Lihat ke Halaman Asli

Ummi Barokah

Mahasiswa UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Metode Keberhasilan dalam Pengelolahan Tempe

Diperbarui: 6 Juli 2023   20:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Ilustrasi: Dokumen Pribadi (hasil tempe yang sudah diolah)

Pada hari Selasa tanggal 27 Juni 2023 telah dilakukan penelitian oleh mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dari Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam dalam mata kuliah Pengantar Pengembangan Masyarakat yang diampu oleh dosen kami, Bapak M. jufri Halim, S.Ag., M.Si dengan melakukan Studi Lapangan mengenai Metode Keberhasilan Dalam Pengolahan Tempe. Penelitian ini dilakukan di Jl. Irigasi Kenangan. Kec. Cipondoh, Kota Tangerang, Banten di sebuah sentra industri produksi tempe. Sentra produksi tempe ini di kelola oleh Ibu Pundria yang berdomisili Pekalongan, beliau adalah pendatang yang memilih produksi tempe sebagai mata pencaharian. Beliau memproduksi tempe sejak tahun 2000 an kira-kira sudah 20 tahun lamanya. Alasan Ibu Pundria memilih tempe karena memang saat itu peluang terbesar untuk dijadikan mata pencaharian adalah tempe, karena tempe merupakan makanan khas Indonesia yang dicari setiap harinya, kudapan yang terbuat dari kedelai ini banyak diolah menjadi berbagai menu makanan.

Pembuatan tempe melalui proses yang lama, harus telaten dan teliti serta harus diperhatikan kebersihannya. Dalam sehari Ibu Pundria dapat memproduksi tempe sebanyak setengah kwintal atau setara dengan 50 kg, yang akan dijual dipasar Cengkareng setelah subuh dan menyediakan stok di sentra. Tahap pertama yang dilakukan adalah pemilihan kedelai yang bagus kemudian dicuci berulang-ulang kali, setelah itu lanjut ke tahap perendaman agar kulit mudah terkelupas nantinya, selanjutnya tahap merebus kedelai sampai matang kemudian dicuci kembali sambil memerhatikan kulit-kulit kedelai yang masih menempel. Karena kulit harus terlepas dari kedelai untuk kematangan tempe yang sempurna, umunya perebusan ini memakan waktu 40-60 menit. Tahap selanjutnya adalah penirisan atau pendinginan dengan cara ditebarkan atau diratakan di nampan atau tempat yang lebar agar lebih mudah tiris dan dingin, setelah kedelai tiris dan dingin dilakukan penaburan ragi dan takaran ragi disesuaikan dengan banyaknya kedelai dan suhu panas kemudian dicampur adukkan ragi dengan kedelai tersebut. Tahap selanjutnya adalah pembungkusan, Ibu Pundria memilih dua metode pembungkusan tempe yakni dengan plastik gulungan dan daun pisang keduanya sama-sama memiliki proses pematangan yang sama, tetapi kerap banyak orang lebih suka rasa pada tempe yang dibungkus daun pisang karena lebih sedap katanya. Pembungkusan dengan plsatik lebih gampang dan mudah sedangkan daun pisang ini harus mencari daun terlebih dahulu kemudian pembungkusannya harus diadakan beberapa lapis. Kemudian yang terakhir adalah tahap fermentasi, pemecahan senyawa kompleks yang didiamkan selama 1-3 hari dengan suhu yang telah ditentukan karena suhu juga sangat berpengaruh untuk kematangan yang sempurna.

Dampak pada masyarakat adanya sentra industri produk tempe ini, masyarakat mudah mendapatkan tempe secara langsung dari industrinya dengan jumlah sedikit ataupun banyak. Ibu Pundria juga tidak hanya produksi tempe melainkan juga membuat oncom merah yang bahan bakunya adalah bungkil tahu kurang lebih prosesnya sama seperti pembuatan tempe. Harga tempe dibandroli sesuai ukurannya yakni dimulai dari kisaran 4-5 ribu sedangkan oncom dijual secara potongan dan dibandroli harga 2 ribu rupiah per potong.

Sentra produksi tempe yang dikelola Ibu Pundria ini masih memiliki kemandirian atau campur tangan beliau, dari segi membeli dan memilih bahan berkualitas, membungkus dan memasarkan tempe dan oncom ke pasar Cengkareng dan pelanggan yang sudah menjadi langganan beliau. Ibu Pundria memiliki satu karyawan dalam mengelola industri ini yakni bertugas sebagai tahap-tahap pembuatan tempe yang prosesnya memang berat dan harus sangat diperhatikan dari segi kebersihan, kematangan sampai pembungkusan. Pemilik memberdayakan karyawan yang tadinya tidak memiliki penghasilan dan tidak memiliki keterampilan dalam bidang ini, akhirnya menjadi bisa dan mampu sehingga keterampilan tersebut membantunya dalam mendapatkan penghasilan untuk bertahan hidup.

Kegagalan pernah terjadi beberapa kali yang membuat tempe tidak terfermentasi dengan baik, akibatnya tempe masih dalam bentuk kedelai. Tetapi masyarakat juga banyak mencari pembuatan tempe yang gagal untuk makanan ternak, seperti sapi dan kambing karena tempe banyak mengandung nutrisi. Untuk kedepannya Ibu Pundria ingin lebih fokus pada industrinya saat ini yaitu membuat tempe, dengan tempat yang lebih besar sehingga dapat menghasilan tempe yang lebih banyak dan berkualitas serta memiliki pelanggan yang lebih banyak lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline