Aku sudah banyak menuliskan tentang kerinduan. Rindu yang sebenarnya aku ciptakan sendiri. Kerinduan kepada satu orang yang berjarak. Dalam waktu yang sama dan tempat yang berbeda.
Kita dengan aktivitas dan kesibukan yang tak sama menahan rindu yang sama beratnya. Aku tidak tahu kita disatukan oleh apa. Oleh cinta atau takdir, atau mungkin takdir cinta.
Aku mengenalnya hampir setengah dari usiaku. Aku hidup dengannya baru seperempat kehidupanku. Tapi duniaku seperti hanya berputar-putar hanya tentangnya. Dia berhasil mengubah hidupku. Tak seutuhnya, tapi lebih banyak karena dia.
Aku dapat melihat dunia tidak sebatas rumah dan halaman orang tuaku. Dia menggenggam tanganku dan mengajakku keluar. Membuatku membuka mata dan melihat bahwa langit terkadang berwarna jingga terkadang kemerahan dan kuning.
Hujan tidak selalunya tentang air yang menetes tapi juga badai hebat dengan angin kencang atau petir. Jalanan di luar tidak selalu berlumpur, terkadang berlubang dan berbatu.
Aku merindukannya,
Di balik sangkar yang tak berpintu itu. Aku menatap punggungnya yang menjauh pergi. Menyedihkan. Dan aku menangis.
Malam tak selalunya dingin, dan malam di mana kau pergi justru sangat dingin. Hujan lebat dan berpetir. Untung saja. Sehingga tidak ada yang tahu seberapa keras aku menangis.
Aku rindu.
Rindu seperti dulu. Kita dapat ke manapun. Melihat dunia yang tidak sekadar tembok dan halaman.