas akhir pengganti yang bisa dijadikan sarana membentuk mahasiswa menjadi insan berilmu yang bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H