Umiyatun Khasanah_212121031_HKI 4A
Hukum Perdata Islam Indonesia
Hukum perdata Islam Indonesia merupakan segala aspek hukum Islamdimana hukum tersebut dibuat atau dibentuk sesuai dengan syariat islam yang termasuk dalam hukum perdata Indonesia seperti hukum keluarga, hukum perkawinan, hukum perceraian, kewarisan, hukum wasiat dan hukum wakaf, hukum bisnis. Hukum perdata islam Indonesia ini merupakan seperangkat peraturan yng mengatur, mengikat antara hubungan perseorangan dengan badan hukum ataupun diantara keduanya yang bergama islam dan dapat dibuktikan dengan keperdataannya seperti zakat, wakaf, warisan, infaq, sedekah, perkawinan, perceraian, jual beli, sewa menyewa, ataupun hal-hal yang menyangkut keperdataan seseorang ataupun badan usaha dan keterkaitan dengan syariat islam untuk kemaslahatan umat islam yang ada di Indonesia. Hukum keperdataan islam Indonesia ini juga dapat ditandai dengan berlakunya UUD 1945 dan berlakunya syariat islam yang diterapkan dalam kehidupan umat muslim yang ada di Indonesia. Hukum sendiri memiliki pengertian seperangkat peraturan yang di buat oleh lemabag yang berwenang atau negara untuk mengatur tata kehidupan masyarakat Indonesia, dimana hukum ini memiliki sifat memaksa, mengikat, dan memaksa, dan bagi siapapun yang melanggar akan hukum yang sudah diterapkan tersebut maka dia sudah siap untuk dijatuhi hukuman yang sudah ditetapkan oleh peraturan yang berlaku. Kemudian mengenai hukum perdata yaitu hukum yang memiliki tujuan untuk menjamin adanya kepastian hukum didalam suatu hubungan antara satu orang dengan orang yang lainnya yang bersangkutan dimana substansinya mereka sebagai masyarakat yang patuh akan hukum. Kemudian frasa hukum perdata islam dapatdipahami bahwasanya hukum perdataislam merupakan peraturan yang bersandarkan pada syariat islam dimana mereka mengacu pada Al-Qur'an dan Sunnatullah. Hukum ini berlaku secara yuridis formal dan mejadi sebuah hukum positif dalam tata hukum di Indonesia.
Prinsip Perkawinan dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam
Prinsip perkawinan dalam UU Nomor 1 tahun 1974 yaitu adanya persetujuan dari kedua belah pihak atau calon mempelai, caranya dengan mengadakan peminangan terlebih dahulu diantara keduanya sehingga megetahui anatara kedua belah pihak setuju atau tidak untuk melangsungkan sebuah perkawinan. Tidak semua wanita bisa dikawini oleh pria, karena terdapat kenetuan dan larangan-larangan perkawinan antara soerang pria dan wanita yang harus diindahkan. Sebagaimana syarat peminangan pemberian mahar, dengan adanya mahar ini sebagai kenang kenangan atau sebagai usaha untuk mendapatkan pasangannya mahar disini dengan ketentuan tidak memberatkan calon suami dan tidak merendahkan calon istri, artinya mahar itu yang sepantasnya. Akad nikah disaksikan oleh dua saksi Wali dari pihak perempuan dan dicatatkan sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Perkawinan pada dasarnya untuk membentuk keluarga yang tentram, damai, sejahtera, dan kekal untuk selamanya. Kemudian hak dan kewajiban suami dan istri harus adil dan seimbang, dimana suami bertanggung jawab menjadi kepala rumah tangga yang baik dan bijaksana dan istri bertanggung jawab atas mengelola keuang serta memanagemen rumah.
Menurut Kompilasi Hukum Islam : dalam surat an-nisa ayat 3 menyatakan bahwa prinsip perkawinan dalam Islam yaitu monogami sedangkan poligami merupakan kebolehan yang dibebani syarat yang sangat berat yaitu berlaku adil kepada semua istri. Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan rumah tangga yang sakinah, mawadah, dan warahmah sesuai dengan konsep islam. Perkawinan yang sah apabila dilakukan sesuai dengan hukum masing-masing agaanya dan kepercayaan yang telah dianutnya. Dimana dalam kompilasi hukum islam lebih menekankan pada konsep hukum islam namun tetap bersandar pada Undang undang nomor 1 tahun 1974.
Pentingnya Pencatatan Perkawinan dan dampak apabila Perkawinan tidak dicatatkan dilihat dari sosiologis, religious, dan yuridis.
Pentingnya pencatatan nikah yaitu sesuai dengan UU yang berlaku pada negara yang dipijakkan di Indonesia yaitu uu Nomor 1 Tahun 1974 pasal 2 ayat 2 dapat disimpulkan bahwasannya pencatatan perkawinan merupakan bagian integral yang menentukan kesalahan suatu perkawinan dan dan dapat diakui oleh negara apabila perkawinan tersebut dicatatkan di KUA atau di PPN pentingnya pencatatan perkawinan ini untuk memberikan kepastian hukum dan memberikan perlindungan bagi para pihak yang melakukan perkawinan sehingga memberikan kekuatan bukti autentik tentang terjadinya perkawinan dan para pihak dapat mempertahankan perkawinan tersebut kepada siapapun di hadapan hukum. Hikmah pencatatan perkawinan yaitu
- diakui sah secara agama dan negara
- memiliki kekuatan hukum
- berhak atas nafkah dan warisan dari suami apabila terjadi perceraian hidup ataupun ditinggal mati