Lihat ke Halaman Asli

Umiyamuh

Seorang Penulis

Setengah Lapangan

Diperbarui: 28 Oktober 2020   00:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ini sebuah kisah saat aku masih duduk di bangku SMP. Hari itu adalah hari yang sangat cerah di bulan Agustus. Aku bersama kawan-kawan ku satu kelas sedang mengikuti acara kemah atau tepatnya persami (Perkemahanan Sabtu Minggu) untuk memperingati hari Pramuka ke-46. Ya, saat itu aku masih duduk di bangku SMP. 

Perkenalkan namaku Santi usiaku baru 14 tahun, tapi aku sudah merasa dewasa kala itu. Meskipun belum pernah merasakan ciuman tapi aku sudah 2 kali berpacaran. Ini tidak untuk di tiru, jika diingat saja membuatku sangat malu.

Kembali lagi, ini adalah acara perkemahan yang di adakan oleh sekolahku, semua kelas wajib ikut. Nah kelas ku yaitu 7 D mengirim 3 tenda. Satu tenda laki-laki dan 2 tenda untuk perempuan. Kenapa demikian? Ya kami kelas D bisa di bilang kelas kami paling bontot dan terlalu banyak siswi dari pada siswa nya. Aku adalah satu dari dua ketua regu,seorang yang akan memimpin tim 2 putri dari kelas 7D. 

Melelahkan, sungguh ini kali pertama aku merasa tidak bersenang-senang saat mengikuti acara perkemahan sejak lulus SD. Karena saat masuk SMP semua berubah, aku mulai menerima bully dari kakak kelas maupun dari para pembina yang menurutku keterlaluan.

"Hei," sapa seseorang di belakang tenda ku.

Seorang siswa dari kelas 7 A. Dia teman semasaku SD, namanya Damar. Anak itu tersenyum tipis seperti biasa. Tenda yang di kelilingi pagar bambu dan tali ia lewati demi menghampiri ku yang sedang duduk sendiri menatap tungku yang hampir padam apinya karena tidak ada lagi kayu yang terbakar.

Damar bukan pemimpin sebuah regu atau tim, dia bebas keluyuran tanpa siapapun yang mencarinya. Tapi tentu jika pembina tahu dia di tenda putri pasti dia akan mendapat hukuman.

Jam menunjukan pukul 10 acara hiburan sudah usai, semua di harapkan kembali ke tenda dan bersiap untuk tidur. Namun aku yang kesal dengan tim ku, tetap di luar.

"Ini makanlah, jangan sampai kamu nggak makan" ucap Damar sambil mengacungkan sebuah roti berbentuk bulat dengan cokelat di dalamnya.

Aku menerimanya dengan senang hati, bahkan saat melihat roti itu aku tak tega memakannya. Ini terlalu berlebihan kataku dalam hati. Dan saat aku menoleh, Damar sudah pergi karena takut dapat hukuman untuk yang kesekian kalinya.

Anak itu memang nyleneh, tapi asal tau saja, dia tampan. Dari semua anak angkatan ku di tahun itu, Damar adalah yang terbaik. Tapi soal prestasi, dia pasti akan jadi juara jika ada lomba paling bodoh.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline