Menceritakan Ibu memang tidak ada habisnya. Ibu adalah pahlawan dalam rumah kami. Beliaulah yang selalu bangun pagi dan membuatkan kami sarapan. Bukan hanya itu semua pekerjaan dapat Ibu lakukan sendiri. Tidak ada yang dapat menggoyahkan Ibu. Ibu adalah wanita terkuat yang pernah kami lihat.
Bukan salah Ibu jika di rumah ada banyak anak yang bahkan tidak lahir dari rahimnya tapi menghabiskan setiap makanan yang tersedia di meja. Tapi itu dulu---saat kami harus berbagi tempat tinggal dan makanan dengan saudara sepupu kami dan anak tetangga yang kesepian. Ada hadiah buat hari Ibu dari kami, yang katanya begitu berharga---yaitu waktu kami.
Usia dewasa membuat kami satu persatu keluar dari rumah itu. Dan Ibu di hari tuanya kesepian tanpa ada gelak tawa kami di rumah itu. Waktu yang terus berjalan sedikit demi sedikit menggerogoti kesehatan Ibu dan wajah cantiknya. Hadiah untuk hari Ibu dari kami mungkin tak seberapa dan tak ada nilainya tapi apa pantas kasih sayang Ibu dinilai dengan nominal.
Dulu sebutir telur dapat Ibu masak untuk kami berenam dan kami dapat sama rata. Tidak ada yang boleh menyentuh dan membagikan setiap makanan yang ada selain Ibu. Ibu adalah hakim paling adil dalam rumah kami. Ibu, andai ada hadiah buat hari Ibu yang ingin Ibu miliki kami ingin memberikanya. Tapi Ibu terlalu diam dan kami ternyata terlalu abai. Maaf di hari Ibu kami hanya dapat memberikamu hari-hari kami yang biasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H